Shalat

27 8 1
                                    

"Nah tuh si Hamzah!" Wisnu menunjuk seorang lelaki jangkung yang berjalan mendekati mereka.

"Hayu ke kantin," ajak Fahri.

"Sebentar aku bawa bekel," ucap Hamzah, ia pun mengambil kotak makan dari dalam tasnya.

Mereka bertiga pun berjalan menuju kantin seraya berceloteh riang seperti biasanya. Mereka melewati masjid dan Fahri bisa melihat Sukainah baru saja selesai wudhu, ia membetulkan kancing di tangannya.

Fahri menatap ke arah lain. Aku pantes gak ya buat Sukainah?

"Zah," tepuk Fahri ke bahu Hamzah. "Kamu tadi shalat duha?"

Hamzah mengangguk sambil tersenyum. Fahri semakin gelisah. Bukan karena tidak senang melihat temannya menjadi taat. Melainkan, sampai saat ini rasanya Fahri sulit sekali untuk melaksanakan shalat sunnah. Dan juga, takut yang lebih pantas untuk Sukainah adalah Hamzah.

Ketika sampai di kantin, mereka pun memesan makanan. Fahri tidak sedang bernafsu makan, ia pun memesan cimol dan Wisnu memesan cilok. Sedangkan Hamzah, memakan bekalnya.

Di tengah suapan Hamzah, Wisnu bertanya. "Enak Zah?"

Hamzah berhenti mengunyah sekejap. Ia langsung mendorong kotak yang berisi nasi, daging rendang dan telur dadar buatan uminya.

"Nih habisin!" Sodor Hamzah, tersenyum lebar.

Wisnu tampak malu. "Eh enggak Zah. Aku minta dikit aja," katanya.

Hamzah tertawa kecil. "Cepetan! Katanya belum sarapan."

Wisnu pun menerima kotak makanan Hamzah. "Makasih Zah," ucap Wisnu terharu. Ia mulai menggigit daging rendang dan memasukkan sesendok nasi. Fahri terkekeh menatap Wisnu yang begitu lahap memakan daging.

Hamzah pun mengedarkan pandangan mencari jajanan yang akan dia beli. Ketika ia sudah dapat makanan ringan, Fahri bertanya. "Zah badé tumaros. Alesan orang-orang masih ninggalin shalat apa?" Tanya Fahri. Ia sengaja menanyakan hal tersebut kepada Hamzah. Padahal, maksud dibalik itu adalah kenapa ada orang yang masih sulit melaksanakan ibadah sunnah, seperti dirinya.

Hamzah tampak antusias menjawab. "Menurut aku mah kembali lagi ke diri masing-masing. Dia masih butuh Tuhannya, gak."

Deg. Fahri tertegun. "Selain itu?"

"Kalau masih butuh, pertanyaan selanjutnya dia ada rasa cinta yang tulus gak sama pencipta-Nya?" Lanjut Hamzah. Fahri membatin, aku cinta Allah. Aku gak pernah ninggalin shalat. Ya.. walaupun kadang suka gak khusyuk dan telat. Dibanding Hamzah masih jauh.

"Karena dosa bisa juga gak, Zah?" Tanya Fahri penasaran.

Hamzah berpikir, "Hmm.. Sebenarnya menurut aku dosa itu bisa gugur loh dengan shalat. Jadi, sebaiknya mah sebanyak apa pun orang melakukan dosa maksiat, shalat mah tetep harus! Paling jelek itu udah mah ngelakuin dosa, gak shalat, lagi. Ruginya dua kali lipat. Dosa meninggalkan kewajiban beribadah ada, jadi keras hati juga iya. Kalau udah keras hati kadang jadi susah lagi buat memulai. Kecuali udah ada tekad kuat buat hijrah dan dapat hidayah," jelas Hamzah panjang lebar. Fahri terkagum-kagum.

"Yang penting yang wajibnya aja, 'kan? Kayak shalat sama baca Al-Qur'an," Fahri membuat kesimpulan.

"Inshallah itu juga udah bisa jadi bekel kita ke akhirat nanti. Apalagi ditambah sunnah dan amalan-amalan yang lainnya. Istilahnya, yang ngerjain wajib aja bisa masuk surga, gimana yang ngerjain sunnah juga? Bisa jadi masuk surganya bisa lebih cepet dari yang lain. Jalur prestasi meren yah," jawab Hamzah. Pembahasannya begitu santai dan mudah dimengerti. Fahri menjadi tersentuh dengan semua itu.

Selesai makan, mereka bertiga pun  melewati masjid untuk kembali ke kelas. Fahri melirik Hamzah yang baru saja menunduk sambil tersenyum tipis. Rupanya, Sukainah baru saja selesai shalat. Ia sedang melipat mukenanya. Hati Fahri terenyuh melihat pemandangan itu. Rasanya sejuk menatap gadis yang ia sukai tampak begitu dekat dengan Tuhan-Nya.

Kapan Fahri bisa nyusul Hamzah?

~~~

Esoknya, ia  sudah berniat mencoba untuk pergi shalat duha bersama Hamzah. Namun, sayangnya Hamzah tidak masuk karena izin mendatangi pernikahan saudaranya. Fahri hendak mengajak Wisnu, namun rupanya Wisnu pergi entah kemana. Fahri pun memilih untuk pergi ke masjid sendirian.

Ia sempat menghentikan langkah secara refleks ketika Sukainah baru saja keluar dari tempat wudhu. Untungnya ia sudah membetulkan kerudungnya sehingga auratnya tidak jadi terlihat.

Fahri menahan diri untuk tidak melirik tempat akhwat. Ia tahu, hanya ada Sukainah di sana. Fahri pun melaksanakan shalat duha. Berusaha fokus karena ia harus berbincang dengan Sukainah sebelum ia kembali ke kelas.

Fahri mengakhiri bacaan di rakaat terakhir dengan membaca Al-Kafirun.

"Bismillahirrahmanirrahim... qul yā ayyuhal-kāfirụn.. lā a'budu mā ta'budụn... wa lā antum 'ābidụna mā a'bud..wa lā ana 'ābidum mā 'abattum..wa lā antum 'ābidụna mā a'bud...wa lā ana 'ābidum mā 'abattum... eh!" Fahri menutup matanya. Ia sudah kehilangan konsentrasi sampai bacannya kembali lagi ke ayat tiga. Ia tidak sengaja sudah mengulang-ulang ayat tersebut. Ia pun beristighfar dalam hati dan mengulang bacaan. Setan terus menggodanya, nama Sukainah terus melayang di depan kepalanya.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh..." Fahri selesai melaksanakan shalat duha dengan mencoba khusyuk dan tuma'ninah semaksimal mungkin. Setelahnya, ia berdoa meminta rezeki dan meminta Sukainah. "Eh!" Ia lagi-lagi keceplosan. Tapi ia buru-buru menyelesaikan hajatnya, kemudian berlari melesat keluar wilayah Ikhwan. Ia mendapati Sukainah sedang berjalan menuju tempat sepatu di bawah teras, Fahri melirik mukena bunga-bunga yang biasa Sukainah pakai kini tersimpan rapih di atas sajadah.

"Sukainah!" Panggil Fahri. Sukainah berbalik. "Itu mukenanya ketinggalan!"

Sukainah melirik mukena yang ditunjuk Fahri. "Oh itu..." Sahutnya. "Itu mukena masjid."

Fahri menelan ludah. Sukainah terlihat menahan senyum ketika berbalik dan memakai sepatunya. Fahri mematung. Ingin rasanya ia memukuli kepalanya sendiri ke tembok sampai rasa malunya hilang.

HABIBTY [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang