"Langiiiiiiiiiit." aku merentangkan tangan, berlarian sambil menyerukan nama Langit di sepanjang koridor lantai satu.Rafif berjalan santai di belakangku, tidak peduli meski aku lebih dulu menghampiri Langit yang tengah berdiri dengan managernya.
"Kakak manager tidak bisa menyebarkan gosip kedekatan kami, karena ini demi kebaikan sekolah kita." aku menyombongkan diri sambil menyibak rambut panjangku ke belakang.
Maganer Langit menghembuskan napas lelah. "Terserah kalian, saya lelah."
Lalu pria dewasa itu memasukkan kedua lengannya ke dalam jaket yang ia kenakan. "Telfon saja kalau kamu sudah selesai ya, saya harus pergi ke agensi untuk mengurus jadwalmu."
Langit hanya mengangguk pelan sebagai respon, sementara aku menjadi yang paling heboh sendirian.
"Hati-hati di jalan, Kakak manager. Saya akan menjaga Langit, percayakan pada saya saja, oke?"
"Oh iya--" aku menoleh saat Langit tersadar akan sesuatu. Tangannya keluar dari dalam saku jas almamater sekolah kami, terulur ke hadapanku. "Buat lo, gue kan udah janji mau kasih hadiah buat pemotretan pertama lo."
"Uwah... apa ini?" aku menunggu Langit membuka genggaman tangannya dengan mata berbinar.
Perlahan jari-jemari Langit mulai terbuka. Telapak tangannya menengadah di hadapanku. Di sana ada benda kecil yang sangat berkilau, mirip dengan jepit rambut yang dia berikan padaku waktu itu.
"Tapi... benda apa ini?" keningku berkerut dalam. Benda itu bentuknya aneh sekali, indah dan berkilau namun aku tidak tahu apa kegunaannya.
"Ini bandul kalung."
"Tapi kenapa lo cuma ngasih bandulnya doang?"
"Rantai kalungnya sudah hilang, jadi hanya tersisa ini. Benda ini sangat berharga, Mel." Langit diam sejenak. Dia menoleh pada Rafif yang sudah ikut bergabung di dekat kami.
"Gue sering ngilain benda kecil ini tanpa disengaja. Jadi, gue mau kasih sama lo sebagai hadiah."
Ragu-ragu aku meraih bandul kecil berbentuk bulat itu. "Kalau benda ini berharga, kenapa lo kasih ke gue?"
"Gue percaya lo bisa jaga dengan baik, sama kayak lo yang bisa jaga Rafif dengan baik." Langit menoleh lagi pada Rafif, lalu melambaikan tangannya. "Hai, Fif. Udah sarapan?"
"Aish..." aku benar-benar tidak tahu harus senang atau bersedih saat ini.
Langit selalu saja membuat aku terbang setinggi awan dengan semua pemberiannya. Tetapi dalam sekejap, semua itu selalu mampu ia runtuhkan. Aku akhirnya kembali dijatuhkan sampai ke lubang bumi yang terdalam.
"Lo kan kaya, ngapain ngasih barang setengah-setengah gitu sih? kalau mau lo kan bisa beliin rantai kalungnya juga."
"Rafif mau? nanti gue beliin buat lo."
"Pergi lo, homo! ih!" Rafif bersungut-sungut seraya menjauhkan dirinya dari Langit.
"Yuk ah Mel, pergi aja. Yunan sama yang lain udah di perpus."
Aku pasrah ketika Rafif mengalungi leherku dan menarik badanku pergi menjauhi Langit, tepatnya masuk lebih dalam ke gedung sekolah menuju perpustakaan.
"Woy barengan dong!" seru Langit yang berusaha menyusul kami.
Rafif semakin mempercepat jalannya, tidak peduli meski kini aku terjepit di ketiaknya. Pasti rambutku berantakan setelah ini.
🍂🍂🍂
Ternyata di dalam perpustakaan sudah ramai diisi oleh anak-anak ekskul fotografi, ada beberapa anggota OSIS juga yang banyak tidak aku kenal. Aku hanya mengenal Yunan dan Brisia saja, berikut Rafif yang hari ini jadi partnerku.
![](https://img.wattpad.com/cover/246198852-288-k467512.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Time [Completed]
Teen Fiction[Daily Clover Marathon 2021] Tentang Rafif Dimansyah Fajaro, sahabatku, cinta pertamaku, yang belum juga kembali. Dia bilang dia tidak pernah pergi, dia ada bersama tetes hujan, embusan angin, dan terpaan cahaya senja. Aku belum menemukannya, bagaim...