Karin membuka matanya perlahan ketika merasakan sinar matahari yang mulai menelusup sela-sela tirai jendela kamar. Ia mengucek kedua matanya perlahan sebelum beranjak bangun dan merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Setelah itu, Karin segera membasuh muka dan menatap pantulan dirinya di cermin.
Lihatlah dirinya yang begitu kacau. Kantung mata yang menghiasi wajah, rambutnya kusut, dan badannya yang masih tidak enak. Pagi ini, Alice masih merasa buruk.
Kemarin setelah pulang sekolah, Karin izin tidak masuk kerja sambilan dan berniat untuk istirahat. Tapi pada akhirnya, berada di dalam rumah justru membuatnya semakin tertekan dan kembali mengembalikan niatnya untuk bunuh diri.
Untung saja dering nada telepon menyadarkan pikirannya yang kalap. Jika saja ibunya tidak menelepon semalam, pasti dia telah tergeletak mengenaskan saat ini.
"Aww," rintihnya pelan ketika mengganti plester yang telah dipenuhi bercak darah kering. Sebelum luka itu kembali terbuka, dia menggantinya dengan plester baru. Untung saja seragamnya berlengan panjang, jadi mudah untuh menyembunyikan luka seperti ini.
Setelah selesai mengganti plester dan berseragam, Karin segera menyiapkan bekal makan siangnya. Hanya dalam lima belas menit, mie telur sederhana sudah masuk ke dalam kotak makan.
Sebelum berangkat sekolah, Karin melirik tanggal yang telah ia lingkari pada kalender yang tergantung di dinding. Karin menautkan alis, merasa sesuatu yang buruk mungkin akan terjadi lagi.
"Ah, hari ini, ya? Ck, bakal izin part-time lagi dong," keluh Karin dengan pelan.
.
.
.Sesampainya di sekolah, Karin segera melangkah ke kelasnya dengan cepat. Seperti pagi biasanya, beberapa pasang mata kembali menyorotnya tajam, mengamati tiap langkah Karin, dan membicarakannya di belakang.
Duk!
Karin hampir saja terjatuh apabila dia tidak berpegangan pada pilar dinding di depannya. Gadis itu mendelik tajam pada beberapa orang yang tengah mengerjainya, sedangkan yang ditatap langsung buang muka dan bersiul seolah tak tau apa-apa.
Karin hanya berdecih sebal dan segera meninggalkan orang-orang itu. Padahal ini masih pukul 06.05 dan Karin sudah sengaja datang sepagi ini supaya tidak diganggu anak-anak nakal. Rupanya masih saja ada orang yang nekat menjadikannya bahan tertawaan.
"Tsk, lain kali aku harus datang lebih pagi lagi," gumam Karin seraya masuk ke dalam pintu kelasnya.
Suasana di dalam begitu kelas masih sangat sepi, bahkan hanya ada dua tas yang sudah menempati bangku-bangku kosong, salah satunya adalah tas Leo yang berada di depan bangkunya. Karin menautkan alis, heran kenapa lelaki itu bisa datang sepagi ini.
Tapi Karin tidak ambil pusing dan langsung duduk di tempatnya dengan santai. Sambil bertopang dagu, ia mulai menggulir beranda layar handphone-nya dan mulai membaca artikel yang menarik.
"Ah, Karin!"
Karin melirik, mendapati Leo yang tengah membawa dua bungkus roti dan susu ke dalam kelas. Kedua alis Karin kembali tertaut tidak suka ketika Leo menghampirinya dengan wajah sumringah, seolah kejadian kemarin tidak pernah terjadi.
Padahal Karin sudah memintanya untuk menjauh, tapi kenapa Leo masih sok akrab begini? Karin tidak habis pikir.
"Apa lagi?" tanya Karin dengan berat hati.
"Aku minta maaf!" seru Leo sambil menyatukan kedua tangannya dan menunduk. "Aku benar-benar minta maaf kalau aku berbuat salah."
Karin langsung tersentak dan melirik sekitar dengan cemas. Untung saja hanya ada mereka berdua di dalam kelas. Bisa gawat kalau ada yang melihat seorang Leo meminta maaf sampai menunduk dalam pada Karin.
KAMU SEDANG MEMBACA
LACUNA [✔️]
Romance"Tidak ada yang bisa membunuhmu, selain aku, Karin. Karena kamu milikku." "Leo, aku benar-benar membencimu!" *** Karin, cewek dingin yang selalu acuh akan sekitarnya. Sedangkan Leo, lelaki humble yang ternyata menyimpan sejuta misteri. Pertemuannya...