"Elia meninggal ...?!" Salah satu murid memekik tak sengaja. "Kenapa? Bukannya dari kemarin dia baik-baik aja?"
"Tidak, dia sama sekali tidak baik-baik aja," ucap Pak Javid dengan pelan. "Selama ini, kenyataan bahwa Elia menghilang dari rumah selalu kami sembunyikan."
Seketika kelas langsung dipenuhi atmosfer tegang. Guru besar itu tampak berat hati mengemukakan semuanya.
"Penyebab kematiannya, almarhum telah ditemukan dalam keadaan mengenaskan dan tak bernyawa."
Kelas langsung riuh akan bisik-bisik. Di antara ketegangan itu, Pak Javid terus melanjutkan ucapannya.
"Bapak juga sekarang ingin bilang kalau kalian harus hati-hati di mana pun kalian berada," ucap Pak Javid dengan tegas.
Karin mengerjap tak percaya. Wajahnya langsung pucat ketika teringat bagaimana terakhir gadis itu memperlakukannya kasar. Terlebih kedatangan Niken tadi pagi.
Karin menggertakkan giginya ketika beberapa pasang langsung menyorotnya tajam, seolah melemparkan semua tuduhan pada Karin tanpa alasan jelas.
Ah, ini gawat. Lagi-lagi, ia akan menjadi korban gosip netizen di sini.
Jika ada orang yang tahu bagaimana penindasan yang Elia lakukan, pasti tuduhan orang-orang akan semakin mengarah pada Karin. Mengira sebagai tindakan balas dendam dan amarah semata.
Padahal jelas-jelas Karin sama sekali tidak melakukan apapun. Dia bahkan tidak tahu di mana Elia berada setelah menghilang.
Siapa pembunuhnya? Dan kenapa? Tidak mungkin kan kalau dalang itu hanya ingin melampiaskan tuduhan ke Karin?
Sekarang ia hanya berharap kalau kematian Elia sama sekali tak ada hubungannya dengan percobaan pembunuhan yang akhir-akhir ini menimpanya. Karin sama sekali tak habis pikir jika dalang di balik kejahatan ini sama.
"Ya, mari kita mulai pelajaran hari ini." Pak Javid memecah ketegangan dalam kelas dan mulai membuka buku paket yang sedari tadi di bawanya. "Uang bela sungkawa bisa dikumpulkan nanti saat istirahat. Sekarang buka buku cetak halaman 30."
Karin membuka buku paketnya dengan malas. Meski saat ini aura Pak Javid terlihat begitu sangar, Karin sama sekali tak merasa takut padanya. Jujur saja, ia masih memikirkan kematian Elia.
Pasalnya, kalaupunini hanya kebetulan kenapa jeda waktunya sangat dekat dengan percobaan pembunuhannya? Kenapa juga harus Elia? Kenapa bukan orang lain? Leo, misalnya?
Diliriknya punggung Leo yang tegap. Lelaki itu masih menatap papan tulis dengan santai, bahkan tampak fokus mendengarkan penjelasan Pak Javid yang mulai menerangkan di papan tulis.
Ah, sepertinya ada yang salah di sini. Bagaimana bisa Leo sangat santai dan sama sekali tidak syok atas kematian mantan teman dekatnya?
Karin meneguk ludah. Otaknya sudah tidak bisa berpikir jernih lagi. Ia tak bisa mengontrol kecurigaannya selain pada lelaki yang duduk di depannya ini.
Pasti Leo tahu suatu hal besar yang sama sekali tak diketahuinya. Atau kemungkinan terburuknya, lelaki itu tengah merencanakan sesuatu pada Karin.
Ah, sial.
"Kenapa aku jadi memikirkan hal enggak penting kayak gini, sih?" gumam Karin dengan sangat pelan seraya menyeka poninya. "Kenapa juga orang-orang jadi suka sok misterius begini?"
***
Jam istirahat. Karin berdiam diri dalam kelas seraya memainkan ponselnya dengan malas. Dikenakan earphone putih yang senantiasa menemani hari-harinya. Sesekali ia melirik orang-orang yang tengah menatap dan menggosipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LACUNA [✔️]
Romansa"Tidak ada yang bisa membunuhmu, selain aku, Karin. Karena kamu milikku." "Leo, aku benar-benar membencimu!" *** Karin, cewek dingin yang selalu acuh akan sekitarnya. Sedangkan Leo, lelaki humble yang ternyata menyimpan sejuta misteri. Pertemuannya...