Ekstrakurikuler

49 10 0
                                    

Anak-anak X MIPA 4 berkumpul di sekeliling bangku Aldan yang sibuk menulis daftar nama kelas beserta eskul yang akan diikuti.

"Aldan aku musik!"

"Aku voli!"

"Paduan suara!"

"Aku juga klub matematika!!"

Perempuan saling sahut menyahut, ingin namanya ditulis lebih dulu oleh Aldan.

"ISHH! MENI GARARANDÉNG!" Teriak Farhan sambil menutup telinganya gusar. Anak-anak perempuan hanya cekikikan menanggapinya.

Mau tak mau, Aldan menulis daftar anak perempuan terlebih dahulu dan ketika selesai, beberapa dari mereka masih saja belum menyingkir dari hadapannya.

"Awas dulu, sekarang giliran cowok!" Tegas Aldan. Diana dan dua temannya mendengus kesal, lalu berlalu. Aldan berkerut, terus menerus jengkel dengan kelakuan teman sekelasnya.

"Sabar, Dan. Resiko punya muka ganteng sih." Fahri menepuk bahu Aldan yang kini berwajah masam.

"Abisnya pada kecentilan begitu!" Ucap Aldan kesal.

"Gak semua," bela Hamzah.

Aldan menghela nafas dan menatap Hamzah. "Iya gak semua. Tapi noh!" Aldan mengedikkan kepala ke bangku Diana yang berada jauh di belakangnya. "Bikin ilfeel."

Fahri tertawa menanggapinya. Fahri tahu dari ayahnya bahwa perempuan yang terlalu agresif semacam itu memang membuat kaum adam jengah dan jengkel. Fahri sedikit menyayangkan sikap mereka yang mempermalukan diri sendiri. Apakah semua perempuan itu sama?

Tok tok tok!

Terdengar suara ketukan di pintu. "Permisi, ada Aldan?"

Fahri menoleh. Ah, ternyata tidak semua perempuan sama.

Di ambang pintu kini berdiri Sukainah, yang kepalanya melongok ke dalam kelas. Namun Fahri menelan ludah pahit, mengetahui bahwa gadis itu mampir ke kelasnya untuk mencari Aldan.

"Iya ada!" Sahut Aldan. Wajahnya begitu sumringah. Fahri mengatupkan bibirnya, kini matanya menatap mereka berdua.

Aldan menghampiri Sukainah yang entah mengapa nampak begitu ceria. Mereka berdua seperti sudah saling mengenal satu sama lain.

Mereka bercakap-cakap sebentar, lalu Sukainah berbalik dan menghilang.

Aldan kembali, ada sunggingan tipis dari bibirnya.

"Tadi kamu apa, Ri? Voli ya?" Tanya Aldan, duduk di bangkunya.

"Basket," koreksi Fahri datar. Ternyata benar, Aldan kehilangan fokus setelah bertemu Sukainah.

"Ah iya iya," Aldan langsung menuliskan nama Fahri beserta kata basket, di sebelahnya.

Fahri berbalik dan mengambil tasnya, disusul Hamzah.

"Mau kemana, Ri?" Hamzah menghampiri. Fahri keluar kelas dan menatap kelas X MIPA 2 yang ramai. Fahri membuang muka, urung mencari keberadaan Sukainah.

"Gak tahu," jawab Fahri seadanya. Padahal ia amat tahu apa yang sedang dirasakannya. Hamzah merangkul Fahri.

"Samperin Wisnu aja kuy," Hamzah pun menarik Fahri untuk menghampiri kelas X MIPA 3.

Tak lama, Wisnu keluar kelas dengan tas yang berada di punggungnya. Wajahnya berbinar.

"Yuk!" Ajak Wisnu.

"Kemana?" Tanya Hamzah dan Fahri bersamaan.

"Gak tahu. Kalian mau kemana?" Tanya Wisnu menatap kedua temannya itu bergantian.

"Lah!" Ucap Hamzah menggeleng-gelengkan kepala.

"Ambil x-school apa Nu?" Tanya Fahri.

Wisnu tersenyum sambil memukul dadanya bangga. "Pramuka!"

"Widihhh!!!" Hamzah dan Fahri bertepuk tangan, kagum dengan semangat Wisnu dan kesetiannya kepada Pramuka sejak dia duduk di bangku Sekolah Dasar.

Wisnu hanya nyengir menanggapinya. Lalu, pengumuman di speaker sekolah untuk berkumpul dengan eskul masing-masing membuat mereka kini saling pamit untuk berpisah.

"Urang langsung ka masjid," kata Hamzah.

"Urang ka lapang," ucap Fahri girang.

"Urang menta hampura mun loba salah," sahut Wisnu. Hamzah dan Fahri urung membalikkan badan dan heran mendengar ucapan Wisnu.

"Naon sihh??" Fahri dan Hamzah pun mendorong kepala Wisnu dan mengacak-acak rambutnya.

Mereka bertiga pun saling melambaikan tangan dan berpisah di tengah lorong. Hamzah berjalan lurus menuju masjid, Wisnu berbalik menuju ruang Pramuka, dan Fahri berbelok ke kiri menuju lapangan.

Fahri menghela nafas dan menggenggam lengan tasnya dengan kuat.

Semoga beruntung di eskul ini, Fahri. Ucapnya menyemangati diri sendiri.

Dan untungnya, eskul basket memiliki senior yang begitu baik dan ramah. Hanya saja, teman seangkatan Fahri yang belum terlihat saling berbaur. Jumpa pertama eskul hari ini hanya membahas tentang keunikan eskul masing-masing dan memperkenalkan para pengurusnya.

Fahri duduk sendirian di barisan paling belakang. Matanya sesekali memicing karena sinar mentari yang lumayan menyorot pagi ini.

Tiba-tiba saja, pikirannya melayang ke suasana masjid dan anak-anak rohis yang duduk di dalamnya. Entah mengapa hatinya berkata bahwa ia salah masuk ekstrakurikuler. Tapi, buru-buru ia tepis pemikiran itu karena Fahri sangat membutuhkan kejuaraan basket dan mengumpulkan piagam seperti waktu SMP. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi masa depannya. Fahri membuang nafas pelan, tenang saja, tenang saja. Semua akan baik-baik saja.




HABIBTY [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang