"Akh, Zion sakit!" Ladya mencoba melepaskan cengkraman Zion dari lengannya, gadis itu yakin bahwa laki-laki itu akan membawanya ke Gudang Sekolah yang telah di ubah menjadi sebuah private room, tanpa menunggu apa yang terjadi pun ia sudah tahu apa yang akan dilakukan padanya.
"Zion, aku bisa jalan sendiri!" Gadis itu berhasil menepis tangan laki-laki yang mencengkram lengannya. Namun, baru saja terlepas, Zion malah membopong Ladya ala bridal style
Anjir, liat deh Zion mulai lagi tuh
Eh ssssttt... entar orangnya denger
Zion melirik sekilas dua gadis yang tidak sengaja berjalan melawan arahnya, laki-laki itu tetap berjalan santai membopong Ladya.
"Malu goblok! Turunin!" Ladya terus saja meronta minta diturunkan, alhasil akhirnya Zion menurunkan gadis tersebut.
"Gue tau bakal dapet hukuman, dan gue selalu suka hukuman itu." Ladya balik menggandeng Zion, mereka berjalan beriringan menunuju private room.
Diam-diam Zico menepok jidatnya dibalik tembok setelah mendengar ucapan Ladya, "Sinting,"
Zico mengikuti kedua pasangan tersebut diam-diam, jujur saja jika ia melihat sendiri yang selama ini ia duga pada sepupunya itu. Awas saja, yah awas saja pokoknya.
Mereka berdua sampai, tepatnya lantai paling tinggi di sekolah sebelum atap. Lorong tersebut sangat sepi, hanya ada gudang dan ruangan kelas yang sudah tidak terpakai. Biasanya tempat itu digunakan sebagai tempat merokok, pacaran, dan tentunya modus.
Ba banana ba~ ba banana nana ba~ banana ba~
"Anjir pakek bunyi segala!" Zico buru-buru mengangkat telfonnya, untung saja posisinya berada agak jauh, ia yakin mereka tidak dengar.
"Halo! Apasih gue sibuk!"
"Zico maaf yah ganggu, yaudah aku tu--"
"Jangan!!! Sorry nat. Ada apa yah? Aku gak lagi sibuk kok,"
"A--ku boleh pulang bareng gak nanti?"
***
"Lo hamil,"
.
.
."Huh?"
"Lo bisa boongin semua orang, tapi gue enggak,"
Ladya menahan nafasnya, "Lalu apa? Kamu mau pergi kan?" gadis itu menatap sinis laki-laki di depannwya, lalu beberapa saat kemudian ia tertawa. Tawa miris. Menunjukkan betapa menyedihkan dan rendahnya hidupnya selama ini.
"Berapa bulan?"
"Tiga,"
"Sebelum gue, lo tidur sama siapa?"
"Rian,"
Zion berdecak, "Dia pindah ke Aussie,"
Ladya menunduk, kemudian tak lama itu mendongak kembali, "Kamu gak perlu tanggung jawab. Biar aku besarin anak aku sendiri,"
Zion membulatkan matanya, dengan reflek laki-laki itu menjitak pelan kepala Ladya, "Kalo itu anak gue, lo tetep besarin dia sendirian?"
"Mustahil! Yang tidur bareng aku duluan Rian, bukan kamu," Jawab Ladya sambil mengelus kepalanya.
"Yah siapa tau aja benihnya Rian gak berkualitas kan?"
"Aku gak tau, sebelum anak ini lahir, aku gak tau siapa ayahnya. Rian atau kamu," Ladya menunduk lagi, gadis itu berharap bahwa yang ada di perutnya itu adalah anak Zion. Ia yakin kehidupan anak itu pasti terjamin jika dengan laki-laki di depannya.