Langkah kakiku terpaku saat melewati depan gerbang rumah Rafif. Leherku menjulur, melirik kanan-kiri, atas dan bawah. Baiklah aku hilang akal, untuk apa juga melirik ke bawah, yang ada bukannya menemukan Rafif, aku malah melihat rerumputan.Aneh sekali sebab rumah Rafif sepi. Bang Rafa tidak membawanya ke rumah mereka, tapi ke mana?
Tanganku menggenggam erat besi gerbang rumah Rafif, dengan tatapan yang belum sepenuhnya berpaling dari balkon kamar laki-laki itu.
"Meong.."
Aku terkejut, Cemal--kucing peliharaan Bang Rafa--berlari melompati sela-sela besi gerbang. Tubuhnya telah berada di luar pelataran rumah, memainkan sepatuku.
"Hai Cemal." aku berjongkok demi meraih tubuh kucing yang belum genap berusia setahun itu. Rafif cerita katanya Cemal baru akan genap satu tahun beberapa bulan ke depan. Aku sangat menunggu hari itu, ingin memberi hadiah untuk kucing imut ini.
"Kamu kesepian di dalam rumah ya?"
"Meong..."
"Kira-kira Bang Rafa sama Pipip pergi ke mana ya, Mal? Kamu tau nggak?"
"Meong..."
Aku mengusap kepala Cemal, lalu ke tubuhnya. Merasakan bulu-bulu Cemal yang halus di tangan. Seketika teringat akan Rafif, khawatir dan rinduku menjadi satu.
"Cemal masuk sana, jangan keliaran ya--" kuangkat tubuh Cemal dan mendorongnya masuk ke sela besi gerbang rumah Rafif. "--Kasih tau sama Pipip kalau dia udah pulang ya. Katakan kalau sahabatnya yang cantik mencarinya, oke?"
Kucing itu mengeong sekali sebelum berlari memutari sisi barat rumah Rafif, pasti dia keluar dari pintu belakang. Aku menghela napas, hari ini hanya bisa berharap sesuatu yang buruk tak akan menghampiri Rafif.
🍂🍂🍂
Aku tidak pernah menyangka Rafif tidak masuk sekolah hari ini. Dia bahkan tidak memberi kabar pada ketua kelas dan wali kelasnya. Dengan sangat terpaksa laki-laki itu diberi keterangan absen tanpa alasan hari ini. Sangat bukan Rafif sekali, meskipun sering bolos pelajaran.
Hariku di sekolah terasa sepi tanpa dia. Belajar juga berjalan lambat, sungguh menyebalkan. Tidak ada pelajaran Matematika yang menyenangkan, hanya guru Bahasa Indonesia yang terus menjelaskan.
Pelajaran-pelajaran selanjutnya tidak aku ikuti dengan serius. Jika Mama tahu hal ini, dia pasti akan marah. Lebih marah ketimbang mengetahui fakta tupperware dengan warna cantik miliknya hilang.
Begitu jam istirahat berlangsung, aku pasrah di tarik Naura memesan bakso di kantin. Soal bakso, ngomong-ngomong aku jadi teringat Rafif. Terkenang saat wajahnya merah karena kepedasan.
"Hai, Amel."
Aku mendongak, mengabaikan kuah bakso. Keningku berkerut saat tahu yang memanggil barusan ternyata sang ketua OSIS, Yunan Dinata Bima Angkasa.
"Kenapa, Nan?"
"Masih inget gue ternyata hehe." katanya cengengesan.
"Tentu dong." balasku, nama dia yang panjang kayak rel kereta api saja masih nangkring di memoriku yang berharga.
Naura berdeham, membuatku menoleh padanya. Dia nampak terkesan malu-malu begitu, ya Tuhan... ternyata dia grogi karena ada Yunan?

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Time [Completed]
Roman pour Adolescents[Daily Clover Marathon 2021] Tentang Rafif Dimansyah Fajaro, sahabatku, cinta pertamaku, yang belum juga kembali. Dia bilang dia tidak pernah pergi, dia ada bersama tetes hujan, embusan angin, dan terpaan cahaya senja. Aku belum menemukannya, bagaim...