Epilog

210 23 1
                                    

"Jadi ... hari ini Bapak akan mengumumkan berita duka dari teman-teman kita," ucap Pak Javid sebelum memulai pelajaran biologi pagi itu. Wajah yang biasanya tegas dan bersemangat, kini tertekuk dan berekspresi sedih.

Seketika itu juga kelas langsung riuh. Siswa-siswi saling berbisik, menggosipi siapa yang telah menjadi pulang mendahului mereka. Kemudian Pak Javid berdeham keras, menghentikan keriuhan dalam kelas dan menatap satu per satu mata di dalam kelas itu dengan serius.

"Telah meninggal teman sekaligus keluarga kita, sang ketua kelas XI unggulan, Zuko Alviansyah, Elia Zefanya dari kelas reguler dan Karina Margaritta dari kelas unggulan. Mari kita doakan kepergian mereka agar ruh dan jiwanya tenang di sisi-Nya."

Seketika kelas hening. Wajah mereka pucat. Tiga nama yang telah menemui kematian membuat mereka semua tegang sekaligus takut.

"Bapak harap ... kalian semua memaafkan kesalahan mereka, baik yang disengaja maupun tidak disengaja," ujar Pak Javid dengan raut tertekuk.

Leo yang sedari tadi berpangku tangan mengangkat sebelah alisnya dan menahan diri agar tidak tersenyum sedikitpun. Sementara jarinya mengetuk-ngetuk meja kayu dengan tidak sabar.

"Karena bapak sendiri baru mendengar tentang penindasan pada salah satu teman kita yang telah meninggal. Kami, semua guru di sekolah ini sangat sedih mendengarnya. Kami berharap kejadian itu tak akan terulang lagi," ucap Pak Javid dengan suara bergetar.

Leo melirik teman sekelasnya satu per satu dengan puas. Wajah mereka semakin pucat, terutama para siswi yang biasanya menggosipi Karin dengan hal yang tidak-tidak.

"Dan kalian para penindas, hukuman akan tetap diberikan. Ada seorang murid yang telah memberikan semua data dan rekaman penindasan. Bapak tahu kalau di kelas ini juga pasti ada pelakunya. Oleh karena itu, persiapkan diri kalian semua untuk diinterogasi."

Leo mendengus pelan. Kemudian memainkan handphonenya yang disembunyikan di laci meja. Melihat berkas-berkas rekaman video yang berada di handphonenya. Diliriknys pula ke jendela sekolah. Orang-orang berseragam polisi tampak menyusuri lorong sekolah dengan beberapa guru.

"Ya, jadi langsung saja kita melanjutkan pelajaran kita. Silahkan buka buku paket halaman 234 dan kerjakan soal pilihan ganda sampai esai. Bapak akan berikan waktu dua jam. Silahkan dikerjakan sebaik-baiknya."

Begitu tugas diberikan, Pak Javid tampak tergesa-gesa keluar ruang kelas. Kelas pun kembali riuh saat Pak Javid menutup pintu kelas dengan kencang. Bisikan-bisikan terdengar panik membicarakan kematian ketiga orang itu.

"Gila-gila! Ini pasti pembunuhan berantai. Masa kita sampai diinterogerasi sih!?"

"Iya. Apalagi tentang Karin. Ya ampun, seram banget!"

"Jangan-jangan ini kayak di film-film lagi! Gimana ... kalo ternyata ada seorang pembunuh di kelas ini?"

"Hush, jangan nakutin gitu ah!"

Leo yang sedari tadi menunduk dan berpura-pura mengerjakan soal biologi hanya bisa tertawa dalam hati mendengar gosipan para cewek yang duduk tiga bangku di belakangnya. Kemudian ia bersenandung pelan dan mengetuk-ngetuk pulpennya.

"Dasar bodoh," gumamnya sangat pelan. "Hm, apa ... lebih baik aku melanjutkan pekerjaan sampingan ini ya?"

Yah, walaupun sebenarnya Leo lebih suka disebut sebagai pembasmi kejahatan daripada pembunuh. Tapi jika dia tidak tertangkap juga kali ini, mungkin dia akan melanjutkan pekerjaan yang amat menyenangkan ini.

Lagi-lagi Leo tertawa dalam hati. Dia benar-benar menantikannya. 

***

TAMAT

***

Terimakasih banyak untuk teman-teman yang telah membaca cerita ini sampai akhir. Peluk cium darikuuh! 

Terimakasih juga pada forwistree yang telah mengizinkanku berpartisipasi dalam dienga high school series sampai selesaai! Aku shayang kaliaan!

Jangan lupa vote dan komen yaa! Sampai jumpa di karyaku yang lain!

[04.01.2021]

LACUNA [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang