1. Sebuah Awal Di Tahun Kedua

412 46 15
                                    

Tap, tap, tap!

Karin melangkahkan kedua kakinya di lorong sekolah. Ketukan sepatunya terdengar begitu jelas. Iris saphirenya menatap datar beberapa anak yang mulai saling berbisik saat pandangan mereka tak sengaja bertemu.

"Sst, dia datang. Dia datang!"

"Hari ini ada rumor apalagi tentang dia?"

"Masuk sini pake beasiswa aja belagu. Sok-sok an dingin begitu."

Bisikan-bisikan itu terdengar begitu jelas. Karin mempercepat langkah dan mengenakan earphone yang sedari tadi di simpan dalam saku jaketnya. Sambil bersenandung dalam hati, gadis itu mengacuhkan puluhan pasang mata yang selalu menatapnya rendah.

Orang-orang kaya memang selalu punya kuasa untuk menjatuhkan orang miskin sepertinya. Tapi Karin tidak ambil pusing. Dia tidak punya waktu untuk meladeni itu semua.

"Kenapa semakin hari semakin ricuh, sih," gumamnya sangat pelan. "Anak-anak bodoh."

Untuk mengalihkan perhatiannya, Karin menatap layar berita handphone. Lagi-lagi berita pembunuhan, penculikan, dan mutilasi. Gadis itu menghela nafas malas. Entah kenapa kasus pembunuhan sadis sedang menjadi topik viral di beranda beritanya. Tapi Karin bukan tipe orang yang suka membaca topik-topik seperti itu.

"Rasanya lebih baik bunuh diri," gumamnya tanpa sadar. "Ganti, ganti, ganti."

Pandangannya pun teralihkan pada salah satu berita yang terpampang di beranda musik. Oh, rupanya berita mengenai konser musik salah satu band rock Jepang kesukaannya akan melakukan tour di musim ini.

Karin tersenyum dalam hati. Karena terlalu asyik membaca berita itu, sepasang iris saphirenya menjadi tak menangkap keberadaan orang di hadapannya.

Bruuk!

Langkah Karin terhenti ketika bahunya tak sengaja menabrak salah seorang lelaki bersurai perak hingga ponselnya terjatuh tepat di depan kaki lelaki itu. Karin menahan nafas, hampir saja terinjak jika lelaki itu tidak menghentikan langkahnya.

"Ah, maaf," sesal Karin pelan. Alih-alih membungkuk untuk mengambil ponsel hitam itu, dua tangan kasar justru sengaja mendorongnya hingga terjatuh.

"Makanya, jalan pakai mata! Jangan pake dengkul!"

Karin mengaduh pelan dan mendongak, mencari siapa pemilik tangan kasar itu. Dia pun baru sadar kalau di sebelah lelaki yang ditabraknya, ada seorang gadis berambut ikal yang sangat angkuh. Gadis ikal itu berdecih dan beralih pada lelaki di sampingnya, menepuk-nepuk bahu yang tak sengaja tertabrak.

"Untung aja kamu enggak apa-apa," gadis ikal itu menatap sinis, "cewek bar-bar itu emang salah satu generasi nunduk."

"Psst, lihat-lihat. Pagi-pagi dia udah cari masalah."

"Ga habis pikir ih aku. Ada ya orang yang kayak gitu."

"Sengaja banget nabrak prince charming kita. Ih dia pikir mau kayak di sinetron kali ya."

Gosip demi gosip kembali berkicau. Karin mendengus, meniup poninya yang berantakan. Drama-drama menjijikkan ini sudah seringkali Karin tonton di televisi, tapi baru kali ini ada wanita ular yang benar-benar nyata di hadapannya.

"Elia, kamu terlalu berlebihan. Aku tidak apa-apa." Lelaki bersurai perak itu mengulurkan tangannya dan tersenyum pada Karin. "Maaf ya."

"Terimakasih. Tapi aku bisa sendiri," ucap Karin dan beranjak berdiri tanpa menerima uluran tangan tersebut. Tatapannya segera beralih pada layar handphone yang sedikit retak.

LACUNA [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang