Fahri membasuh wajahnya dengan air wudhu. Ada ketenangan yang luar biasa sejuk menyusuri jiwanya. Ia pun menghamparkan sajadah untuk melaksanakan shalat maghrib. Belum sampai ia selesai merapihkan sajadahnya, Rizki membuka pintu kamar Fahri.
"Ri? Udah shalatnya?" Tanya Rizki, ia sudah memakai sarung, peci dan koko.
"Belum Yah," jawab Fahri.
"Ke masjid yuk. Ayah udah lama gak liat kamu ke masjid," ucap Rizki. Hati Fahri mencelos. Ternyata setelah dipikir-pikir, terakhir kali ia shalat berjamaah di masjid ketika sedang menunggu pengumuman penerimaan siswa baru di sekolahnya. Dan itu sudah setahun yang lalu.
"Iya yah ayo," sahut Fahri. Mereka pun pergi bersama menuju masjid yang tak jauh dari rumah mereka, hanya terhalang satu blok.
"Eh Fahri kemana aja jarang liat," kata Pak Nanang berbasa-basi ketika mereka sampai di masjid.
Fahri tampak kebingungan merespon ucapan tetangganya itu karena ia memang tidak punya alasan kuat untuk menjawabnya. Rizki pun mencoba menyahut, "Pulangnya sore terus, sibuk ekskul."
Fahri pun mengangguk sambil tersenyum. Untunglah ayahnya mengerti dirinya. Fahri pun melaksanakan shalat maghrib berjamaah. Pada saat dalam perjalanan pulang, Fahri tak tahan untuk bertanya kepada ayahnya.
"Yah, ibu kapan pulang?" Tanya Fahri.
"Nanti juga pulang, Ri." Jawab Rizki tak yakin.
Fahri menghentikan langkahnya. "Kenapa? Emangnya ibu gak kangen sama Fahri? Ibu juga gak bakalan pulang pas bulan puasa nanti?"
Rizki memegang puncak kepala Fahri. Anaknya ini memang tidak bisa menahan kerinduannya kepada ibunya. Bisa dihitung, minimal seminggu sekali anak itu menanyakan soal ini. Dan sayangnya, lagi-lagi Rizki tak punya jawaban pasti.
"Ibu pasti pulang, Ri," ucap Rizki, sekarang nada suaranya diusahakan untuk terdengar yakin. Tapi Fahri tak langsung percaya.
"Ayah gak bosen apa jawabnya itu terus," kata Fahri sedih. Fahri pun berjalan mendahului ayahnya yang batinnya tertusuk perih melihat anaknya tak kunjung ditengok ibunya.
"Hana... kapan kamu mau nemuin anak kita?" Gumam Rizki lirih.
~~~
Wisnu datang ke kelas XI MIPA 4 dengan membawa banyak sekali tumpukan snack yang ada dipelukannya. Tanpa ba bi bu, Ia berdiri di depan kelas dan mengambil alih perhatian.
"JARAJAN, YEUH!!!!!" Teriaknya dan berhasil disambut dengan keributan. Anak-anak kelas XI MIPA 4 berbondong-bondong menghampirinya. Wisnu menaruh snack-snacknya di atas meja guru, membiarkan teman-temannya memilih makanan yang mereka mau.
Fahri menggerling penasaran .
"Jualan apaan si Wisnu?" Tanya Fahri, lalu dijawab dengan sahutan Hamzah.
"Gak tahu. Penasaran," kata Hamzah.
Mereka berdua pun menghampiri Wisnu yang dikelilingi anak-anak yang menyodorkan uang recehan dua ribu sampai sepuluh ribu. Nampaknya, Wisnu menjajakan jajanan ringan dengan harga seribu sampai tiga ribu rupiah.
"Kela kela!" Tahan Wisnu. Wisnu tampak kewalahan.
"Wisnu ini kembalian tiga ribu ih dari tadi!" Marsha berteriak, mengangkat tangannya tinggi-tinggi, memperlihatkan uang lima ribu. Namun Wisnu tidak menghiraukan dan sibuk memberikan kembalian ke anak-anak laki-laki. "Wisnu ih aku dulu!" Teriak Marsha.
"KEHEULA ATUH!" Gas Wisnu, ia kerepotan mengeluarkan uang koin untuk kembalian dari kantong kecilnya. Namun, Marsha tidak langsung diam, dia dan yang lainnya tertawa melihat Wisnu yang dahinya berkerut-kerut.
Hamzah dan Fahri saling tatap lalu dengan kompak mereka menambah keributan.
"Nuuu ini kembalian enam ribu!!" Teriak Fahri, mengangkat dua bungkus snack mi lidi tinggi-tinggi dan uang sepuluh ribu di tangannya yang lain.
"Aku kembalian tiga ribu, Nu!" Hamzah tak kalah heboh, mengambil sebungkus kuping gajah.
Lalu yang lainnya mulai terpancing.
"Ini lima ribu pas uangnya!!" Farhan ikut berteriak.
"Aku kembalian lima ratus dari tadii!" Lala mengambil paksa uang koin dari tangan Wisnu.
"Eh itu berapaa?!" Curiga Wisnu, berusaha mengambil lagi uang tersebut.
"Lima ratus! Bukan koin seribu! Jangan suudzon gera!" Jawab Lala nyaring.
"Biasa weh!" Jawab Wisnu tak kalah nyaring.
Suasana begitu ramai, bahkan kini anak-anak kelas 10 mulai berbondong-bondong masuk.
"NU KEMBALIAN DUA RIBU LIMA RATUS BURU ATUH!" Siska berteriak, menyingkirkan kerumunan, decakan kesal terdengar. Wisnu susah payah memisahkan uang kembalian Siska, dan anak-anak kelas 10 saling rebut snack yang sudah mereka pilih.
Wisnu membuka dompet untuk mengeluarkan lebih banyak uang koin untuk kembalian, namun semua berjatuhan, mengeluarkan bunyi nyaring logam.
"Nu ini sepuluh ribu kembaliannya ada gak????" Yanto berjingjit dari belakang kerumunan.
"NU INI YANG AKU CEPETAN!"
"WISNU AKU KEMBALIAN!"
"SERIBU LAGI MANA?"
"AAAAAAARRRRGHHHH!!!!!!" Teriak Wisnu sekuat tenaga. Keributan terganti menjadi keheningan ketika mendengar erangan Wisnu. "BARIS!" Perintahnya. Suaranya berubah menjadi menggelegar, bak pemimpin barisan yang mengatur anak buahnya.
"Siap komandan!" Fahri dan Hamzah kompak menjawab, lalu semua yang berada di sana saling berbaris, membawa snack mereka dan uang di tangan masing-masing.
Wajah Wisnu begitu bahagia, menerima setiap lembar kertas yang diberikan teman-temannya. Makanan ringan yang ia jual dihari pertama laris manis.
Hingga bel masuk berbunyi, Wisnu tersenyum kepada anak-anak kelas XI MIPA 4.
"Hatur nuhun sadayana!" Ucap Wisnu, sembari membungkukkan badan di depan kelas.
"Yoi!" Sahut mereka, melambaikan tangan.
"Sawangsulna!" Teriak Marsha dari bangku belakang. Wisnu tersenyum manis.
"Adeuhh!!!!" Seisi kelas XI MIPA 4 mulai ribut. Wisnu merasakan wajahnya memerah dan ia langsung berlari keluar kelas.
Fahri dan Hamzah tertawa melihat kelakuan teman sekelasnya dan Wisnu, yang begitu kooperatif untuk menciptakan keributan yang menyenangkan.
Aldan baru saja masuk ke dalam kelas dan menatap kelas heran. Lalu ia menghampiri meja Fahri. Namun, ia bukan untuk memanggilnya.
"Hamzah. Dipanggil Ustadzah Fatima di kantor. Sukainah udah ada di sana," kata Aldan. Fahri seperti tersengat.
"Iya Dan," Jawab Hamzah, ia berdiri. "Punten Ri," pinta Hamzah, Fahri menggeser kursinya ke depan agar Hamzah bisa lewat.
Jangan-jangan Hamzah dan Sukainah....
"Zah!" Panggil Fahri tiba-tiba. Aldan dan Hamzah menoleh ketika di ambang pintu. "Kamu ketua angkatan di rohis?" Tanya Fahri.
Hamzah tersenyum. "Inshallah, Ri." Aldan dan Hamzah pun pergi.
Dugaan Fahri benar. Yang paling ia takutkan yakni jika Hamzah ketua angkatan di rohis, berarti kemungkinan besar Sukainah adalah wakilnya. Hal itu sangat memungkinkan karena mereka berdua terkenal sebagai murid teladan dan mereka sering terlihat pergi kesana kemari berdua. Dan satu hal yang membuat Fahri semakin sesak adalah jika dia jadi masuk ekskul rohis, kemungkinan besar Hamzah dan Sukainah akan terlihat paling aktif dan memimpin di antara yang lainnya.
Apakah Fahri sanggup melihat kedekatan mereka?
KAMU SEDANG MEMBACA
HABIBTY [COMPLETED]
Teen FictionIa tidak pernah menyangka bahwa ternyata, jika ia memperbaiki hubungannya dengan Tuhan, itu berarti Tuhan akan memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia pula. Fahri namanya. Seorang siswa SMA Negeri yang mencari arti dari falsafah kecintaan kep...