Semakin Optimis

29 9 0
                                    

Seharian ini, Fahri merasa terus diawasi oleh Aldan. Semenjak Sukainah mengetahui soal cokelat itu, Aldan terus menoleh padanya setiap satu jam sekali. Entah apa yang Aldan pikirkan. Fahri hanya bisa pasrah jika abang Sukainah merasa tak suka bila Fahri memberinya hadiah. Tetapi pada kenyataannya, Aldan memang tahu bahwa Fahrilah yang menyimpan cokelat itu--dan mencuci Tupperware Sukainah.

Hmm.. lihat aja sampai mana ni anak berjuang buat adik aku, Aldan membatin dan membuang pandangan dari Fahri yang sedari tadi menyibukkan diri membaca buku.

Hamzah hari ini pun tampak sedang galau. Dia berulang kali membuka dan keluar dari Instagramnya, seolah menunggu sesuatu. Fahri semakin berprasangka bahwa Hamzah menunggu Sukainah membuat story lagi. Tapi, sampai saat ini pun Sukainah tidak membuka sosmednya lagi.

"Aduh Ya Allah," Hamzah meringis di sebelah Fahri. Tangannya memeluk perutnya. Kepalanya ditaruh di atas lengannya.

Fahri khawatir. "Kenapa Zah? Mules?"

Hamzah mengangguk. "Gak tahu nyeri banget."

"Maag kali!" ujar Fahri. Hamzah memang punya riwayat maag.

"Iya kayaknya," sahut Hamzah. Fahri tahu Hamzah sudah makan tadi, jadi tidak mungkin karena perut kosong.

"Kamu makan yang pedes gak?" tanya Fahri.

Hamzah duduk tegak. "Enggak. Aku juga gak pernah makan yang asem-asem. Gak telat makan juga."

Fahri pun menebak, "Hmmmm ini mah stress!"

Hamzah mengusap dahinya. Benar apa yang dikatakan Fahri.

"Stress apa atuh Zah?" tanya Fahri. Ia tahu, Hamzah memang sering overthinking.

"Enggak tahu," jawab Hamzah sembari menunduk.

"Alah masa gak tahu," sahut Fahri. Ia pun melirik ke atas, berpikir. "Oh aku tahu. Mikirin cewek yaaa?" Fahri mencoba memancing temannya itu.

Respon Hamzah hanya tertawa kecil. Jika dia tidak menjawab, berarti tandanya iya.

"Tuh 'kan bener!" Fahri mencoba bersikap senormal mungkin. "Siapa atuh ceweknya? Meni gak pernah cerita."

Hamzah menutup wajahnya tampak malu-malu. "Enggak Ri. Bukan siapa-siapa."

Fahri tidak menyangka ternyata Hamzah bisa kepikiran gara-gara perempuan sampai nyeri ulu hati. Pasti ada sesuatu di antara Hamzah dan perempuan itu, sampai membebani pikiran Hamzah.

"Lagi ada masalah, ya?" tanya Fahri. Ia harap-harap cemas.

"Entah, Ri. Aku juga bingung," jawab Hamzah sekenanya. Fahri tahu, Hamzah sedang enggan bercerita. Sedari tadi ia menutup wajahnya terus, seolah ekspresinya tidak ingin terlihat oleh Fahri.

Mereka berdua pun pulang bersama Wisnu. Wisnu tampak ceria karena ia bilang baru saja berpapasan dengan Humaira.

"Terus? Dianya senyum?" tanya Fahri.

Wisnu menggeleng. "Dia ngeliat aku sih. Cuman tatapannya susah ditebak, njir."

Fahri dan Hamzah berhenti melangkah, menatap Wisnu dengan tatapan tak percaya. Wisnu yang tersadar langsung menyentuh bibirnya.

"Astaghfirullah," gumam Wisnu panik.

Hamzah terkekeh. "Emang Humaira suka ngomong gitu?"

"Ya enggak, lah!" jawab Wisnu.

"Kalau Marsha?" tanya Hamzah lagi.

Wisnu tampak berpikir. "Kadang, sih..."

"Nah udah cocok!" sahut Fahri.

HABIBTY [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang