Fahri menutup buku 'she or He'. Isi dari buku tersebut berhasil memengaruhinya. Ia sudah selesai baca sejak kemarin sore, namun rasa penasarannya akan kepastian membuatnya berkali-kali membaca ulang bagian-bagian yang menurutnya merupakan petunjuk baginya.
"Cintailah dia yang mencintai Allah," gumam Fahri, membaca kalimat kutipan di tengah buku. Ia membuka halaman selanjutnya.
"Jodoh itu cerminan diri. Kalau bukan jodoh, berarti dia gak baik untukmu. Allah Maha Mencocokkan Hamba-Hamba-Nya," lanjut Fahri. Ia merenungkan kalimat yang satu itu. Jodoh itu cerminan diri. Mungkinkah kutipan ini adalah perwujudan dari Q.S. An-Nur ayat 26?
Fahri membuka halaman berikutnya. "Doa. Hanya doa yang mampu melembutkan hati yang keras menjadi lembut dan hati yang sudah memilih menjadi berpaling," gumam Fahri. Ia rasakan darahnya menghangat di dalam kulitnya, entah kenapa.
Fahri menutup buku itu lagi, menaruhnya di atas meja ruang tamu. Ia bersandar ke sofa, menatap langit-langit rumahnya.
"Sukainah itu sholehah. Dia pasti cinta sama Tuhannya. Kalau sholehah, berarti udah pasti baik. Aku juga baik. Gak ngelakuin yang macem-macem," Fahri bergumam sendiri. "Tapi..."
....Hamzah juga baik. Dipikir-pikir mereka berdua cocok.
Fahri mulai membayangkan Hamzah dan Sukainah yang sedang berbincang di depan masjid kemarin sore.
Wajah mereka juga cocok... Jangan-jangan...
Fahri melompat dan berlari ke kamarnya. Rizki yang sedang membaca koran di ruang tengah menoleh heran.
Fahri berdiri di depan kaca dan menatap setiap senti wajahnya.
"Ganteng, ah... Gak kalah sama Hamzah," kata Fahri menyemangati diri sendiri.
Ia kembali dilanda perasaan gundah. Apakah hati Sukainah sudah terketuk oleh sikap baik Hamzah? Lalu ia harus bagaimana sekarang? Bertemu saja jarang, hanya seminggu sekali. Itu pun ketika ekskul, sedangkan di masjid antara akhwat dan Ikhwan terdapat tirai pembatas. Fahri harus berusaha ekstra untuk melihat gadis itu ketika bubar, namun Sukainah seringkali tidak terlihat. Seperti di sosial medianya, gadis itu tidak pernah memposting foto apa pun, selain dengan keluarganya.
Fahri keluar kamar, mengambil buku itu lagi dan membacanya di atas ranjang.
"Yang terjaga untuk yang terjaga," Fahri mulai membaca lagi. Fahri jelas mengerti apa maksudnya. Ia pun membuka Instagram Sukainah. Tak ada foto. Kemudian Fahri menekan tombol akunnya sendiri dan ada ratusan foto Fahri di sana. Sedang nongkrong di kafe, ala-ala ootd, jalan-jalan, bahkan selfie estetik.
Fahri membuang nafas. "Kalau orang liat, dari ig aja udah beda banget."
Fahri mencari username Hamzah, lalu ia membuka Instagram kawannya itu.
Hanya ada beberapa foto langit di sana. Hamzah senang menjepret langit, dan sorotannya dipenuhi oleh quote dakwah. Fahri mulai menguntit. Hamzah tidak senang mengekspos apa pun di sosial media, begitupun Sukainah. Mereka banyak kesamaan!
Ia pun membuka story yang sudah Hamzah tambahkan empat jam yang lalu. Isinya berhasil membuat Fahri semakin yakin bahwa Hamzah benar-benar menyukai Sukainah.
Fahri tertegun. Siapa, siapa?
Fahri menatap jam dinding di kamarnya. Waktu menunjukkan pukul setengah dua siang. Mungkin Hamzah baru selesai shalat duha ketika memposting story itu. Fahri melotot.
YA ALLAH BELUM SHALAT DZUHUR!
Ia melompat dan mengambil air wudhu. Ia shalat, dengan gerakan yang lebih cepat dari biasanya. Rupanya, Rizki memerhatikannya sedari tadi. Ia menggeleng pelan lalu melipat korannya.
"Assalamu'alaikum.. assalamu'alaikum.." ucap Fahri ketika menyelesaikan gerakan salam terakhir.
"Ri.. kok shalatnya meni gurung gusuh gitu," komentar Rizki, Fahri terbelalak menyadari ayahnya ternyata sudah memerhatikannya shalat sedari tadi. "Katanya mau jodoh sholehah, gimana kalau Allah kasih Fahri pasangan yang shalatnya gak khusyuk?"
Fahri tersambar lagi. Ucapan ayahnya membuatnya terpaku. "Maaf Yah."
Rizki kembali menggeleng, dan duduk di kasur Fahri. Fahri pun melipat sajadahnya.
"Kok udahan lagi?" Tanya Rizki.
Fahri berhenti melipat-lipat. "Udahan apa, Yah?"
"Gak ngaji?" Tanya Rizki.
Fahri terdiam beberapa saat lalu berkata, "Biasanya juga Fahri ngajinya udah maghrib."
Rizki terkekeh. "Emang ada yang jamin Sukainah ngajinya udah Maghrib aja?"
Fahri bergeming, tak tahu hendak merespon apa. Rizki pun memilih untuk berjalan keluar kamar, membiarkan Fahri merenungi setiap ucapannya.
"Kamu mau Sukainah, 'kan?" Tanya Rizki, tangannya menggenggam gagang pintu. Fahri tak menjawab. Rizki pun melanjutkan tanpa menunggu anaknya berbicara. "Minimal kejar dengan samain perilaku. Takutnya ada yang lebih baik buat dia. Lebih sholeh. Lebih mampu membuat gadis itu semakin dekat sama Tuhannya. Itu juga kalau kamu mau." Pintu pun tertutup.
"Kamu ngaji waé!" Seru Fahri ketika melirik Hamzah sedang membuka aplikasi Al-Qur'an di ponsel miliknya.
Hamzah berhenti menggerakkan mulutnya. "Hehe," tawa Hamzah. Fahri tersenyum kecil dan memilih untuk membuka buku catatannya. Sholeh banget tuh anak. Jamkos kini masih aja ngaji, Fahri membatin.
KAMU SEDANG MEMBACA
HABIBTY [COMPLETED]
Teen FictionIa tidak pernah menyangka bahwa ternyata, jika ia memperbaiki hubungannya dengan Tuhan, itu berarti Tuhan akan memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia pula. Fahri namanya. Seorang siswa SMA Negeri yang mencari arti dari falsafah kecintaan kep...