Kelas

58 13 0
                                    

Hari pertama Fahri di sekolah memang menyenangkan, ia terus menerus bersyukur dengan pemberian Tuhan yang satu ini--ia bisa bersekolah di SMA favorit impian semua orang seusianya dan langsung mendapatkan dua orang teman yang super asyik.

Wisnu dan Hamzah merupakan tipe teman yang tulus dan apa adanya. Hal itu terlihat dari cara mereka mengajak Fahri berkenalan dan menolong Fahri ketika ia sedang kesusahan selama MOS. Dan kini, buktinya Wisnu senang sekali membuat lelucon dan Hamzah yang bersedia mentraktir mereka.

Fahri berharap semoga tidak akan ada masalah di antara mereka bertiga, karena tidak begitu mudah bagi Fahri mendapatkan teman yang dapat bertahan lama.

Fahri duduk di bangkunya, mencorat-coret buku bagian belakang dengan pulpennya. Sedaritadi, Hamzah sibuk membaca buku, sudah berjam-jam fokus dengan bacaannya. Hal itu membuat Fahri melirik penasaran.

"Baca apaan tuh?" Tanya Fahri, menyodorkan sedikit kepalanya.

Hamzah menoleh dan menutup buku, memperlihatkan sampulnya. "Oh ini... Aku minjem dari perpus tadi."

Sampul itu berwarna biru tua, tanpa gambar apa pun dan hanya judul yang terdiri dari tiga kata : Jodoh Terbaik Menurut-Nya.

Fahri tersentak. "Ngapain kamu baca buku yang gitu?"

Hamzah tertawa. Ia selalu tertawa. "Enggak gitu... Aku cuman penasaran aja sama judulnya. Sempet aneh juga kenapa di perpus SMA ada buku kayak gini. Ya mungkin biar pembaca gak salah jalan aja. Apalagi masa-masa gini lagi suka-sukaan, 'kan?"

Fahri tertegun mendengar penuturan Hamzah. Benar, masa SMA sedang masa puber dan sudah memasuki usia matang untuk siap menikah.

Fahri menggeleng. "Aku jadi mikir jauh," Fahri merubah posisi duduknya menjadi menghadap Hamzah. "Eh kamu tertarik nikah muda emangnya?"

Hamzah tersenyum. "Iya. Kalau misalnya ditakdirkan nikah muda, bolehlah."

"Emang diizinin?" Tanya Fahri.

Hamzah mengangguk. "Usul Abi udah keluar SMA langsung nikah."

"HAH NAON?!" Teriak Fahri. Teman-teman sekelas menoleh penasaran. Fahri menutup mulut sambil melambaikan tangan. "Maaf maaf."

Hamzah hanya terkekeh menatap ekspresi Fahri yang begitu kaget. "Itu kan cuman usul, Ri. Lagian aku juga pengen kuliah dulu."

Fahri manggut-manggut. Dari gelagat Hamzah, memang dia terlihat anak yang sangat baik. Hal itu terbukti dari sikapnya yang sopan dan ramah. Membaca buku pun tentang agama. Fahri? Lebih baik menonton anime seharian saja.

"Kamu gak bosen baca buku agama begini?" Fahri mengambil buku dari tangan Hamzah. "Soalnya tulisan semua tuh liat." Fahri mengusap lembaran kertas yang menunjukkan tulisan-tulisan berdempet dan memusingkan.

"Ya, kadang. Namanya juga buku agama. Godaannya lebih besar dibanding baca buku yang lain. Cepet ngantuk sama bosen," ujar Hamzah. "Tapi yang pasti manfaatnya lebih besar dan bonusnya dapet pahala."

Fahri meliriknya. "Harus shaleh dulu ya kalau mau baca buku agama?" Fahri mengembalikan buku tersebut.

Pertanyaan itu mengundang tawa renyah dari Hamzah. "Ya enggak atuh Ri. Adanya buku agama itu kan bisa buat kita makin shaleh. Kalau buku agama cuman diperuntukkan buat yang shaleh aja, atuh yang baik makin baik, yang lalai makin lalai."

Fahri tersenyum mendengar penuturan Hamzah. Teman barunya ini memiliki pemikiran yang terbuka. Fahri menyimpulkan, Hamzah bisa jadi tempat curhat Fahri jika ia sedang ada masalah.

"Berdiri!" Teriak KM kelas mereka.

Fahri dan Hamzah menoleh dan melihat guru masuk, dan mereka berdiri. Satu kelas mengucapkan salam kepada guru berkacamata tersebut, lalu ia menyuruh anak-anak untuk duduk.

HABIBTY [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang