14. Mad

632 106 42
                                    

Tolong bantu cek typo ya teman-teman.
Happy reading.

 Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***




Sepanjang perjalanan menuju kantorku hanya didominasi oleh keheningan. Kak Rama yang tadi banyak ngoceh sekarang malah cenderung nggak bersuara. Sekali ngomong paling yang cuma tanya AC mobilnya terlalu kencang apa nggak, lewat jalan mana yang lebih cepet atau pulang ngantor jam berapa. Cuma itu pertanyaannya, nggak lebih. Sepertinya Kak Rama juga canggung. Apalagi setelah mendengarku berbicara di telepon dengan Okta tadi. Mungkin dia kaget waktu tahu aku sudah jadi milik pria lain. Secara dulu dia pernah mendekatiku. Mungkin dia juga masih ingat momen-momen kebersamaan kami dulu di Kota Malang yang sangat singkat. Ya, meski aku kuliah bertahun-tahun di Malang, tapi aku hanya dekat dengan Kak Rama beberapa bulan saja. Sangat berbanding terbalik dengan lamanya durasi saat aku menjadi secret admirer-nya.

Mobil Kak Rama telah sampai di depan kantorku. Aku melepas seat belt pelan, lalu membuka pintu. Namun, saat akan keluar ... Kak Rama menahanku. "Tunggu, Nay!"

Aku menoleh ke arahnya dengan perasaan campur aduk sekaligus awkward bukan main. Dia menatapku intens tanpa senyuman manis yang terlukis di wajahnya.

"Kamu udah nikah, Nay?" tanyanya kemudian.

"Cincin di jari manis kiri. Artinya aku udah tunangan, tapi belum nikah," jawabku sambil menunjukkan cincin yang melingkar di jari manisku.

"Oh, gitu. Aduh, aku mendadak nge-blank tadi. Jadinya sempat ngira kamu udah nikah."

"Dan hari ini aku juga baru tahu Kak Rama udah nikah sama Kak Carissa."

"Hmm ... iya." Hanya itu responnya.

"Makasih udah nganterin aku, Kak."

"Sama-sama, Nay."

"Kakak hati-hati nyetirnya. Jangan nge-blank."

"Iya. Sampai jumpa di persidangan selanjutnya, Nay."

Aku mengernyit bingung. "Emangnya kita bakal ketemu di persidangan lagi?"

"Bisa aja, kan. Mungkin di luar persidangan kita juga bisa ketemu. Ngobrol santai di coffee shop kayak tadi kan juga bisa lain kali."

Aku mendengus gusar. Bisa-bisanya pria yang sudah beristri dengan santainya bilang mau ketemu aku di luar urusan pekerjaan. Ini orang mau ngasih harapan palsu lagi? Mau jadi tukang PHP lagi? Mau selingkuh? Untung aku udah resisten sama pesona dia. Jadi, nggak ngaruh. Kalau pun dia mau selingkuh, aku yang akan menyeretnya ke pengadilan karena telah melanggar pasal 284 KUHP tentang perselingkuhan dan perzinahan. Aku jahat? Iya, aku memang jahat, tapi dia lebih jahat karena dulu pernah memberi harapan palsu padaku.

"Mau kan, Nay?"

"Kakak udah beristri, kalau ngajak keluar aku nanti dituduh selingkuh. Aku nggak mau kesandung kasus perselingkuhan. Mau ditaruh di mana muka aku kalau sampai dituduh jadi selingkuhan Kakak!" semprotku kemudian.

Carpe Diem (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang