Prolog

1.3K 149 19
                                    

Carpe Diem

(Translation: Seize the day)

Before you read this prologue, I just wanna say ... Happy Reading, Guys.

 Happy Reading, Guys

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Source: Pinterest

***


Melupakan masa lalu dan menjalani apa yang bisa dijalani di masa sekarang, itulah prinsip yang selalu aku pegang selama ini. Selama bertahun-tahun ini aku berusaha membuang semua kenangan di masa lalu yang tidak ingin aku kenang lagi. Menurutku membuang semua luka di masa lalu adalah salah satu cara menikmati hidup. Aku selalu percaya apa yang dibilang oleh kakakku ‘life must go on’, sehingga aku mencoba menjalani kehidupanku selama bertahun-tahun ini tetap normal sesuai tujuanku.

Terlepas dari semua masa lalu yang rasanya masih membekas sampai sekarang, aku sudah berdamai dengan keadaan selama bertahun-tahun ini. Mencoba beradaptasi dengan diriku yang sekarang dan mencoba mengukir kisah baru di lembaran yang juga baru. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk selalu melihat ke depan tanpa menoleh ke belakang lagi seperti sebuah adagium dalam dunia hukum yang berbunyi ‘Lex prospcit, non respicit, artinya ‘hukum melihat ke depan, bukan ke belakang. Ya, aku harus terus melangkah maju, meski tanpa dirinya. Namun, tampaknya lembaran kisah baruku akan ternodai dengan kisah di masa lalu yang tiba-tiba muncul bagaikan plot twist di drama korea yang sering aku tonton.

Iya, pria yang ada di hadapanku sekarang ini adalah orang yang pernah aku kagumi di masa lalu. Rama Putra Damasena, seorang jaksa yang barusan aku temui di persidangan. Jaksa yang sepanjang persidangan membuat jantungku terasa mau mencelos dari rongga dadaku. Malah tadi aku sempat nggak fokus saat di persidangan saking gugupnya bertemu dengan Kak Rama. Aku sempat melamun saat diajak bicara oleh hakim. Untung aku bisa mengendalikan diri. Gila aja kalau aku nggak fokus sampai akhir persidangan. Dan usai palu sidang diketuk sebanyak tiga kali yang artinya sidang telah ditutup dan keputusan telah ditetapkan, Kak Rama mengajakku minum kopi di kafe ini. Aku sempat menolak, tapi dia memaksaku.

“Udah lama banget ya kita nggak ketemu. Udah lima tahun lebih. Mau enam tahun nggak sih?” tanyanya. Aku hanya meresponnya dengan anggukan pelan dan senyuman tipis.

Kami berpisah di tahun 2015, tepatnya saat aku masih berstatus sebagai mahasiswa ilmu hukum sebuah perguruan tinggi negeri di Kota Malang. Jangan samakan kisahku dengan cerita sinetron atau film-film romantis. Ceritaku nggak kayak gitu. Kami malah berpisah. Bukan dia yang pergi meninggalkan aku, tapi aku yang menjauh. Aku yang sengaja menghilang dari hidupnya karena aku tahu cintaku pada Kak Rama tidak akan pernah terbalas.

“Kamu ke mana selama ini? Kenapa baru muncul?” tanyanya usai meneguk espresso.

“Aku emang baru balik ke Jakarta, Kak. Sebelumnya aku kerja di Jogja.”

“Oh, aku kira kamu masih di Malang.”

“Aku di Malang sampe lulus sekolah profesi advokat aja. Abis itu aku merantau ke Jogja dan kerja jadi pengacara di sana.”

“Terus di Jakarta udah berapa lama?” tanyanya penasaran.

“Baru sekitar tiga bulan.”

Kak Rama ngangguk-ngangguk saja. Mukanya kelihatan santai waktu bertemu denganku, tidak seperti aku yang sekarang gugup banget. Beneran aku merasa awkward. Dulu aku menghabiskan waktuku untuk memikirkan dia. Berharap aku bisa menyentuh hatinya. Namun, semuanya hanya harapan semu. Aku terlalu tinggi berekspektasi. Dan harapan itu seolah hancur saat aku jatuh ke lembah penyesalan karena telalu mencintainya. Seberapa besar aku mengharapkan dia, nyatanya aku semakin kehilangan dia. Aku pernah menangisi dia di saat tahu cintaku berat sebelah. Rasanya air mataku sampai habis menangisi dia terus, tapi aku sadar bahwa aku nggak akan bisa memilikinya.

“Kamu nggak ada kabar sama sekali ya, Nayra?” Dia tanya gitu sambil pasang senyum manis yang dulu sering membuatku meleleh. Dan senyum itu masi sama seperti dulu.

“Masa sih, Kak?” tanyaku balik sekadar basa-basi. Aku ingat betul usai dia wisuda, aku mengganti nomor ponsel dan menonaktifkan semua sosial mediaku. Iya, aku memang sengaja menghilang.

“Nomor HP dan semua sosmed kamu nggak aktif.”

“Oh, waktu itu email aku lagi bermasalah. Jadi, semua sosmed otomatis ganti,” jawabku berbohong. Padahal aku memang sengaja mengganti email, nomor HP dan semua akun sosmedku.

Kak Rama hanya mengangguk. “Boleh nggak kalau aku minta nomor HP kamu yang baru?”

Demi Tuhan, aku bingung harus bagaimana. Memberikan nomorku yang baru sama saja menjerumuskan diriku ke dalam lubang masa lalu yang terhubung dengan masa sekarang. Namun, kalau aku tidak memberinya … rasanya sungkan juga.

“Nayra?” panggilnya, membuatku tersentak dari lamunan.

“Boleh kan aku minta nomor HP kamu yang aktif?” tanyanya lagi.

Ya Tuhan, aku harus bagaimana? Aku takut akan bertemu dengannya lagi jika dia tahu nomorku. Aku takut jatuh cinta pada Kak Rama lagi di saat dia sudah menjadi milik wanita lain. Aku harus bagaimana?

*** 

To be continued.

Haloooo semuanya.

Iya, akhirnya aku update prolognya. Maaf ya kalau update cerita baru pas masih ada cerita on going. Semoga kalian bakal suka sama cerita ini. Aku riset cerita ini lumayan susah lho, meski ceritanya ringan. Jangan lupa vote, comment and share.

Kalau ketemu jaksa macem Rama gini, kalian bengek nggak?

Kalau ketemu jaksa macem Rama gini, kalian bengek nggak?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Carpe Diem (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang