Chapt 36

3.9K 286 24
                                    

Mengandung unsur 17+
Diharap para pembaca dapat menindak lanjuti bacaan ini
Typo bertebaran
Jangan lupa klik ikon star 🌟
Maaf belum bisa bikin baper
Hehe














.
.
.































Yura hanya mematung didepan kaca, ia terus menatap benda berkilauan dari lehernya. Sikap Jimin masih terngiang-ngiang dibenaknya. Bagaimana mana Jimin tersenyum hangat kearahnya... Dan bagaimana saat pria itu mencium dahinya lembut. Semuanya masih sangat berbekas diotaknya. Yura bagaikan seorang gadis yang baru saja mendapat ciuman pertamanya.

Tak mau semakin gila, Yura segera menepuk kedua pipinya untuk menyadarkan diri. Ia menarik nafas lalu melangkah keluar dari kamar mandi. Yura baru saja selesai berendam air hangat setelah berusaha menidurkan sang anak tadi. Jiya cukup rewel tadi, sama seperti malam yang lain gadis cilik itu terus bertanya kapan dia dapat kembali kerumah.

Dan Yura kembali harus berbohong terhadap gadis cilik itu, mengimingi nya dengan harapan yang entah kapan akan terwujud.

Hanya dengan menggunakan bathrobe Yura melangkah santai keluar. Ia memakai dress tidur bewarna putih tipis yang sangat nyaman dipakai.  Kemudian ia menyisir rambutnya sebentar.

Gadis itu melirik ke jam dinding  yang sudah menunjukkan pukul 12 malam. Yura menghela nafas kembali, karna sepertinya masih belum juga ada tanda-tanda bahwa Jimin sudah pulang kerumah.  Sebenarnya Yura harusnya senang bukan, ini pertanda bahwa ia tak harus bersama Jimin malam ini. Tapi mengapa rasanya ada yang berbeda, seakan ada yang kosong dan hilang...

Yura kembali menggelengkan kepalanya, sial! Kenapa diotaknya hanya ada Jimin sih!
Yura yang semakin kesal memutuskan untuk segera tidur. Besok masih ada hari yang harus ia lewati. Tapi sepertinya takdir memang tak mengizinkannya untuk istirahat. Saat ia memejamkan mata, bayangan bagaimana Jimin mencium dahinya terus-menerus muncul bagai mimpi  buruk.

Eh... harus kah ia sebut ini mimpi buruk atau baik?.

Ah..sudahlah,Yura mengacak rambutnya frustasi. Kenapa disaat pria itu tak ada disini, ia masih bisa menganggu ketenangan Yura?.

Yura turun dari ranjang, tak ingin kegusarannya mengganggu tidur sang putri. Ia memakai sandal rumahnya lalu turun kebawah hendak mengambil segelas air. Saat  keluar kamar, anak buah yang masih setia menjaganya kembali mengikuti nya bak anak itik. Yura sudah tak peduli, ia merasa semakin terbiasa dengan keberadaan mereka.

Tapi langkahnya terhenti saat menemukan keberadaan orang yang ada di otak seharian ini. Disana, Jimin sedang duduk bersandar di sofa ruang tengah dengan mata terpejam. Pria itu begitu tampak kelelahan.

Yura memberi tanda pada dua itiknya untuk pergi, dan mereka kembali menurut. Yura melangkah pelan, berusaha tak membuat Jimin terbangun dari tidurnya. Yura tertegun melihat Jimin, wajah pria itu begitu imut saat tidur, walau dapat ia lihat kelelahan juga disana. Sangat berbeda bila pria itu sudah bangun.

Tangan Yura terulur mengelus pipi Jimin lembut, ia duduk memperkikis jarak dengan Jimin. Ia terus mengamati wajah Jimin hingga tanpa sadar air matanya jatuh membasahi pipi. Entahlah, gadis itu merasa campur aduk saat ini. Ia ingin sekali berada disisi Jimin, tapi kenyataannya selalu bertolak belakang dengan hatinya.

Yura masih ingat betul bagaimana dulu Jimin mencampakkannya. Bahkan pria itu tak peduli dengan Jiya. Tapi kenapa Jimin kembali lagi saat ini? Sebenarnya apa mau pria ini?.

Tak mau semakin berlarut, Yura bangkit hendak pergi tapi tertahan. Ia menoleh dan menemukan tangan Jimin yang menahannya. Pria itu perlahan membuka mata menatap tajam kearah Yura.

"Kenapa menangis?"tanya Jimin langsung, hatinya ikut merasakan sakit saat melihat Yura menangis. Yura segera menghapus air matanya,

"An..ania...mataku hanya kelilipan" balas Yura tak mau menatap Jimin. Jimin semakin kesal, tak sadarkah Yura bahwa ia payah sekali untuk berbohong?
Jimin bangkit duduk, ia menarik Yura hingga gadis itu duduk dipangkuan nya.  Yura melotot terkejut, apalagi saat kedua tangan Jimin memeluknya erat membuat ia sulit bergerak.

"Kenapa kau selalu saja berbohong hm?" Tanya Jimin lagi, ia terus memandangi wajah Yura. Tak pernah bosan untuk terus memandangi wajah cantik ini.

"Si..sia- siapa yang berbohong!?" Yura masih enggan menatap Jimin, rasanya ia semakin gugup dengan posisi sedekat ini dengan Jimin. Kedua pipinya mulai memanas!.

"Kau begitu naif baby... Sikapmu sangat mudah dibaca. Jadi katakan sekarang, kenapa air mata ini harus keluar hm?"Jimin menangkup kedua pipi Yura, mengelusnya pelan bermaksud menghapus jejak air mata gadis itu. Sedangkan Yura menelan saliva nya kasar, apakah sejelas itu?

"Tak mau menjawab hm?" Tanya Jimin lagi, ia benar-benar bingung dengan Yura. Jimin sebenarnya hanya memejamkan mata tadi tapi tiba-tiba gadis ini datang mengelus pipinya lembut lalu kemudian menangis, sebenarnya ada apa?.

"Jaw—" ucapan Jimin terputus saat tiba-tiba Yura mencium bibirnya. Gadis itu terus mengulum bibir Jimin, berusaha mengalihkan nya dari berbagai pertanyaan yang tak ingin dijawab Yura. Anggap saja Yura sudah gila, dia memang sudah gila.

Dan itu semua karena Jimin.

Jimin yang awalnya terkejut lama-kelamaan ikut terbawa suasana. Ia ikut memejamkan mata dan mulai membalas ciuman Yura tak kalah ganas.

Persetanlah dengan alasan Yura menangis, ada gairah yang harus ia tuntaskan saat ini. Keduanya terus saja bercumbu bagai diekajar waktu, suara decapan-decapan bibir mulai terdengar. Saling melumat dan menghisap satu sama lain. Jimin menarik Yura semakin dekat, ia mengangkat Yura dan membuat posisi Yura duduk mengangkang kearahnya. Hingga milik Jimin tepat mengenai milik Yura.

Yura terengah-engah melepas ciumannya, heol...dia kalah ganas dari Jimin.

Sedangkan Jimin tersenyum miring kearah Yura, tatapan sayu dan bibir bengkak gadis itu benar-benar seksi dimatanya.

"Kau mulai nakal baby..." Bisik nya seduktif, tangan Jimin yang tadinya  dipinggang Yura mulai naik mengelus punggung Yura lembut. Sentuhan Jimin rasanya bagai mengantar listrik ditubuh Yura. Gadis itu meremas bahu lebar Jimin saat pria itu mulai mengecup lehernya. Rasanya geli bercampur nikmat.

"Eungh..."Yura terpejam saat Jimin menggigit kecil disana. Sesekali pria itu memberi tanda kepemilikan disana. Perlahan tangan Jimin mulai menuntun Yura bergerak maju mundur secara perlahan. Lo

Tubuh Yura mulai semakin bergerak gelisah saat merasakan tonjolan keras tepat mengenai miliknya yang hanya berbalut celana dalam dibalik dress ini.  Tubuhnya semakin menekan dan bergerak seakan ingin merobek pembatas dikeduanya.

Yura mengigit bibir bawahnya, berusaha menahan desahan yang akan keluar. Apalagi saat Jimin menuntunnya untuk bergerak lebih cepat.

"Jimh..ah..akuh...."Yura tak tahan dan kembali menggigit bibirnya, rasanya ia akan hampir sampai.

Jimin yang melihat itu kembali mencium Yura secara rakus, daripada digigit sendiri mending Jimin yang gigit bukan?.

Rasanya Jimin juga semakin tak tahan, langsung saja ia  menggendong Yura menuju kamarnya. Gadis ini harus menyelesaikan apa yang sudah mulai. Dan sepertinya ia tak bisa bermain santai saat ini.

.
.
.
TBC
Vote and follow dulu baru update 🙂

|Mafia Sweetheart|✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang