"Shobahul Khair, Fahri!" Nicko menyapa Fahri ketika baru masuk kelas.
"Assalamu'alaikum Akhi..." Soni, dan teman-temanya yang lain ikut menyapa.
"Wa'alaikumussalam," jawab Fahri ramah. Hamzah terkekeh-kekeh di sebelah Fahri.
"Cie." Hamzah menyikut Fahri. "Aku seneng lihat kamu hijrah gini."
"Alhamdulillah... Doain aja Istiqomah kayak kamu ya Zah," ucap Fahri senang. Hamzah mengangguk.
Fahri kini berubah drastis menjadi seorang lelaki yang selalu menjaga dirinya. Ia kian meninggalkan hal-hal tidak bermanfaat dan lebih fokus dengan ibadahnya. Hamzah sempat berpikir, apa yang sudah Fahri lakukan terhadap Tuhannya sehingga Allah memberikan kenikmatan yang begitu besar--termasuk memberi Sukainah. Hamzah tidak pernah merasa dengki. Hanya saja, ia merasa bersedih atas dirinya sendiri. Hamzah pun tidak merasa posisi rankingnya direbut begitu saja. Hamzah tahu, belajarnya sedang menurun. Baru kali ini Hamzah merasa cukup untuk dirinya sendiri.
~~~
Wisnu, Hamzah dan Fahri saling berebut melihat daftar nama mereka di mading sekolah. Hari ini, kelulusan telah diumumkan. Dan kini saatnya, mereka bertiga melihat hasil ujian mereka.
Fahri berada di peringkat ke 6 dengan nilai kelulusan tertinggi, disusul Hamzah yang berada di posisi ke 7, dan Wisnu berada di posisi ke 10 dari 300 siswa-- tidak ada yang menyangka Wisnu mendapatkan nilai tertinggi.
"Untung Nu sepuluh besar ogeee!" Fahri mengacak rambut Wisnu yang basah oleh pomade.
Wisnu menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya, tangannya mengusap-usap dada terharu. "Mashallah euy. Gak nyangka pisan. Berkat tobat ini mah."
Hamzah berulang kali berucap syukur dan memeluk kedua sahabatnya itu dengan erat. Aldan tiba-tiba saja melompat ke arah mereka bertiga.
"Alhamdulillah LULUSS!!!" Teriak anak lelaki tampan itu.
"Mantap Dannnn juara umum yeuh!" Wisnu menggoda Aldan.
Aldan tertawa bahagia. "Alhamdulillah. Bosen dari kelas sepuluh urutan ke duaaa terus."
Fahri senang mendengarnya. Teman-teman seperjuangannya mendapatkan hasil terbaik di hari kelulusan. Termasuk Sukainah. Ia berada di urutan ke 4 dengan nilai tertinggi.
"Kamu mau lanjut kemana?" Fahri membuka pertanyaan.
"Alhamdulillah hasil SNM kemarin aku keterima di fikom UNPID." Aldan membuka pembicaraan.
"Waah Alhamdulillah..." ucap teman-temannya bangga.
"Kalau kamu Nu?" tanya Fahri kepada Wisnu.
"Aku pengennya ambil jurusan teknik di IBT. Tapi asa tinggi teuing mimpina." Wisnu berkata.
"Ehh jangan gitu. Rezeki mah gak ada yang tahu, Nu," kata Hamzah menguatkan Wisnu. Wisnu pun kembali merasa bersemangat untuk ikut tes masuk perguruan tinggi negeri nanti. Tanpa teman-teman tahu, ayah Hamzah sudah menjamin pendidikan Wisnu sampai kuliahnya selesai. Hal itulah yang membuat Wisnu optimis untuk berkuliah.
"Hamzah sendiri mau kemana?" Aldan bertanya kepada Hamzah.
"Inshallah Kairo," jawab Hamzah sambil merendahkan hati.
Fahri membuka mulutnya. "Eh seriusss? Ya Allahhhhh!"
Aldan dan Wisnu pun ikut gembira dan tak percaya mendengar kabar tersebut. Fahri mengangguk-angguk senang melihat teman-temannya sudah punya masa depan masing-masing. Fahri pun amat bersyukur karena dirinya keterima di UNPID melalui jalur rapot. Walaupun jurusan yang ia pilih adalah pilihan kedua, namun semua orang tetap menyanjungnya--ayahnya sampai melakukan sujud syukur atas pencapaian anaknya itu. Fahri sangat senang akan hal ini. Namun, impiannya untuk berada satu kampus bersama Sukainah di pilihan pertama gugur sudah. Hal yang membuat Fahri sedikit takut adalah Kak Hasbi dan Sukainah kini berada di satu almamater di UIP. Ada kemungkinan Kak Hasbi mendekati Sukainah lebih gencar dari pada di SMA.
"A Aldan." Suara khas Sukainah memanggil kakaknya membuat Fahri dan yang lainnya berhenti berbincang.
"Ya, Sakinah?" Aldan menyahut.
Sukainah menunjuk Fahri sekilas. "Ohh iya atuh sok. Hayu barudak!" Aldan mengajak Wisnu dan Hamzah untuk menyingkir.
Sukainah pun berhadapan dengan Fahri yang mulai deg degan.
"Selamat ya untuk pencapaiannya. Semoga berkah," kata Sukainah. Pipi gadis itu merah merona.
"M-makasih Sakinah. Selamat juga ya. Walau sekarang kita beda Univ he.. he..." Fahri berkata.
Sukainah menunduk sebentar dan tertawa kecil. "Iya, Ri."
"Jaga diri ya," ucap Fahri lembut. "Aku titip kamu sama Allah."
Sukainah semakin tersipu. "Hmm.. Fahri?"
"Iya?"
"Sakinah enggak janji nunggu," kata Sakinah. Fahri mencelos.
"Kenapa? Karena Kak Hasbi?" Fahri bertanya dengan cepat.
"Enggak. Bukan." Sukainah buru-buru menyanggah. "Sakinah pengen kita saling membebaskan satu sama lain. Sakinah gak mau ada ikatan sebelum halal. Sakinah gak mau.. gak mau sampai..." Sukainah terbata-bata. Ia tampak takut mengungkapkan yang satu itu karena melihat ekspresi Fahri yang mengeras.
"Gapapa Sakinah... Bilang aja sok," ujar Fahri selembut mungkin.
"Sakinah gak mau sampai menjalankan hubungan sama lelaki yang ternyata bukan jodoh Sakinah. Maaf Ri bukan bermaksud Sakinah meruntuhkan harapan kamu. Tapi, aduh.." Sukainah gelagapan.
Jika muhrim, Fahri mungkin sudah menggenggam tangan Sukainah yang gemetaran. Tapi ia langsung beristighfar dalam hati. Fahri pun berkata, "Iya aku ngerti kok. Alhamdulillah kalau Sakinah tahu yang terbaik buat kita. Bagaimana pun, Fahri juga belum tentu jodoh kamu. Bisa jadi ada lelaki yang lebih baik dari aku untuk menemani Sakinah." Berat sekali bagi Fahri untuk mengatakannya.
"Kita jadi burung merpati yang terbang bebas aja ya? Kalau ditakdirkan jodoh pasti akan dipertemukan kembali. Aku percaya itu. Begitupun dengan Sakinah. Ya, 'kan?" Fahri melanjutkan. Sukainah tersenyum. "Nah dari tadi kita udah ngomongin kesepakatan ini. Tapi Fahri juga mau tanya nih sama kamu. Jadi gimana jawaban pastinya? Hehe."
Sukainah berusaha untuk bersikap senormal mungkin. Selama ini, memang Sukainah tidak pernah mengungkapkan dan menjawab secara langsung mengenai perasaan Fahri terhadapnya. Sukainah sudah pernah berkata kepada Fahri akan mengatakan hasil istikharahnya ketika kelulusan. Dan inilah momen yang Fahri tunggu-tunggu. Namun, Sukainah adalah seorang gadis yang pemalu. Jadi, ia pun berkata, "Untuk saat ini jawaban istikharahnya udah ada, Ri. Inshallah ini jawaban terbaik dari Allah. Tapi Sakinah pengen kita berdua terus menerus lanjutin istikharahnya. Karena rencana Allah kedepannya gak ada yang tahu."
Fahri mengangkat alisnya, berharap semoga jawabannya sesuai dengan doanya.
"Sakinah..." Sukainah tidak bisa melanjutkan karena matanya tampak berkaca-kaca. Fahri menunggu dengan gemas ingin cepat-cepat tahu jawabannya.
"Jawabannya..." Sukainah masih belum bisa berkata jujur. Fahri mengerutkan wajahnya, mencoba bersabar.
Sukainah menghela nafas dalam-dalam. "Tanya ke A Aldan aja!" serunya sambil menutup wajah. "A Aldaaaan!" Sukainah berteriak dan dengan sekali hentakan, dia berlari dari koridor dan menghilang entah kemana.
Fahri dengan sigap langsung menghampiri Aldan dan menggenggam kedua pundaknya.
"Jadi gimana jawabannya? Kamu jadi kakak ipar aku 'kan?" Fahri bertanya dengan nada yang panik.
Aldan tidak langsung menjawab. Ia malah sengaja menjahili Fahri dengan berlama-lama diam. Fahri mulai melotot, mengisyaratkan Aldan untuk mempercepat jawabannya.
Lalu Aldan mulai membuka mulut dan berkata, "Maunya iya atau enggak?"
-TAMAT-
KAMU SEDANG MEMBACA
HABIBTY [COMPLETED]
Teen FictionIa tidak pernah menyangka bahwa ternyata, jika ia memperbaiki hubungannya dengan Tuhan, itu berarti Tuhan akan memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia pula. Fahri namanya. Seorang siswa SMA Negeri yang mencari arti dari falsafah kecintaan kep...