Bel istirahat pertama mereka di sekolah baru kini berdering, mengundang kericuhan yang mulai memenuhi setiap ruang kelas, termasuk kelas X MIPA 4.
"Hi.. nama kamu siapa?"
Fahri menghentikan kegiatannya memasukkan buku ke dalam tas dan di depannya sudah berdiri seorang perempuan dengan rambut panjang terurai, wajahnya manis dengan lesung pipi. Fahri tak langsung menjawab dan Hamzah menyenggol sikutnya.
"Eh--Fahri," jawab Fahri singkat. Fahri tampak tak nyaman.
"Aku Diana," perempuan tadi menjulurkan tangannya. Ketika Fahri hendak membalas salam Diana, Hamzah langsung merapatkan kedua telapak tangannya, memperkenalkan diri.
"Kenalin juga aku Hamzah," kata Hamzah, tangannya seolah mengisyaratkan kepada Fahri untuk tidak menerima jabatan tangan dari Diana.
Fahri mengikuti gerakan tangan Hamzah, menempelkan kedua telapaknya dan sedikit mengangguk. Diana tampak tidak enak diperlakukan seperti itu, tangannya turun dan niatnya kini urung untuk menjadikan Fahri sebagai teman.
"Salam kenal ya kalian berdua," ucap Diana, tersenyum simpul lalu dia berbalik dan pergi keluar kelas.
"Emang kunaon sih?" Tanya Fahri tak sabar.
Hamzah tertawa kecil. "Can halal."
Belum sempat Fahri menyahut, Wisnu datang dan menggebrak meja, membuat mereka berdua terlonjak. "EUY! Hayu ke kantin!"
Fahri menoleh. "Traktir?"
Senyum Wisnu memudar. "Belum juga kenal satu minggu."
"Halaahh bilang aja gak punya uang!" Ucap Fahri cekikikan.
"Emang," jawab Wisnu, wajahnya nampak serius, membuat Fahri kini tak enak hati telah bercanda soal itu. Padahal Fahri tidak bermaksud menyinggung apa pun. Fahri melirik baju seragam Wisnu yang warnanya sudah agak menguning, dan dapat disimpulkan Wisnu memakai baju seragam bekas kakaknya yang baru saja lulus tahun kemarin. Fahri pun menggerling gelisah, berharap Wisnu tidak terlalu menganggap serius candaannya tadi.
Hamzah pun seperti mengerti situasi. "Ku urang sok di jajanan!"
Wisnu tersenyum begitu lebar, begitupun Fahri yang lega karena Hamzah bisa mencairkan suasana.
Baru kenal saja Hamzah sudah baik begini.
~~~
Di kantin, suasana begitu ramai dengan wajah-wajah baru kelas X. Fahri menangkap sekelompok anak laki-laki kelas 12 yang berkumpul di salah satu kantin, pakaian mereka tidak serapih ketika upacara tadi. Kancing kerah mereka telah dibuka, dasi mereka tak lagi terikat rapi dan rambut mereka berpomade.
Keren, batin Fahri.
Hamzah menarik Fahri untuk duduk di bangku yang kosong. Mereka pun buru-buru mengisi tempat tersebut sebelum ada orang lain yang menempati.
"Gak nyangka bisa masuk sini," Wisnu membuka pembicaraan.
"Sama," sahut Fahri.
"Sama," sahut Hamzah. Ia mengetuk-ngetuk tangannya ke meja sambil melihat-lihat daftar menu yang tertempel di lemari kantin. "Mau pada makan apa?"
Fahri ikut membaca menu. "Batagor aja."
"Wisnu?" Tanya Hamzah.
Wisnu sedari tadi hanya senyam-senyum menatap kantin yang ramai, dan menggeleng. "Sok wéhlah. Gak di traktir juga gak apa-apa. Yang tadi mah cuman bercanda."
Hamzah memukul bahu Wisnu. "Eh meni éraan geleh."
Wisnu hanya tertawa. "Yaudah samain kayak Fahri."
Hamzah mengangguk dan berdiri menghampiri ibu kantin.
"Nuhun, nya!" Fahri berucap. Hamzah mengacungkan jempol.
Wisnu masih melanjutkan kegiatannya memerhatikan kantin yang terbilang lebih dari sederhana ini. Makanan dari berbagai macam jenis dan rasa berjajar sampai beberapa meter jauh ke sana. Itu artinya, harus ada uang jajan lebih jika masuk ke area sini.
Fahri menyandarkan tubuhnya, tersenyum senang akhirnya bisa menikmati makanan di kantin SMA yang ia dambakan.
"Kamu mau makan apa?" Tanya seseorang. Fahri menoleh, ternyata itu berasal dari anak perempuan yang sedang bertanya kepada temannya.
"Aku bawa bekel," jawab teman yang ditanya.
Fahri membulatkan mata, suaranya seperti tak asing di telinganya. Dan benar saja, perempuan berjilbab panjang itu kini berjalan mengikuti temannya yang memesan makanan, masih satu kantin dengan Fahri.
Tangan perempuan itu menggenggam tempat minum dan tempat makan berwarna oranye. Fahri menatap wajah gadis itu, tatapannya teduh dan hidungnya mancung seperti keturunan timur tengah.
"Sukainah mau gak?" Temannya bertanya sambil menyodorkan permen loli.
"Enggak sok aja," jawab Sukainah sambil tersenyum.
Jadi Sukainah namanya. Nama yang indah, seindah...
"Yeuh!" Hamzah menaruh tiga mangkok batagor yang ia bawa sekaligus. Fahri tersadar karena gebrakan meja yang cukup keras.
"AYE!" Wisnu melompat girang dan mengambil garpu.
Hamzah duduk di antara Fahri dan Wisnu, melahap makanan yang ia pesan. Fahri pura-pura menyibukkan diri dengan memotong-motong tahu yang sebenarnya sudah dipotong kecil-kecil oleh ibu kantin. Hamzah melirik heran, ia menyadari ada sesuatu yang sedang Fahri lakukan.
Fahri menahan diri untuk tidak terus memerhatikan gerak-gerik Sukainah. Tapi ia tidak bisa. Ia terlalu penasaran dengan gadis itu, entah karena apa.
"Liatin siapa, Ri?" Tanya Hamzah, lagi-lagi membuyarkan lamunannya. "Geulis, nya?" Bisik Hamzah.
Fahri menahan malu, "Eh..."
Hamzah tertawa. "Apal urang gé. Tong bari popolototan wéh atuh ningalikeuna!"
"Ayah tahu dia cantik. Tapi jangan sampai melotot gitu liatnya."
Ucapan yang Hamzah lontarkan persis seperti yang ayahnya katakan ketika mendaftar sekolah. Fahri mengernyit, kenapa bisa kebetulan begini?
"Yuk!" Ajak teman Sukainah, dan kedua perempuan itu pun pergi. Fahri membuang nafas sedih, sekaligus lega karena akhirnya ia bisa bernafas dengan bebas, tak harus berperilaku aneh lagi.
Hamzah menggumamkan sesuatu di sebelahnya, namun Fahri tidak sepenuhnya mendengar karena pikirannya tertuju dengan pemilik Tupperware oranye itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HABIBTY [COMPLETED]
Teen FictionIa tidak pernah menyangka bahwa ternyata, jika ia memperbaiki hubungannya dengan Tuhan, itu berarti Tuhan akan memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia pula. Fahri namanya. Seorang siswa SMA Negeri yang mencari arti dari falsafah kecintaan kep...