Zico menggebrak meja dengan kesal, laki-laki itu menatap Alex yang masih sibuk mengetik sesuatu di laptop dengan fokus.
"Lex, gue tanya. Gue sama elo gantengan siapa?" Tanya Zico dengan nada masih kesal.
Alex melirik sekilas Zico, "Maksud lo apaan nanya gitu."
Zico berdecak, "Gue ganteng iya. Kaya iya. Otak yah lumayan lah.. Cuma kurang punya cewek kayak Natasha doang,"
Zico mendesah kecewa, "Ah, nyerah gue. Natasha terlalu sempurna. Gue cuma kentang."
Alex melirik Zico malas, "Hape lo daritadi bunyi. Natasha telpon. Gue gaberani angkat."
Mendengar itu, dengan kilat Zico langsung menyambar ponselnya lalu memeriksa benda persegi tersebut.
"DEMIIII?!! 5 PANGGILAN TAK TERJAWAB?!" Zico dengan semangat langsung menelpon balik nomor Natasha.
Zico berdehem pelan, tak lama panggilannya tersambung.
"Halo, Nat? Kenapa? Ada yang ketinggalan di sekolah?"
"Kenapa baru sekarang ngomongnya?" Tanya Natasha dari seberang.
Zico menggaruk tengkuknya bingung, "Kenapa?"
"Udah berapa lama?" Alih-alih menjawab pertanyaan Zico, Natasha terus mengajukan pertanyaan pada laki-laki yang sedikit merasa canggung.
"Aku gak bakal ngasih tau Alex kok, tenang aja." Zico tersenyum miris, tak ada suara setelahnya. Natasha memutuskan sambungan telponnya secara sepihak.
Alex yang merasa namanya di sebut melirik sekilas, "Ada apaan?"
"Gak ada apa-apa. Makan tuh martabaknya. Gue mau nyari pulpen di laci meja kelas orang-orang." Zico beranjak dengan langkah santainya, meninggalkan Alex yang bingung karena ditinggalkan dengan pertanyan yang belum dijawab.
***
Di satu sisi, Natasha sudah berada di depan gerbang rumahnya menunggu seseorang menjemputnya. Gadis itu dengan wajah gelisah memikirkan ucapan Zico saat di telpon.
Natasha merutuki sifatnya yang tidak peka terhadap perhatian orang-orang di sekitarnya. Gadis itu jadi ingat saat Zico selalu menyapanya dan menemaninya jika dirinya berjalan sendirian di koridor kelas. Laki-laki itu juga yang selalu membantunya ketika dirinya kesusahan membawa banyak buku tugas teman-teman kelasnya.
Ah, memikirkannya membuat dirinya ingin sekali menangis betapa kejamnya ia melukai perasaan Zico.padanya.
Natasha menghela napas lega saat matanya mendapati gadis dengan motor maticnya menghampiri dirinya.
"Kenapa, Nat? Kok kayak gelisah gitu? Ada buku yang ketinggalan di sekolah?" Ana yang baru datang itu menatap bingung Natasha. Pasalnya ia baru saja akan mengganti bajunya dengan baju santai rumahan dan bersiap-siap untuk makan. Tetapi sahabatnya itu menelponnya untuk segera menjemputnya di rumah.
"Bukannn, Aku harus ketemu Zico. Maaf jadi ngerepottin kamu," Jawab Natasha sedikit panik.
Ana mengernyitkan dahinya tak mengerti, "Ke sekolah? Apa ke rumah Zico?"
"Ke Sekolah, bisa kan Na?"
"Oke, pakek helmnya. Kita ke sekolah sekarang. "
Tanpa basa-basi lagi. Ana langsung melajukan motornya ke sekolah masih dengan kebingungannya mengenai keperluan gadis yang ia bonceng ini dengan sahabat Alex.
"Apa iya... Natasha udah peka sama perasaan Zico? Kalo iya... Syukur deh." Batin Ana melirik wajah gelisah Natasha dari kaca spion motornya.
***