Bantu cek typo ya teman-teman. Thanks and happy reading.
***
Damai, itulah yang kurasakan saat menghirup udara segar di tempat ini. Aroma udara pagi yang bercampur aroma pinus ini sangat kusukai. Sangat menenangkan dan membuatku lupa dengan segala beban permasalahan yang aku tinggalkan untuk sementara. Tempat ini seperti surga. Bukannya kabur dari permasalahan, tapi aku hanya ingin menangkan diriku terlebih dahulu. Lebih tepatnya ingin menjernihkan pikiran agar tidak salah mengambil keputusan. Aku tidak mau gegabah lagi.
Aku harus berterima kasih pada Shelin. Dia yang berbaik hati memperbolehkanku tinggal di villa milik keluarganya selama aku ingin menyendiri. Tempo hari waktu aku berniat untuk mengakhiri hidupku, tapi Shelin berhasil menyadarkanku. Malam itu aku melepas cutter yang aku pegang. Aku meleparnya ke dinding. Lalu mengemasi barang-barangku yang sekiranya penting. Tangah malam aku pergi dari rumah. Saat itu tempat kutuju tentu rumah Shelin. Aku menceritakan semuanya pada Shelin, termasuk hatiku yang ternyata memang nggak bisa move on dari Kak Rama. Aku menumpahkan semua tangisku di hadapan Shelin. Dia merengkuhku dan memberikan kunci villa keluarganya kepadaku. Katanya aku lebih baik menenangkan diri di suatu tempat yang berudara segar. Dan sekarang aku di sini, di villa puncak.
Aku berdiri di atas balkon lantai dua sambil memandangi pohon-pohon pinus yang tumbuh subur. Beberapa burung beterbangan dan hinggap dari satu pohon ke pohon lain. Suara burung-burung itu sangat jarang kutemui di tengah hiruk pikuk Kota Metroplitan. Aroma tanah basah selepas hujan juga masih tercium meski hujannya tadi malam. Aku benar-benar menyukai tempat ini.
Kakiku bergerak menuju lantai dasar saat kakiku sudah mulai lelah berdiri. Maklum saja sudah satu jam aku berdiri di sini hanya untuk melihat pemandangan pagi hari yang menyejukkan hati dan pikiran. Begitu sampai di lantai dasar, aku mengecek ponsel. Lagi, pesan dan telepon dari Mama, Papa maupun Mbak Nina datang bertubi-tubi. Dan selama seminggu ini aku sama sekali tidak membalas pesan atau mengangkat telepon mereka. Hal itu juga berlaku untuk Okta. Padahal kami akan menikah tiga minggu lagi. Aku benar-benar merasa berdosa pada Okta.
Saat hendak kuletakkan HP di atas meja, tiba-tiba terdengar suara dering lagi. Ini bukan dari keluargaku atau pun Okta, melainkan dari Shelin. Kalau dari Shelin langsung aku angkat. Cuma dia yang bisa aku percaya saat ini. Mau cerita ke keluarga pun aku takut membebani mereka. Biarlah kusimpan sendiri masalahku ini. Toh, ini memang masalah hati yang harus kuselesaikan sendiri.
"Halo, Shel," sapaku.
"Gue diteror keluarga elo sama Okta. Mereka nanyain elo terus."
"Jawab aja nggak tahu."
"Gue udah jawab gitu, tapi mereka masih aja tanya ke gue. Udah gitu Okta kayaknya frustasi banget nyariin elo. Gue bilang aja ya kalau lo di sini."
"Jangan, Shel."
"Sampai kapan lo mau kabur?"
"Gue nggak kabur. Gue kan cuma nenangin diri sesuai saran lo."
"Ya nggak selama ini juga kali. Bukannya gue ngusir lo dari villa gue, tapi lo juga harus keluar ke realita lagi. Lo harus segera ngambil keputusan sebelum semuanya terlambat. Ingat! Lo tiga minggu lagi nikah. Lo nggak bisa main kucing-kucingan kayak gini terus. Menikah itu bukan main rumah-rumahan, tapi emang berumah tangga beneran. Jangan sampai lo nyesel seumur hidup cuma gara-gara nggak bisa jujur sama diri lo sendiri. Mulai sekarang coba jujur ke diri lo sendiri, ke Okta dan juga ke Kak Rama."
Ngomong-ngomong tentang Kak Rama, sudah lama aku memblokir nomornya. Jadi, sudah sebulan aku nggak tau kabar tentang dia sama sekali. Awalnya aku pikir keputusanku memblokir nomor Kak Rama bisa membuatku lebih mudah melupakannya. Nyatanya aku justru tersiksa karena nggak tahu kabar dia sekarang bagaimana. Apakah dia sama terlukanya seperti aku saat tahu aku memilih untuk menikah dengan Okta?
KAMU SEDANG MEMBACA
Carpe Diem (Sudah Terbit)
RomanceShanayra Indica, atau yang biasa dipanggil Nayra. Ia seorang pengacara muda yang cerdas dan sukses. Semasa kuliah ia pernah mengukir kisah indah bersama seorang pria yang sangat berharga di masa lalunya, tapi kisah indah itu berakhir begitu saja saa...