(18) The Colour of Feeling

7 6 0
                                    

By: Ichsan

**


Di balik selimut putih bersih itu, ada satu manusia yang bisa dikatakan pemilik sifat malas ter-akut di muka bumi. Kalian tentu pernah merasakan, rasa malas sekali bangun dari tempat yang membuat kalian nyaman, yaitu kasur. Tapi kali ini berbeda, kehidupan yang di alami gadis ini, pasti tidak pernah kalian rasakan sebelumnya. Amanda Salsabila, gadis dengan sikap malas menjalani kehidupan karena di beri anugrah dapat melihat warna perasaan seseorang. Tapi Manda, mendefinisikannya bukan sebagai anugrah, melainkan kutukan.

"Manda, bangun yuk! udah siang," wanita  penyayang ini adalah ibunya. Tugasnya adalah memasak, dan membuka jendela kamar milik Amanda hingga gadis itu terganggu, lalu terpaksa bangun.

Tapi rasanya pagi ini Manda benar-benar malas ke sekolah milik pemerintah itu. Pasalnya, ia kesal sendiri, saat mengetahui banyak orang yang pura-pura menyukainya. Manda membuka sedikit selimut yang menutupi kepalanya, dan memperhatikan aura yang terpancar dari wanita yang membangunkannya itu. Warnanya kuning, seperti warna sinar matahari pagi ini yang menerobos masuk ke dalam kamarnya, seolah memaksanya untuk bangun. Ibunya memang selalu memancarkan warna itu, yang menandakan ia selalu bahagia.

***

"Manda! lo kenapa baru berangkat?" siswi dengan tas ransel berwana merah muda, berlari tergopoh-gopoh mendekati Amanda, yang terlihat masih berjalan santai, padahal gerbang sekolah akan segera tertutup untuk selama-lamanya bagi siswa yang terlambat.

Amanda melihat aura berwarna biru terpancar dari tubuh temannya itu. Menandakan ia sedang di rundung kesedihan.

"Kenapa lo Sis? Pagi-pagi udah melow aja?" tanya Amanda acuh tak acuh pada Siska.
"Gue abis di putusin Nda, gue sedih." Jawab Siska dengan ekpresi yang terlihat sangat menyedihkan. Amanda hanya melirik Siska dengan tatapan sinis.
"Si Rio Rio itu?" pertanyaan Amanda di jawab oleh Siska dengan anggukan ragu. "Kan udah gue bilang, lo tuh gak usah sama dia. Sekarang? lo sedih kan? goblok sih jadi cewek!" cibiran Amanda samakin mempermalukan Siska. Gadis itu malu pada dirinya sendiri.
"Iya gue salah, gue minta maaf." Siska yang malang, padahal hubunganya dengan Rio baru bertahan bebebrapa minggu, belum genap satu bulan.

Sambil berjalan menuju kelas, Siska menghujani berbagai pertanyaan pada Amanda. "Man, selama dua tahun ini gue jadi temen lo, gue gak pernah liat lo pacaran? lo masih normal kan?" Pertanyaan itu membuat Amanda jengah, lalu Manda menatap sahabatnya itu dengan tatapan seolah ingin menelan Siska bulat-bulat.

"Gue belum nemu yang cocok aja. Lo sendiri tau kan? banyak yang deketin gue? tapi gue nya gak suka, so buat apa?" memang semua cowok yang mendekati Amanda menunjukan aura yang rata-rata berwarna sama, yaitu abu-abu. Itu tandanya ada maksud tertentu para cowok itu mendekatinya.

"Oh gitu yah, gue kira lo udah gak suka cowok. Hehe..." Ucap Siska tak merasa berdosa.

Hari itu sekolah mereka kedatangan siswa baru pindahan dari luar kota. Siswa itu menaiki mobil mewah, membuat semua siswi mentapnya dengan tatapan kagum, sedangkan para siswa memandang cowok itu dengan tatapan iri.

Cowok itu melewati koridor dengan gagah dan sangat percaya diri. Ia menggunakan kaca mata hitam, dengan rambut rapih bergaris tengah. Namun naas, saat itu ia tidak menabrak Amanda yang sama-sama tidak melihat cowok itu. Alhasil posisi mereka kini sama-sama terbaring di tanah dengan wajah yang hanya berajarak kurang lebjh satu senti. Amanda dapat merasakan hembusan nafas cowok itu, begitu juga sebaliknya. Siska hanya diam, dengan tatapan seolah tak percaya.

Selama beberapa detik Amanda hanya bisa diam. Sampai ia menyadari ada sesuatu yang berbeda kali ini. Amanda tidak bisa melihat warna aura cowok itu dengan jelas. Beberapa warna tercampur dengan asal, sehingga sulit di artikan.

"M__ ma__ maaf," cowok itu membantu Amanda berdiri.
"G__ g__ gue juga minta maaf," jawab Amanda salah tingkah.
"Oh iya, kenalin gue Alvaro Adijaya, siswa baru beberapa menit yang lalu." ucap Alvaro sambil mengulurkan tangan nya ke arah Amanda dan menunjukan sederet gigi putihnya.
"Gue Amanda Salsabila. Salam kenal," nada bicara Amanda terdengar canggung. Ia tidak pernah seperti ini sebelumnya.

"Ehem! uhuk... uhuk..." Siska pura-pura batuk karena ia merasa dirinya di abaikan oleh Amanda.
"Oh kenalin, ini Siska," Siska langsung menjabat tangan Alvaro dengan kasar.
"Gue lagi nyari kelas XII MIPA 3, kalian tahu nggak dimana?" tanya Alvaro sesaat setelah berjabatan dengan Siska.
"Oh kebetulan kelas kita juga disitu, bareng aja." Ajak Amanda tanpa ragu.
"Ciee... Ciee... Baru kenal tapi langsung akrab chek," goda Siska lagi.
"Apaan sih?!" Amanda mencubit lengan atas Siska, membuat gadis itu meringis sakit.
"Oh ya udah yuk," akhirnya mereka bertiga pun menuju kelas XII MIPA 3 bersama.

.

***

Kring....

Bel istirahat berbunyi dengan lantang. Seperti biasa Amanda dan Siska akan menuju ke kantin, membeli beberapa makanan ringan untuk mengisi perut. Tapi saat mereka akan melangkah keluar, Alvaro meminta tolong pada Amanda mengajarkan mata pelajaran matematika.

"Mau tolong ajarin gue gak?" Alvaro menyodorkan buku matematika itu ke arah Amanda.
"Boleh," jawab Amanda dengan senang hati. "Sis lo duluan aja yah," lanjut Amanda menyuruh Siska agar ke kantin terlebih dahulu.
"Okeh deh," Siska dan siswa-siswi lainnya berpergian ke kantin. Di kelas hanya ada Alvaro dan Amanda.

Saat Amanda sedang menjelaskan materi itu, tiba-tiba saja tanganya di genggam oleh Alvaro. Hal itu sukses membuat Amanda panik.

"Amanda Salsabila, mulai sekarang lo jadi pacar gue yah." Nada bicara Alvaro terdengar mantap.

"Tapi kenapa? kita kan baru kenal sehari?" ekspresi Amanda bercampur antara bingung dan takut.

"Gue tahu apa yang lo rasain, karena gue juga ngerasain. Kita sama-sama bisa melihat warna perasaan. Tapi saat ketemu lo, gue gak bisa lakuin itu. Dan gue ngerasa, tuhan emang nyiptain lo buat gue."

"Gue juga tahu itu, tapi gue terlalu takut sama orag baru."

"Gue bakal jaga lo, I promise."

Amanda pun menganguk dengan malu-malu. Dan hari itu mereka pun resmi berpacaran.


End

Fant's AntologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang