17. He Arrived

590 90 29
                                    

Bantu cek typo ya gaes. Happy reading.

 Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Udah enakan, Mbak?" tanya Nico.

Gara-gara suasana hatiku lagi nggak enak, akhirnya aku mau saja diajak Nico keluar. Kami ngopi di kafe dekat kantorku. Tadinya Nico ingin ngopi sekaligus bertanya-tanya padaku tentang tindak pidana korupsi yang relevan dengan skripsinya. Namun. Saat di perjalanan nggak tahu kenapa aku malah nangis. Akhirnya Nico jadi kepo.

"Mbak, abis ngopi udah enakan belum? Entar nangis lagi."

"Udah, kok."

"Kenapa nangis sih, Mbak? Berantem sama Mas Okta?" tanyanya yang kubalas dengan gelengan kepala.

"Gue cuma baper aja, Nic."

"Baper kenapa?" tanyanya lagi. Makin lama dia makin kepo.

"Waktu tadi jemput Felisha di day care, gue ketemu juga sama Ayahnya Raisa. Ternyata Ayahnya Raisa itu Kak Rama. Gue sedih aja ternyata Ibunya Raisa udah meninggal dari dia bayi umur dua bulan."

"Oalah, karena itu lo baper." Aku membalasnya dengan anggukan. Meski pun yang kukatakan pada Nico itu alasan kedua. Alasan pertamanya tetap gara-gara surat dari Kak Rama tadi.

"Kasihan kan, Nic."

"Yaelah, Mbak. Gue kan juga ditinggal Bunda semenjak bayi, tapi lo nggak pernah baper sama gue," sahut Nico. Aku langsung nyengir kuda. Baru ingat kalau Bundanya Nico meninggal waktu melahirkan dia.

"Dulu waktu lo kecil gue baper juga lihat lo. Sekarang sih ... karena lo udah dewasa jadinya nggak ada bapernya sama sekali."

"Lagian hidup harus tetap berjalan meski nggak ada orang yang kita sayangi. Gue dapet kata-kata itu dari Mbak Nina, lho."

"Iya, Mbak Nina pernah bilang gitu juga ke gue. Vezia gimana kabarnya? Masih galau dia ditinggal nikah mantannya?"

"Enggak, Mbak Vezia udah dapet pacar baru."

"Eh, siapa?" tanyaku penasaran.

Nico menunjuk seorang barista yang berdiri di meja bar. "Tuh, orangnya. Namanya Mas Arya. Pemilik coffee shop ini. Dia pacar barunya Mbak Vezia."

"Serius?"

"Iya, Mbak. Beneran. Kalau nggak percaya tanya langsung aja ke Mbak Vezia." Nico menyedot americano dinginnya. "By the way, besok ulang tahunnya Felisha. Udah beli kado buat dia?

"Belum. Tadi belum sempat beli."

"Ya udah abis ini bareng lo aja."

"Tapi lo harus mau gue wawancarai dulu, Mbak."

"Astaga, iya. Iya, Nic."

Aku akhirnya meladeni Nico dulu sebelum kami pergi mencari kado untuk ulang tahunnya Felisha. Besok ulang tahunnya Felisha akan diarayakan di rumah orang tuaku. Katanya Mbak Nina bakal mengundang temannnya Fesliha banyak. Rumah Mbak Nina yang ruang tamu dan halamannya nggak terlalu luas nggak muat. Sehingga pestanya diselenggarakan di rumah Papa dan Mama.

Carpe Diem (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang