Chapt 44

2.4K 216 26
                                    

Typo bertebaran!
Please vote and follow me!


.
.
.

Yura POV
Aku melemas ketika bibir Jimin terus menerobos masuk kedalam bibirku. Lidah kami bertaut dan saling menghisap. Astaga  ciuman Jimin selalu berhasil membuatku kewalahan dan diserang pening.

Tapi ingatan ku kembali ke Jiya yang sudah pasti tidak lama lagi akan datang kemari. Lantas dengan tenaga yang tak seberapa aku mendorong tubuh Jimin, berusaha memperingatkan pria itu untuk berhenti.

Kutepuk pundak Jimin, tapi pria itu tak kunjung berhenti. Alarm tanda bahayaku semakin berbunyi, lantas tanpa pikir panjang kugigit bibir pria itu tak peduli akan terluka atau bagaimana.

Benar saja, Jimin berhenti dan memekik kesakitan. Rasakan itu!.

"Kau mulai agresive honey, tapi aku semakin menyukainya" aku melotot mendengar penuturan menggoda Jimin. Lantas kupukul lagi lengan itu walau tak berefek apapun.

"Yak! Kau sudah gila eoh. Jiya akan segera kembali!"

"Berarti kalau Jiya tak kesini aku boleh melanjutkan?"

"Yak!!" Sialan betul Park Jimin, dia selalu tau cara membuat pipiku memanas.  Aku memilih membuang muka, berusaha meredam gejolak aneh dalam tubuhku.

"Jangan malu Yura, bukankah kau yang kemarin mengajakku berkencan?" Jimin kembali berbicara dan itu justru semakin menambah panas diwajahku. Kenapa Jimin berkata begitu sih? Seakan-akan aku yang mengejarnya padahal kan Jimin dulu yang mulai semua ini. Ya tapi pria itu juga tak ingat, hah... menyebalkan!.

"Itu sudah 2 hari yang lalu. Saat itu aku sedang mabuk dan tak sadar mengatakan itu!" Ucapku menghindar tapi aku yakin hanya akan tampak konyol dihadapan pria itu. Benar saja, Jimin malah terkekeh lalu mengusap kepalaku lembut. Sial, panas itu kembali muncul diwajahku.

"Aku belum pernah berkencan sebelumnya, tapi apapun akan kulakukan untuk mu" ucap Jimin tapi aku kubalas dengan tatapan malas.

"Tidak pernah berkencan, tapi kau sudah bertunangan dua kali Park Jimin." Balasku kesal tapi pria itu masih terkekeh. Kenapa reaksinya seakan gemas begitu?.

"Kau seperti anak kecil Yura"

"Kau yang seperti anak kecil. Apa kau lupa siapa yang menjabat dan mencium boneka tadi" protesku tak terima. Dapat kulihat tatapan pria itu berubah marah, heol aku tak peduli. Mood ku mendadak rusak sejak mengingat tunangan Jimin!.

"Itu karna anakmu Yura" kalimat Jimin memberikan efek perih dihatiku, tapi aku berusaha tegar. Dia tak ingat apapun Yura, aku dan Jiya asing baginya.

"Ya...tapi aku baru tahu kalau ternyata seseorang sepertimu bisa patuh dengan anak umur 6 tahun!" Gerutu ku lagi, dalam hati berusaha menghalau rasa galau. Tidak, ini bukan waktu yang tepat untuk bersedih!.

Jimin terdiam, ia mengalihkan pandangan. Begitu juga denganku, aku memilih memandangi pintu berharap Jiya akan segera datang. Mendadak suasana terasa dingin bagiku.

Tak lama kemudian dapat kudengar helaan nafas Jimin. Lalu tangannya mengambil satu tanganku lalu digenggamnya erat. Aku yang diperlakukan begitu sontak menoleh menatap pria itu.

"Maaf..." Ucap pria itu berhasil meruntuhkan segala rasa galau ataupun gengsi diriku. Pria ini baru saja...mengalah?.

"Y-ya!?" Ulang ku lagi, masih tak percaya Jimin bertingkah begini.

"Aku berbeda denganmu Yura, terlalu banyak musuh, masalah, atau hal lain yang mau tak mau memaksaku untuk bertingkah bagai binatang" dapat kurasakan beban yang ditanggung Jimin ketika menatap mata pria itu. Aku jadi ikut merasakan betapa lelahnya Jimin selama ini.

|Mafia Sweetheart|✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang