11. Perjanjian Mematikan

126 18 2
                                    

Karin menghela nafas untuk kesekian kalinya di sore ini. Angin yang menerpa wajahnya dengan lembut sama sekali tak membuatnya nyaman. Di tatapnya punggung Leo yang tengah mengendarai sepeda motor itu.

Benar-benar gila. Selama hidup Karin, ia tidak akan pernah menyangka akan dibonceng oleh pangeran sekolah ke tempat kerja sambilannya. Apalagi, ini Leo yang memaksanya. Bukan Karin.

Jika bukan karena dalih perjanjian baru mereka, Karin tak akan pernah sudi duduk di jok belakang Leo seperti saat ini. Tapi demi perjanjian itu, Karin harus rela menurunkan sedikit harga dirinya.

Beruntung saat mereka keluar tadi, sekolah telah sepi. Kalau tidak, mana berani Karin mengikuti permainan lelaki licik ini. Bagaimanapun juga, Karin masih waras. Ia tidak ingin menjadi amukan masa kalau ketahuan berboncengan seperti ini dari sekolah.

Ckiiit!

Motor Leo berhenti tepat di depan sebuah kafe. Karin buru-buru turun dan merapikan roknya yang jadi agak kusut. Sementara Leo hanya bisa tersenyum lebar memperhatikan gadis itu.

"Apa liat-liat?" tanya Karin galak. Ia mendengus dan mengusirnya dengan satu tangan. "Udah sana. Makasih ya."

"Ah, Karin. Jangan lupa ya aku masih belum mengutarakan syarat perjanjian kita," bisik Leo seraya menyeringai tipis. "Kamu benar-benar tidak menyesal, kan?"

"Enggak. Asalkan bukan sesuatu yang menyinggung SARA, narkoba, dan kejahatan seksual, aku akan mengiyakan semua syaratmu. Demi ibuku," ucap Karin dengan penuh penekanan dan sorot mata tajam. "Ini bukan semata aku mau dekat denganmu, ya. Jangan ge-er."

"Ahahaha, kamu memang benar-benar menarik, Karin!" Leo tertawa puas seraya memperhatikan sorot mata Karin yang tak pernah biasa. "Entah kenapa lama-lama aku jadi suka dengan kedua matamu itu."

"Dan entah kenapa lama-lama kamu itu benar-benar freak, Leo," sahut Karin seraya memasang wajah jijik. "Sana pergi. Udah enggak ada yang mau kamu omongin, kan?"

"Kamu enggak mau nawarin aku buat mampir dulu gitu?" tanya Leo dengan senyuman jahilnya. Ia sengaja mengelus tenggorokannya dan berpura-pura serak. "Aku udah ehem! Ehem! Haus, nih!"

Karin langsung memutar bola matanya malas dan berbalik tanpa memedulikan Leo yang syok. Ia terlalu malas untuk sekadar bercanda dengan Leo yang sudah merubah hari-harinya itu.

Lagipula mereka tak ada hubungan lebih, kenapa juga ia harus peduli lebih?

Karin menggeleng pelan dan segera masuk ke dalam kafe setelah melirik Leo yang masih bertopang dagu menatapnya. Entah kenapa, Karin merasa harus memberi jarak pada Leo yang suka seenaknya itu.

Sementara itu Leo menahan tawanya ketika punggung Karin lenyap dari pandangan. Ia merenggangkan tubuhnya sejenak sebelum kembali mengenakan helm dan menyalakan motornya.

"Hmm, lama-lama gadis itu semakin menarik. Bagaimana kalau memberinya sebuah kejutan nanti malam, ya? Orang itu pasti akan kembali, kan?" gumam Leo sambil menyeringai tipis di balik kaca helmnya. "Yang namanya gadungan, pasti akan terus mencari pengakuan."

***

"Gila! Karin udah punya pacar sodara-sodara!" seru Rui dengan kencang. Dirangkulnya bahu Karin dengan sok akrab seraya tersenyum jahil. "Sekarang dia bahkan dianterin pake motor ninja. Gila, sih! Keren abis!"

"Pacar gundulmu!" sahut Karin seraya menepis tangan Rui pelan.

"Kalau bukan pacar apa dong namanya? Teman tapi mesra? Atau hubungan tanpa status? Aih, ternyata Karin udah dewasa nih ye~!" goda Rui lagi.

Karin memutar bola matanya malas dan mengendikkan bahu. "Jangan salah paham. Aku sama sekali enggak ada hubungan romantis sama dia."

"Aih, Karin enggak seru nih!" Rui mengerucutkan bibirnya. Kemudian kembali mendramatisir keadaan. "Sesekali kamu harus merasakan cinta tau! Kamu akan tahu gimana rasa senangnya dianterin oleh seorang pangeran dan bahagia selamanya ...."

LACUNA [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang