Bel istirahat menggema bersamaan dengan salam yang diucapkan Bu Arini selaku guru Matematika di kelasku. Naura buru-buru membereskan bukunya ke dalam tas, sementara aku masih belum bergerak seinci pun, terpaku memandangi jepit rambut bulan sabit pemberian Langit.
Naura menyikut lenganku, membuat aku menoleh padanya.
"Sini gue pakein di kepala lo."
"Nggak usah." tolakku.
"Lo mau diliatin terus sampe kapan? mending dipake, nanti kan kalau Langit lihat lo make barang pemberian dia, dia pasti seneng."
Mataku berbinar mendengar kalimat Naura. "Bener juga lo."
Kemudian aku mengulurkan jepit rambut berharga itu di depan wajah Naura. "Pakein dong."
"Pake jepit rambut yang cantik tuh di sini--" Naura menjulurkan lehernya mencari area yang pas untuk menempatkan jepit rambut itu di rambutku. Tepat di kepala bagian kiriku, Naura memasangnya di sana. "Wah.. cantik banget."
"Jepit rambutnya emang cantik, Ra."
Naura menggeleng sambil menoyor keningku. "Bukan, lo nya yang cantik."
"Oh ya?"
"Iya, hehe."
"Makasih Naura."
"Buruan ke kantin, laper nih."
Aku menganggukan kepala dan segera membereskan buku serta alat tulis ke dalam tas. Naura yang duduk di sampingku sudah lebih dulu berdiri, menungguku selesai.
"Waduh, lo bawa payung Mel?" tanya Naura begitu aku selesai beres-beres.
"Nggak, kenapa emang?" jawabku.
Naura menunjuk langit melalui jendela kelas yang ada di samping tempat dudukku. "Bakal hujan keknya, mendung. Di HP juga ramalan cuacanya mengatakan kalau siang ini bakal hujan."
"Yaudah lo minta jemput kakak lo aja, Bang Chiko."
"Terus lo gimana?"
Aku dan Naura sudah membalik badan dan bersiap berjalan keluar kelas. Masih berbincang perihal prediksi hujan yang akan turun siang atau sore ini.
"Nggak mungkin minta jemput Papa, paling hujan-hujanan bareng Pipip."
"Sakit ntar lo."
"Haha, ya doain aja nggak turun dulu hujannya."
"Amin deh."
🍂🍂🍂
Saat melewati koridor untuk ke kantin beberapa menit yang lalu nampak normal, tidak ada keributan apapun. Namun sekembalinya dari kantin, koridor nampak ramai, khususnya di depan papan mading.
Aku segera menarik lengan Naura untuk ikut berdesakan dengan murid lain demi menjawab rasa penasaranku.
"Uwah..." aku berseru saat sudah sampai tepat di depan papan mading.
Di hadapanku kini, poster audisi terpampang nyata. Audisi pemilihan model perempuan untuk bintang iklan sekolah. Ini hebat, aku sungguh tertarik sekali. Tujuanku bukan karena ingin menjadi model dan terkenal, tapi karena ada nama cowok yang kusuka di sana.
Langit Delavar adalah model utamanya di sana. Siapapun yang lolos audisi itu nantinya akan berfoto dengan Langit. Sekarang aku tahu kenapa murid lain sangat heboh akan hal ini. Kecuali sahabatku yang berisik ini, Naura.
Wajahnya sudah terlipat, tanda bahwa dia sangat kesal. Sekembalinya aku dari kerumunan depan mading, Naura menggandeng lenganku lagi untuk kembali berjalan menuju kelas.
![](https://img.wattpad.com/cover/246198852-288-k467512.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Time [Completed]
Teen Fiction[Daily Clover Marathon 2021] Tentang Rafif Dimansyah Fajaro, sahabatku, cinta pertamaku, yang belum juga kembali. Dia bilang dia tidak pernah pergi, dia ada bersama tetes hujan, embusan angin, dan terpaan cahaya senja. Aku belum menemukannya, bagaim...