2. Kabar Burung

311 43 12
                                    

Kling kling.

Gantungan yang dipasang di tengah langit pintu berbunyi nyaring ketika Karin mendorong masuk pintu kafe, tempat kerja sambilannya.

Sejak orang tuanya terjerumus suatu kasus besar satu tahun yang lalu, kehidupannya tidak lagi mudah, apalagi masalah ekonominya. Bahkan untuk bersekolah di Dienga High School pun Karin hanya bisa mengandalkan tabungannya sendiri. Oleh karenanya, gadis itu memutuskan untuk bekerja part time demi mencukupi kebutuhan pribadinya.

"Karin, selamat datang!" seru salah seorang gadis berambut hitam panjang yang tersenyum ke arahnya.

"Ah, Rui." Karin tersenyum tipis dan melambaikan tangan.

"Tumben kamu datang cepat hari ini. Padahal kita masih punya waktu 20 menit untuk membuka kafe." Rui, nama gadis berambut hitam itu semakin mengembangkan senyumannya.

Karin mengedarkan pandangan. Hanya ada tiga orang staff yang masih bersih-bersih kafe, termasuk Rui. Ternyata benar, Karin terlalu cepat datang ke sini.

Karena masih mempunyai waktu luang, Karin memutuskan untuk istirahat sejenak di salah satu bangku pelanggan dan menyampirkan tas ranselnya di atas meja panjang.

"Kamu mau es teh, Karin? Aku baru saja membuatnya," tawar Rui sambil menunjukkan seteko es teh besar di depannya.

"Boleh." Karin mengangguk.

Rui merupakan salah satu teman kerja Karin yang bekerja sebagai kasir. Perawakannya manis dengan rambut hitam panjang yang tertata rapi. Gadis itu selalu mengenakan riasan tipis yang tampak elegan dan dipadu dengan bandana dengan warna cerah setiap harinya untuk memikat hati para pelanggan. Meski berani berpenampilan seperti itu, sebenarnya Rui juga pelajar seperti Karin. Hanya saja dia belum cukup beruntung untuk bisa memasuki Dienga High School.

"Bagaimana hari pertama di tahun keduamu? Ada perkembangan?" tanya Rui antusias ketika menghampiri meja Karin sambil menyajikan segelas es teh besar.

"Biasa saja," jawab Karin seraya mengambil gelas besar itu. "Thanks ya es tehnya."

"Kenapa kamu selalu menjawab seperti itu, sih?" tanya Rui heran. "Apa sekolah itu benar-benar buruk bagimu?"

"Hmm, tidak juga."

"Karin ...."

Karin yang tidak berniat menjawab hanya memalingkan muka sambil mengaduk-aduk es tehnya. Rui yang tidak suka diabaikan langsung mengambil tempat di hadapan Karin dengan tatapan mengintimidasi.

"Kamu kena bullying lagi?" tebak Rui langsung.

Karin hanya menjawab dengan mengangkat kedua bahu sambil menyeruput es tehnya.

"Karin, kenapa kamu selalu diam, sih?" tanya Rui tidak habis pikir. Meski Karin hanya memutar bola matanya malas, Rui tetap melanjutkan, "kalau kamu diam, mereka akan semakin menghabisimu, Karin!"

"Dan kenapa kamu selalu ingin tahu?" Karin membalikkan pertanyaan itu dengan nada sedingin es.

"Oh, ayolah, Karin ... Tidak ada salahnya kan kalau kita saling berbagi cerita? Toh, aku selalu curhat padamu."

"Tapi bukan berarti aku akan cerita, kan?"

Kali ini giliran Rui yang memutar bola matanya, agak kesal dengan sifat tertutup yang dimiliki teman kerjanya ini. Sebenarnya Rui bisa menebak apa masalah Karin di sekolah, tetapi entah kenapa gadis di hadapannya ini tidak bersikap seperti gadis-gadis pada umumnya. Karin tipikal orang yang dingin, tidak cerewet, jarang sekali bercerita, dan hanya akan diam jika tidak ditanya apapun. Kehidupan Karin benar-benar tertutup, meski mereka telah saling kenal kurang lebih selama satu tahun lamanya.

LACUNA [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang