Fahri girang bukan main ketika mendapatkan kabar bahwa ia diterima di SMA tersebut. Ia langsung memeluk ayahnya yang tak kalah senang.
"Tuh, 'kan apa ayah bilang.. makanya optimis aja!" Ucap ayahnya, mengusap kepala Fahri.
Fahri tersenyum lebar, menahan haru. "Ibu kalau denger ini pasti bangga kan, Yah?"
Rizki, Sang Ayah hanya mengangguk pelan lantas memeluk Fahri lagi. Senyum Fahri sedikit memudar, kini ada rasa sedih di hatinya.
"Pasti. Pasti ibu Fahri bangga," kata Rizki, ada nada tak yakin dari suaranya. Fahri memejamkan mata, membayangkan kehadiran ibunya.
~~~
"Fahri!" Panggil seseorang. Fahri menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari sumber suara di tengah kerumunan murid-murid baru kelas X yang tengah bersiap-siap untuk upacara.
"Fahri!" Panggil orang itu lagi.
"Saha sih?" Gumam Fahri bingung, mengerutkan dahi, membolak-balikkan badan untuk menemukan siapa yang memanggilnya.
"DIDIEU AI MANÉH!" Suara cempreng yang Fahri kenal itu berhasil membuatnya menemukan siapa yang memanggilnya.
Dua orang lelaki seusianya menghampiri Fahri dengan topi abu yang sudah dipakai di kepala mereka. Tak salah lagi, itu Wisnu dan Hamzah, teman selokalnya saat MOS.
"Loh kalian juga di sini?" Tanya Fahri senang.
"Ya iya atuh da sakola didieu!" Jawab Wisnu, si pemilik suara cempreng tadi. Ekspresinya tidak pernah santai. Wisnu selalu mengerutkan dahi bila sedang berbicara dengan intonasi yang tinggi. Bila yang tidak mengenalnya, pasti sudah mengira ia mengalami gangguan emosional.
"Bukan gitu.. maksudnya kalian kelasnya di sini juga?" Sanggah Fahri sambil memutar bola mata.
Wisnu mengangguk. "He-em. Samaan. X MIPA 3."
Hamzah menoleh heran. "Lah?? Ini kelas X MIPA 4."
Wisnu balas menoleh kepada Hamzah. "Loh? Salah barisan atuh?"
Hamzah mengambil topi yang dipakai Wisnu dan memukul wajahnya. "YEUH! Makanya kalau guru lagi ngomong téh dengerin! Jangan ngelirik si Humaniora mulu!"
"Humaira ai sia! Ka jauh-jauh..." Jawab Wisnu dengan nada khasnya. Hamzah terus mencercanya, menasehati Wisnu untuk tidak kebanyakan melirik cewek ketika sedang di sekolah.
"Sekolah itu buat nyari ilmu, bukan nyari pacar!" kata Hamzah bijak. Fahri manggut-manggut setuju sambil tertawa melihat kelakuan dua teman barunya.
"Wisnu!" Salah satu anak X MIPA 3 memanggil Wisnu untuk masuk ke barisan kelasnya. Wisnu lalu menghampiri mereka dan melambaikan tangan kepada Fahri dan Hamzah.
Hamzah menggeleng-gelengkan kepala sambil mengusap dahinya, heran dengan kelakuan temannya yang satu itu.
Komandan upacara menyuruh semua siswa untuk merapihkan barisan, lalu tepat pada saat itu, seorang perempuan menyerobot barisan kelas X MIPA 2 yang berada terpisah satu barisan di sebelah kiri Fahri.
"Untung kamu gak telat," ujar temannya yang lain.
Perempuan itu berdiri di barisan yang lumayan depan karena tubuhnya yang tidak terlalu tinggi. Tangannya sibuk memakai topi di kepalanya. Fahri tentu tahu siapa dia.
Fahri menunduk, mengingat penampilan gadis itu yang berani melangkah ke depan ketika MOS kemarin. Gadis itu adalah dia yang berhasil mencuri perhatian teman seangkatan karena berhasil menjawab pertanyaan sulit dari kepala sekolah dengan jawaban yang memukau.
KAMU SEDANG MEMBACA
HABIBTY [COMPLETED]
Teen FictionIa tidak pernah menyangka bahwa ternyata, jika ia memperbaiki hubungannya dengan Tuhan, itu berarti Tuhan akan memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia pula. Fahri namanya. Seorang siswa SMA Negeri yang mencari arti dari falsafah kecintaan kep...