[Daily Clover Marathon 2021]
Tentang Rafif Dimansyah Fajaro, sahabatku, cinta pertamaku, yang belum juga kembali. Dia bilang dia tidak pernah pergi, dia ada bersama tetes hujan, embusan angin, dan terpaan cahaya senja. Aku belum menemukannya, bagaim...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🍂🍂🍂
Langit beberapa kali menundukkan kepala saat ada penumpang masuk ke dalam angkot yang kami naiki. Aku duduk di sebelahnya, sibuk memperhatikan laki-laki itu. Pun dengan segala pertanyaan di kepalaku untuk hari ini, kuharap bukan hanya sekedar mimpi.
"Digeser ya bapak-bapak ibu-ibu, yuk digeser-digeser." seru supir angkot di depan.
Benar saja, tiga orang perempuan mulai masuk ke dalam angkot. Kami yang sudah duduk di dalam terpaksa kembali menggeser tubuh untuk memberi mereka tempat. Ah, padahal angkot sudah mulai penuh dan sesak.
"Sorry ya." lirihku di telinga Langit.
Saat itu rupanya dia tengah menatapku. Manik matanya cukup lama memperhatikan aku hingga cekalan lengannya menyadarkanku. Langit menarikku lebih dekat dengannya. Karena dia duduk tepat di belakang sekat pengemudi, dia hanya terdesak olehku.
Deg. Kini kinerja jantungku sudah tidak lagi bisa dikontrol. Berbunyi sangat keras, takut kalau-kalau Langit mendengarnya.
Sepuluh menit berlalu, kami pun turun di tempat tujuan. Langit ingin ditemani pergi ke restauran yang ia sebutkan di jalan dengan cara layaknya seperti orang biasa. Bukan aku yang memaksanyanya naik angkot, bahkan aku sudah mengusulkannya memesan taksi online.
"Ini tempatnya?" tanyaku begitu kami sudah berdiri sekitar lima belas meter di depan restauran.
"Iya, di sini."
Restaurannya tidak begitu mewah, tetapi ramai pengunjung. Di atas pintu masuk terdapat nama dari restauran itu, 'Makanyang Enak'. Aku membacanya dalam hati sambil menebak arti nama itu, lalu Langit yang menjawabnya.
"Makanyang Enak, artinya makan kenyang dan enak."
"Uwah, gue tau deh kenapa restauran ini rame banget. Makanannya pasti enak banget."
Langit mengangguk, "Sesuai sama lidah orang Indonesia, yuk masuk."
Aku mengikuti langkah Langit yang berjalan lebih dulu memasuki restauran. Pun duduk di meja yang dia pesan, di lantai dua. Pemilihan tempat yang bagus, ini mirip seperti orang kencan. Ya ampun, aku dan pikiranku ini memang meresahkan.
Dekorasinya sangat memanjakan mata, simpel namun elegan. Meja yang di lantai dua hanya diberi dua kursi, benar-benar dikhususkan untuk pasangan kekasih. Memikirkan itu mendadak kedua pipiku memanas.
"Mau makan apa?" tanya Langit.
Aku tersentak, kemudian buru-buru melihat buku menu yang ada di atas meja. Banyak sekali menu yang ditawarkan, aku jadi bingung. "Samain aja deh sama lo, gue nggak tau mana yang enak."
"Di sini enak semua."
"Yang enak menurut lo, selera lo di sini. Gue tadi belum selesai ngomong hehe."