15. The Reason

640 93 39
                                    

Bantu cek typo ya gaes. Thanks.
Happy Reading.

***

Sepulang mengantar Felisha ke rumah Mbak Nina, aku langsung mandi dan berganti pakaian. Usai bebersih diri aku langsung duduk di tepi ranjang. Kunyalakan diffuser di atas nakas. Tadi pagi aku baru saja mengganti minyak esensialnya menjadi aroma lemon. Aku bangkit sebentar untuk membuka jendela kamar. Udara malam selepas hujan sangat menyegarkan meski hawa dinginnya sedikit menggangguku. Kamarku yang didominasi warna putih ini jadi lebih terang saat aku membuka kordennya juga.

 Kamarku yang didominasi warna putih ini jadi lebih terang saat aku membuka kordennya juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Source: Pinterest)

Sebenarnya aku selalu membuka jendela kamarku setiap hari, tapi tadi waktu hujan deras sengaja ditutup oleh asisten rumah tangga karena anginnya sangat kencang. Takutnya ada kotoran atau dedaunan yang masuk ke kamarku akibat diterbangkan angin. Aroma tanah basah selepas hujan bercampur aroma lemon dari diffuser sangat membuatku rileks. Seolah beban pekerjaanku hari ini menyublim begitu saja. Namun, pertanyaan tentang perpisahan Kak Rama dan Kak Carissa tadi masih melekat kuat di memori otakku.

Aku tersadar dari lamunan ketika mendengar getaran HP di atas nakas. Ada video call dari Okta. Segera kuangkat video call itu. Terlihat Okta yang sedang tiduran di sofa dengan kemeja kerjanya. Dasinya juga masih belum dilepas. Sepertinya Okta baru saja sampai di rumah. Wajahnya juga kelihatan capek banget.

"Hai, Sayang," sapanya dari seberang.

"Hai juga. Baru pulang dari kantor?" tanyaku.

"Iya. Abis meeting tadi. Terus ini capek banget."

"Abis ini mandi, ganti baju, makan terus langsung tidur aja. Nggak usah begadang kalau nggak ngerjain yang penting banget," pesanku.

"Iya," balas Okta seraya tersenyum.

Oktaviano Pramudya, pria yang aku kenal di Jogja sekitar dua tahun yang lalu. Orangnya sangat baik. Pertama kali bertemu dengannya saat aku diterima menjadi pengacara di sebuah firma hukum di Jogja. Aku tidak sengaja bertemu Okta di Supermarket. Saat itu tiba-tiba aku menemukan sebuah dompet. Aku melaporkannya ke security. Dan nggak lama kemudian Okta datang setelah petugas mengumumkan ditemukannya dompet itu. Okta yang merasa berterima kasih padaku memberikan sejumlah uang padaku, tapi aku menolak. Akhirnya dia mengantarku pulang. Di perjalanan kami mengobrol beberapa hal sampai akhirnya dia minta nomorku. Semenjak itu kami saling berkomunikasi dan semakin dekat. Akhirnya tahun lalu aku bertunangan dengan Okta.

"Kamu lagi ngapain, Yang? Kok kayaknya lagi nyantai aja."

"Iya, emang lagi nyantai. Ini baru aja selesai mandi," jawabku.

"Gimana tadi sidangnya?"

"Lancar kok, Yang. Aku menangin sidangnya."

"Syukurlah. By the way, aku kangen banget sama kamu."

Carpe Diem (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang