"MENI SONOOOO!" Kata Fahri, sambil terus menepuk-nepuk punggung Wisnu. Liburan telah berakhir, dan kini mereka sudah memasuki semester genap.
Hamzah berlari dan melompat ke arah mereka berdua yang masih berpelukan.
"Kamana waé euy liburan téh?" Hamzah heboh.
Anak-anak yang sedang siap-siap berbaris untuk upacara menoleh penasaran. Beberapa dari mereka terkekeh geli menatap temu kangen ketiga sahabat itu.
Wisnu meronta, mencoba melepaskan diri dari rangkulan Hamzah dan Fahri. "URANG KACEKÉK WOY!"
Hamzah melepas pelukan dan Fahri tertawa menatap Wisnu yang berdecak kesal dengan dahi yang berkerut-kerut dan bibir mengerucut.
"Biasa wéh atuh beungeutna," ucap Fahri, tangannya mengusap wajah Wisnu yang tak santai.
Wisnu mengecap, "CIH! Tangan manéh bau duruk!"
Fahri mencium telapak tangannya. Tidak ada bau yang aneh. "Ngarang!"
Wisnu terkekeh melihat Fahri berhasil dibohongi. "Teu atuh..."
"Kamana liburan?" Ulang Hamzah. Ia begitu bersemangat.
Fahri menggeleng. "Ke curug terus pulang lagi," jawab Fahri, lalu melirik Wisnu. "Kamu?"
"Muncak," sahut Wisnu. Hamzah dan Fahri ber-wiiih dan bertepuk tangan. Kini mereka jadi pusat perhatian di lapangan.
"Tong ngeprokan éh!" Kata Wisnu, kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri, tampak waspada dan takut dilihat oleh seseorang.
"Siapa Nu?" Tanya Hamzah, paham dengan perilaku Wisnu yang tampak malu-malu.
Wisnu membentuk terowongan dengan tangan di depan mulutnya dan berbisik, "Desi."
Fahri menatap heran. "Terus, Humaira gimana nasibnya? Bukannya kamu sukanya ke dia?"
Wisnu melambaikan tangan. "Humaira Humaira teuing ah. Dia mah susah didapetin."
"Ya usaha atuh!" Ujar Fahri.
Wisnu mengangkat bahu. "Males ah."
Fahri menggeleng dan melirik Hamzah. Fahri langsung menyadari bahwa tinggi badan Hamzah sudah melebihi tingginya. Ia kini tampak seperti kakak kelas dibandingkan teman sebayanya. Baru saja Fahri hendak mengomentari soal itu, Hamzah tersenyum dan mengangguk kecil kepada seseorang di belakang Fahri. Fahri membuka mulutnya dan menoleh ke belakang. Tak ada siapa-siapa. Anak-anak lain sibuk merapikan barisan.
"Senyum ke siapa sih?" Tanya Fahri penasaran.
Hamzah mengangkat alis dan hanya tertawa kecil. "Siapa?"
Fahri memutar bola mata, "Gak jadi."
Mereka pun mulai masuk ke barisan kelas masing-masing sembari merapikan atribut.
Setelah upacara selesai, Fahri mendapati Sukainah sedang berbincang dengan Bu Rena di depan ruang kepala sekolah--bersama Aldan. Mereka bertiga tampak serius membicarakan sesuatu, dengan mata Aldan yang tak lepas dari Sukainah. Gadis itu pun tampak akrab sekali dengan Aldan, posisi mereka pun berdiri berdekatan. Fahri menarik nafas dalam-dalam, ia harus menerima apa yang baru saja ia lihat. Lalu pemandangan selanjutnya membuat Fahri semakin bertanya-tanya, karena kini kedua tangan Bu Rena menyentuh bahu Aldan dan yang satunya lagi mengusap kepala Sukainah.
Mereka lagi bicarain apa sih? Aldan sok penting banget, gerutu Fahri dalam hati.
Fahri berjalan dan terus menatap mereka, hingga ia menabrak Wisnu yang sedang berjongkok dan membetulkan tali sepatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HABIBTY [COMPLETED]
Teen FictionIa tidak pernah menyangka bahwa ternyata, jika ia memperbaiki hubungannya dengan Tuhan, itu berarti Tuhan akan memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia pula. Fahri namanya. Seorang siswa SMA Negeri yang mencari arti dari falsafah kecintaan kep...