Ana masuk ke dalam kelasnya dengan perasaan campur aduk. Gadis itu kemudian menghela napasnya dan membisikkam kata-kata penyemangat untuknya sendiri.
"Gapapa jelek sama pendek. Asal bisa ngehargain orang lain." Batin Ana.
Gadis itu lalu berjalan menuju bangkunya dan mengambil botol air minum di tasnya. Ia kemudian membuka tutup dan mulai meneguknya.
"Ana,"
Ana mendongak merasa namanya dipanggil, gadis itu mendapati seluruh teman perempuan satu kelasnya menatapnya dengan raut khawatir.
"Hah? Kenapa? Kok rame banget? Kalian gak lanjut main?" Gadis itu terkejut melihat seluruh teman perempuan di kelasnya berada di depan pintu.
"Enggak ah, banyak yang lihattin kita. Dan kamu emang gapapa? Kamu dihujat mereka loh." Ucap Reta lalu duduk di kursi kosong depannya.
"Aku enggak papa." Ana tersenyum tipis.
"Aneh banget gak sih sifat Awan hari ini?" Ucap salah satu teman perempuan Ana, Fitri.
"Hm... Aku rasa, dia suka sama kamu na." Kini Zura, salah satu teman Ana menatapnya dengan pandangan curiga.
"Hah? Gak mungkin." Ana menggeleng, tidak mungkin laki-laki itu menyukainya. Bertegur sapa dengan orang itu saja dia malas.
"Iyah, kenapa tiba-tiba? Kenapa gak dari dulu?" Natasha menyangkal ucapan Zura. Zura terlihat berpikir kembali.
"Aku ngerasa agak aneh waktu anak kelas lain lihat kita." Tita yang biasanya diam tiba-tiba membuka suara. Ana melihat temannya itu dengan tatapan setuju atas ucapannya.
"Gimana yah? Kan kelas kita itu emang kelas terpojok. Jadi jarang kelihatan. Kita juga jarang keluar. Paling cuma gengnya Awan yang sering keluar kelas." Sahut Reta, mereka semua mengangguk mengerti.
"Iya juga sih, kita kalo keluar merapatnya ke perpus. Bukan ke kantin." Natasha tersenyum mengingat aktivitas teman-teman sekelasnya. Kantin? Mereka semua bahkan memilih membawa bekal atau pergi ke koperasi sekolah untuk membeli makanan.
"Apa kita seculun itu? Sampek mereka lihattin kita kayak manusia yang baru keluar dari gua." Lia, si gadis yang biasanya diam membaca buku sambil menyumpal telinganya dengan earphone kini ikut menyahuti.
"Tapi tadi aku denger ada yang bilang gini, 'Ternyata cewek 12 IPA 1 cantik-cantik' gitu." Rika, gadis yang paling banyak tingkah di kelas ini menceritakannya dengan semangat yang menggebu-gebu.
"Aku juga denger ada cowok yang bilang kalo Ana itu imut. Gini, 'Itu yang disebelah Awan, imut juga." Merasa namanya disebut, Ana menoleh ke arah Sifa.
"Aku juga, tapi bukan imut. Ada yang bilang gini, 'Tuh cewek yang disebelah Awan enak kalo dipeluk'," Merasa namanya disebut kembali, Ana menatap ke arah Dita. Gadis bertubuh sedikit gempal yang selalu menjadi bahan ejekan di luar maupun di dalam kelas.
"Ada banyak respon positif kok buat bidadari-bidadari kelas kita. Tadi ada cowok yang cegat aku, buat minta nomor Reta." Reta yang merasa namanya dipangil menatap ke arah Kani, berharap semoga gadis itu tidak memberikan nomornya.
"Hehe, tadi ada yang minta nomorku malah." Ucap Rika dengan nada malu-malu.
Ana terkekeh, "Emang kalian tuh semua cantik-cantik. Aku jadi minder di kelas ini."