"ZUKO!"
Kedua iris Karin melebar melihat lelaki itu tergeletak tak bernyawa. Darah segar telah membanjiri tubuh Zuko. Gadis itu meneguk ludah, susah payah melihat kejadian yang telah jarang ia lihat.
"Fuh, lagi-lagi aku harus mengotori tangan sendiri. Pekerjaan ini ternyata sama sekali tidak mudah," sahut Leo seraya menepuk-nepuk ujung bajunya yang kotor. Dia menarik sebelah alisnya. "Kenapa kamu jadi terlihat kesal?"
"Kenapa kamu membunuhnya?" tanya Karin dengan penuh amarah. Giginya kini bergemelatuk.
"Kenapa? Karena dia mau membunuhmu. Seharusnya kamu berterima kasih padaku karena telat satu detik saja, keadaannya akan jadi terbalik," jawab Leo dengan santai. Disimpannya kembali pistol yang telah ia kenakan tadi.
"Ta-tapi—"
"Atau kamu benar-benar ingin dibunuhnya, hm?" tanya Leo seraya memincingkan matanya. Kemudian dia menyengir lebar dan menggerakkan jari telunjuknya, mengisyaratkan penolakan. "Tentu saja tidak bisa. Aku tidak mau perjuanganku selama dua tahun ini sia-sia, ehehehe."
"Dua tahun?" Karin menarik sebelah alisnnya. Kemudian dia terbelalak lebar, menyadari kenyataan pahit yang baru terpikirkan dalam benaknya. "Jangan-jangan kamu—"
"Tunggu. Percakapan kita tidak bisa dilanjutkan di sini. Aku harus menelepon rekanku," ucap Leo yang memotong ucapan Karin. Kemudian dia meraih telepon yang ada di balik sakunya dan mengerling saat melihat raut Karin yang kembali berubah tak percaya.
Karin memejamkan mata dan menyenderkan punggungnya di dinding yang dingin. "Dari milyaran manusia yang hidup di bumi ini, kenapa aku harus bertemu dengan dia, ya Tuhan?"
"Halo?" Leo membuka percakapan dan menelepon seseorang dengan santai. Tak ada raut ketakutan sedikit pun yang terpancar dari wajahnya. "Ya, ini aku. Aku sudah menyelesaikan misi 034."
Karin kembali membuka mata dan mengernyit dalam-dalam. Penasaran siapa yang sedang di hubungi oleh pria itu. Mendengar kata 'misi' saja sudah membuat Leo seperti seorang agen yang sedang diam-diam melaksanakan misi.
Sebenarnya siapa Leo itu? Sampai sekarang mengamatinya pun, Karin sama sekali tidak bisa menebak apa yang sebenarnya orang itu pikirkan.
"Iya, seperti biasa kamu bisa langsung membereskannya," ucap Leo yang kembali melirik Karin dengan licik. "Iya. Ah, kebetulan sekali target misi 001 ada di depanku saat ini."
Misi 001? Aku misi pertamanya ...!?
Karin susah payah meneguk ludah, mempersiapkan diri untuk keadaan terburuk. Terlebih ketika melihat Leo yang terkekeh di sela-sela pembicaraannya dan sesekali meliriknya dengan tatapan mengerikan.
"Iya, tenang saja. Ini akan menjadi misi terakhirku," ucap Leo di sela pembicaraannya. Ia menghela nafas panjang dan menyeringai tipis. "Hm, mungkin? Karena di sini kita sama-sama korban di masa lalu, kan? Ahahaha."
"Apa yang sebenarnya dia bicarakan, sih?" gumam Karin yang sama sekali tak paham. Terlalu banyak tanda tanya besar di benaknya saat ini. Bahkan Karin tak yakin kalau Leo akan menjawabnya sekalipun Karin terus menanyakannya.
Tapi setidaknya, Karin ingin mengetahui kebenaran. Sekalipun hari ini adalah hari terakhir di dunia ini, dia tidak ingin mati tanpa tahu apa-apa.
"Iya, jangan banyak bacot deh. Aku tutup ya. Sampai ketemu di Alam Baka," ucap Leo yang telah memutus sambungan secara sepihak. Kemudian ia kembali menatap Karin dan melangkah mendekatinya. "Kenapa menatapku seperti itu?"
"Kamu ini ... sebenarnya siapa, Leo?" tanya Karin dengan pelan. Ia menggigit bibir bawahnya, menahan emosi yang memuncak. "Kenapa kamu benar-benar ingin membunuhku? Apa ini ada kaitannya dengan masa laluku dan ayah tiriku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LACUNA [✔️]
Romance"Tidak ada yang bisa membunuhmu, selain aku, Karin. Karena kamu milikku." "Leo, aku benar-benar membencimu!" *** Karin, cewek dingin yang selalu acuh akan sekitarnya. Sedangkan Leo, lelaki humble yang ternyata menyimpan sejuta misteri. Pertemuannya...