"Mel, pulang duluan ya." Naura mencolek lenganku satu kali sebelum melambaikan tangan ke udara, berlalu melewatiku yang menunggu di bangku taman depan sekolah.Aku sudah tidak sabar duduk di mobil mewah sekelas lamborghini milik Langit. Ya Tuhan, demi apa cowok itu mengajakku pulang bersama juga. Meskipun tujuannya lebih utama untuk menyenangkan Rafif.
Miris sekali hidupku harus bersaing dengan sahabat sendiri.
Langit dan Rafif tengah melaksanakan sholat jumat di masjid sekolah. Seluruh murid laki-laki di sekolahku wajib mengikuti sholat jumat di sekolah sebelum diperbolehkan pulang.
"Lo seneng banget?"
"Seneng dong, sama lo ini. Suka gue tuh."
Aku segera berdiri ketika mendengar suara yang nampak kukenali. Ternyata Langit dan Rafif tengah berjalan ke arahku sambil berbincang asik.
Tolong, aku iri.
"Perut lo nggak papa tuh?"
"Nggak papa, stop khawatirin gue terus. Orang-orang ngira kita homo, anjir."
"Bodo amat, emang kenyataan."
Refleks aku membekap mulut. Perkataan Langit menusuk jantungku sampai tembus ke belakang. Kalau saja luka itu berasal dari pedang nyata, aku sudah berubah menjadi sundel bolong.
Langit menyikut lengan Rafif dengan tawa lebarnya. "Lo sebenernya suka, kan? kenapa malah lempar ke gue?"
"Brisik, anjrit! noh Amel denger." sentak Rafif
"Hai, teman-teman." kataku ramah, menyapa Langit dan Rafif, pura-pura tidak mendengarkan percakapan mereka.
Rafif tersenyum membalas sapaanku, sementara Langit seperti biasa hanya berekspresi datar.
"Ternyata lo beneran mau anterin kita pulang, makasih Langit."
"Biar Rafif aman."
"Eh?" Aku sungguh-sungguh sungguh terkejut. Langit frontal sekali mengatakan hal itu, ya Tuhan.
Rafif berdehem sebentar sebelum mendorong tubuh Langit menjauh darinya. "Sinting dia tuh, Mel."
"Sinting juga lo suka, kan?" tanya Langit.
"Diem deh ih! barusan gue udah yakin lo cowok karena ikutan sholat jumat, sekarang jangan kek banci lagi kenapa sih?!"
Langit acuh, dia hanya mengedikkan bahu seolah perkataan Rafif dan hinaan itu bukan apa-apa. Benar juga, Langit pasti sudah kebal dengan ejekan seperti itu.
"Ayo pulang, gue lemes pengin cepet nyampe rumah!"
"Lo sakit?" tanya Rafif, dia praktis menyentuh keningku dengan telapak tangannya. "Normal ini."
"Sakit batin gue, tau gak!" kutepis kasar lengan Rafif.
🍂🍂🍂
Tidak ada hal menarik yang kulakukan sepulang sekolah, seperti biasa. Tetapi hari ini aku memilih untuk tidur siang dan terbangun ketika Mama membangunkanku bersamaan dengan adzan maghrib. Hari ini Papa pulang cepat, tidak terlalu malam. Jadi kami bisa sholat maghrib dan isya secara berjamaah, momen yang jarang dilakukan bersama Papa karena sibuk dengan pekerjaan.
Malamnya Mama menyiapkan makan malam yang sangat istimewa. Katanya beliau baru belajar masak bareng ibu-ibu kompleks di acara rapat bulanan bersama Ibu RT. Menu kali ini sungguh lebih banyak dari makan malam biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Time [Completed]
Novela Juvenil[Daily Clover Marathon 2021] Tentang Rafif Dimansyah Fajaro, sahabatku, cinta pertamaku, yang belum juga kembali. Dia bilang dia tidak pernah pergi, dia ada bersama tetes hujan, embusan angin, dan terpaan cahaya senja. Aku belum menemukannya, bagaim...