26. Studying Together

39 6 13
                                    


"What?!"

Aku sudah menduga Naura akan berteriak seperti ini, jadi sesuai rencana aku telah mengambil satu tusuk bakso dan menyumpalnya ke dalam mulut gadis itu.

"Kok bisa sih?" tanyanya lagi, kali ini dengan nada lebih halus. Mata Naura pun mengedar ke kanan dan kirinya, menghindari tatapan tanya murid-murid di kantin yang penasaran akibat teriakan Naura tadi.

Ini istirahat kedua, selesai sholat dzuhur kami langsung pergi ke kantin untuk makan. Pada jam istirahat pertama Naura dan Randy kembali bersamaan dengan nyanyian bel masuk, jadilah kami batal ke kantin.

"Bisa dong, tapi ini gimana gue ngomong ke Langitnya ya, Ra?" aku mengaduk kuah bakso di mangkuk pesananku. Setelah menceritakan semua kejadian kemarin selepas aku menangis di kelas, Naura nampak ikut berfikir apa yang harus aku lakukan.

"Susah juga, kasihan Langit. Sekarang dia udah nggak belok lagi kan, tapi kalau denger lo jadian sama Rafif--Akh, buntu otak gue." dia mengambil bakso dari mangkuk pesanannya dan mengunyah perlahan.

"Apa gue kirim surat aja sama dia? ngomong sendiri kan susah."

Naura menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu buru-buru menelan kunyahan di mulutnya. "Itu lebih jahat lagi, mending lo ngomong langsung aja biar bisa dari hati ke hati. Biar lo tau juga kan sebenernya Langit suka beneran sama lo apa pura-pura."

"Iya ya, oke deh, ntar gue coba ngomong sama dia."

"Sip, semangat... nanti gue bantu."

"Bantu gimana, Ra?"

"Bantu doa hehe."

"Ish... "

Berbicara dengan Naura memang kadang memancing emosi. Kini aku paham apa yang dirasakan oleh Randy.

Kami menyelesaikan makanan masing-masing yang masih tersisa. Tidak ada lagi percakapan yang terjadi. Naura sibuk mengunyah, sementara aku sibuk berfikir.

Drrt... drrt...

Satu notifikasi muncul di ponselku yang ada di samping mangkuk bakso. Aku berbinar melihat pesan WhatsApp dari Rafif. Kemudian segera mengetikkan balasan untuknya.

Pipipnya Amel❤
| Aku boleh makan cilok nggak?
| Kangen cilok depan sekolah
12.39

Me
Boleh, nanti aku beliin ya|
12.39

Aku segera meneguk es teh manis untuk menetralkan pipiku yang memanas ini. Kalau setiap bertukar pesan saja pipiku terasa terbakar, lalu bagaimana jika aku bercakap-cakap secara langsung dengan dia? apakah aku praktis gosong seperti pantat panci?

"Heh, mikirin apa sih lo?" Naura menyeka sudut bibirnya dengan tissue karena telah usai menghabiskan bakso.

"Nggak, bukan apa-apa hehe."

"Jadi, ntar lo pulang bareng Langit, Mel?" tanya Naura.

"Iya, mau gimana lagi. Gue udah terlanjur iya-in ajakan belajar bareng dia."

Aku menghembuskan napas kasar ketika Naura menepuk-nepuk bahuku sebagai bentuk menenangkan.










🍂🍂🍂







Tinggal dua menit tersisa sebelum bel akan benar-benar berbunyi, namun di luar kelasku mendadak ramai oleh murid-murid dari kelas lain yang keluar lebih dulu. Tidak heran juga sih, kalau sudah seperti ini pasllti ada Langit yang muncul di sana.

Our Time [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang