15. Apa Kita Teman?

93 18 2
                                    

"Kalau memang aku, kamu mau apa, Karin?" bisik Leo sebelum meniup telinga Karin jahil.

Karin terbelalak dan refleks menarik diri saat Leo memincingkan mata menatapnya licik. Ia langsung menatap tajam dan menggertakkan giginya. Diusapnya telinga yang sukses membuat sekujur tubuhnya merinding.

Leo benar-benar tidak waras. Karin melirik sekitar kelas sebelum kembali menatap Leo yang tengah tersenyum lebar. Kemudian gadis itu berdecak sebal.

Bagaimana pun juga tindakan Leo sungguh berbahaya. Beruntung tak ada yang begitu memperhatikan mereka. Kalau tidak, pasti keadaan akan semakin rumit.

Bagaimana bisa lelaki itu melakukan sesuatu yang dapat memicu kebencian haters semakin besar? Karin benar-benar tidak mengerti jalan pikir orang ini.

"Ahahaha, aku bercanda. Kenapa serius banget gitu, sih?" tanya Leo sebelum terkekeh pelan dan mengibas-ngibaskan tangannya. "Tidak baik loh terlalu curiga pada seseorang. Apalagi pada orang yang telah membantumu selama ini."

"Jangan bercanda, Leo. Ini sama sekali enggak lucu," ucap Karin dengan penuh penekanan. "Kamu pasti tau kan siapa dalang di balik semua ini?"

"Tidak tau," ucap Leo seraya mengendikkan bahu santai.

"Jangan bohong!" desak Karin lagi.

Leo menarik sebelah alisnya. "Apa aku keliatan seperti orang yang sedang berbohong?"

Karin mengangguk tegas. Bagaimana pun juga, Leo selalu menjadi sosok yang misterius baginya. Ia tidak akan heran kalau ternyata Leo memang tengah berbohong dan menyembunyikan sesuatu darinya.

"Haaah, kamu ini ...." Leo menghela nafas lelah dan memijit keningnya. "Sudah kubilang aku enggak tau. Aku juga enggak berbohong. Kenapa kamu benar-benar suka mencurigai orang, sih?"

"Karena kamu selalu mencurigakan, Leo," sahut Karin seraya mendekap kedua tangannya.

"Kalau aku tau, aku pasti akan melapor ke polisi, kan?" sahut Leo seraya mengendikkan bahu. Ia bertopang dagu dan kembali menghela nafas panjang. "Atau mungkin, aku juga sudah membunuhnya."

"Leo!" Karin memperingatinya dengan penuh penekanan. "Sudah kubilang kan candaanmu itu sama sekali enggak lucu."

"Tenang saja, itu enggak akan terjadi." Leo tersenyum kecil dan mengibaskan tangannya, mengisyaratkan Karin untuk tetap tenang. "Karena kenyataannya, aku sama sekali enggak tau apa-apa. Lebih tepatnya, belum menemukan apa-apa."

Karin menggigit bibir bawahnya dan semakin menatap tajam pangeran sekolah itu. "Bagaimana bisa aku tau kamu berbohong atau tidak?"

"Hmm, mudah saja," sahut Leo santai. Ia menunjuk dirinya sendiri dengan ibu jari seraya tersenyum lebar. "Percaya saja padaku. Kita kan teman."

"Ha! Mana mungkin?" Karin tersenyum paksa dan ikut bertopang dagu. "Memangnya aku akan mempercayaimu semudah itu, hah?"

"Hmm, pasti. Cepat atau lambat, kamu akan percaya dengan semua kata-kataku," ucap Leo dengan penuh keyakinan. Ia bahkan tersenyum mantap seolah Karin akan mempercayainya semudah itu.

Karin menggelengkan kepalanya pasrah. Orang ini benar-benar ...

"Lidah itu mudah berdusta. Kalau enggak ada pembuktian sama aja dong," balas Karin dingin. Ia berdecih kesal. "Memangnya menumpahkan kepercayaan pada seseorang itu mudah, hah?"

"Susah kalau orangnya enggak percayaan sepertimu," sahut Leo seraya mengendikkan bahu. Melihat Karin yang semakin kesal, Leo kembali menghela nafas dan mulai berbicara serius. "Tapi ya kalau aku memang orang jahat, untuk apa aku menolongmu selama ini, Karin?"

LACUNA [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang