"AKHHH MUN APAL KIEU URANG MOAL NGUDAG SI HUMAIRA!" Wisnu terus berteriak berang, ia berulang kali menendang kaki meja yang tak bersalah di depannya.
Hamzah memegangi kepalanya, menyaksikan pertunjukkan Wisnu yang sedang marah-marah. Fahri miris melihat Wisnu yang ketakutan mendapat karma, dan malu setengah mati karena cintanya tak kunjung di respon oleh Humaira selama setahun lebih.
"AING MAH AH!" Dengan sekali gebrakan, Wisnu berhasil membuat Hamzah dan Fahri terlonjak.
"Nu! Woey engges!" Fahri melompat dari atas kursi dan menarik Wisnu untuk duduk.
"Yang sabar," kata Hamzah. Wisnu menutup matanya, membuang nafas perlahan. Sedari tadi ia terus meneriakkan kata 'menyesal'. Bukan tanpa sebab. Detik ini, Wisnu sedang menyesali perbuatannya sendiri. Siapa lagi kalau bukan tentang Humaira dan Marsha?
"Nyesel euy.. nyesel ka sagala rupa!" seru Wisnu. "Aku udah coba kasih perhatian ke Humaira. Pas dia lagi butuh, aku selalu ada. Gak punya kuota juga mati-matian bales chat minta hotspot ke tukang warung!"
"Udah Nu... Kebaikan jangan diungkit-ungkit gitu. Gak pantes," kata Fahri. "Berjuang mah berjuang aja. Gak semua perjuangan harus diterima."
Wisnu tampak kikuk. "Marsha, deuih! Malah pindah sekolah!"
Hamzah menghela nafas. "Jadi pelajaran, 'kan sekarang siapa yang bener-bener tulus sama kamu?" tanyanya kepada Wisnu. "Sekali hilang, ya bakalan hilang selamanya."
"Bener, Zah. Bener pisan," sahut Wisnu lemas. "Kemana aja aku selama ini? Menyia-nyiakan perempuan yang mencintaiku apa adanya."
Fahri mengembungkan pipinya, menahan tawa. Begitupun dengan Hamzah yang menutup mulutnya dengan punggung tangannya. Tapi Wisnu tak menyadari apa yang diucapkannya. Ia pun melanjutkan, "Jadi selama ini aku sia-sia berjuang buat Humaira. Buang-buang waktu! Nanaonan, nya?"
Fahri terbahak. "Iya atuh! Ngapain berjuang buat orang yang gak mengharapkan kamu?" Fahri langsung mengatupkan mulutnya. Sukainah ngarepin aku gak ya?
Hamzah mengangguk. "Dari awal juga udah dibilangin ke kamu--peka Nu! Peka!"
"Cewek setulus Marsha bakalan susah ditemuin lagi siah!" Fahri menakut-nakuti.
"Eeeeh tong nyingsieunan atuhlah!" protes Wisnu, bersungut-sungut.
"Hahaha iya iya. Maaf. Meni sensi kitu!" Fahri mendorong punggung Wisnu.
"Tapi 'kan perasaan gak bisa dibohongin?" tanya Wisnu.
Hamzah menepuk dahinya. "Hadeuhh.. kamu dari awal nanya itu waé ih! Uyuhan teu bosen, Nu. Dari dulu udah dijawab pan? Perasaan emang gak bisa dibohongin. Tapi hargai minimal ngucapin makasih dan jaga perasaannya!"
"Kamu udah bilang makasih belum sama Marsha?" tanya Fahri, merangkul Wisnu.
Wisnu menggeleng. Hamzah dan Fahri mengeluh.
"Maaf ya Nu. Wajar si Marsha ngilang dari hidup kamu. Da yang kamu lakuin selama ini terus nyakitin dia. Meskipun kamu bilangnya cuman temen cuman temen da angger anu resep mah bakalan beda," ucap Fahri panjang lebar.
"Ah ngapain Marsha baik téh ada maunya. Dia baik sama aku karena dia suka sama aku," jawab Wisnu. "Berarti tulusnya juga gak tulus."
"Ngomong naon sih Nu?" Fahri terkekeh di bangkunya.
"Yaudah atuh biarin. Emang gitu kodratnya. Hukum alamnya yang namanya orang suka pasti ngelakuin apa pun buat orang yang dia suka jadi bahagia. Gitu?" Hamzah meminta persetujuan.
Fahri mengangguk. "Kalau perjuangannya gak kunjung dapet hasil, ya mending berhenti. Sama kayak posisi kamu sekarang, Nu. Ngapain berjuang buat Humaira tapi dianya gak respon waé? Cape sendiri, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HABIBTY [COMPLETED]
Ficção AdolescenteIa tidak pernah menyangka bahwa ternyata, jika ia memperbaiki hubungannya dengan Tuhan, itu berarti Tuhan akan memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia pula. Fahri namanya. Seorang siswa SMA Negeri yang mencari arti dari falsafah kecintaan kep...