4. Not A Main Cast

576 95 16
                                    

(Source: Pinterest)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Source: Pinterest)

****

Aku sudah berkali-kali mengelap ingus yang terus keluar dari hidungku. Untungnya tadi praktik moot court dibatalkan karena beberapa pengajar yang merupakan hakim, jaksa, pengacara dan ahli hukum lainnya banyak yang tidak bisa hadir. Malu-maluin kalau sampai aku ingusan waktu acting jadi pengacara. Apalagi kalau dilihat dosen dan juga praktisi hukum lainnya. Selain dosen hukum sendiri, setiap kali moot court memang sering menghadirkan orang-orang hukum yang terjun langsung di masyarakat. Jadi, kami benar-benar digembleng agar kelak menjadi lulusan yang kompeten di bidang hukum.

Suara detik jam dinding menemaniku malam ini. Aku yang semula goleran di kasur akhirnya mencoba bangkit melawan demam dan pusing akibat flu ini. Moot court memang dibatalkan sampai minggu depan, tapi tugasku yang lainnya masih menumpuk. Belum lagi menganalisis isi jurnal tentang hukum pajak dan membuat makalah untuk matakuliah sosiologi hukum. Kadang di waktu senggang aku juga belajar lebih dalam tentang hukum pidana karena akan mengambil peminatan itu.

"Nay, buka pintunya!" Aku kaget mendengar suara pria dari luar kamarku. Sudah jelas itu suara Kak Devan karena hanya ada dua pria yang bisa masuk ke dalam kos cewek ini, yaitu Kak Devan dan Bapak kost. Selain mereka hanya diperbolehkan masuk sebatas di ruang tamu saja.

"Apaa sih, Kak? Ganggu aja."

"Gue punya sesuatu buat lo, nih."

Akhirnya aku meng-hibernate laptop serta menutup bukuku. Wajah tengil Kak Devan langsung adalah hal pertama kulihat saat pintu kamar terbuka. Kak Devan bawa kantong plastik gitu. Entah isinya apa, tapi sepertinya makanan. Oh iya, dia juga bawa kotak P3K.

"Gue ke sini nganterin wedang ronde buat lo. Sekalian nganter obat flu," ujarnya sambil menebar senyum tengil. "Lo ambil mangkuk dulu ya di dapur! Terus makan wedang rondenya di ruang tamu aja."

"Makan wedang rondenya sama lo?"

"Iya, kan ada dua bungkus."

Aku akhirnya menuruti ajakan Kak Devan. Dua buah mangkuk kaca aku ambil dari dapur. Kami lalu minum ronde di ruang tamu kos. Lumayan di cuaca dingin dan lagi flu gini minum ronde, badan rasanya lebih anget.

"Enak nggak?" tanya Kak Devan saat mangkukku sudah kosong.

"Enak kok, Kak."

"Gue cek suhu lo bentar ya. Kayaknya lo demam juga."

Aku mengangguk. Dari tadi aku memang merasakan suhu tubuhku lebih tinggi daripada biasanya. Kak Devan mengeluarkan termometer digital dari kotak P3K miliknya.

"Lumayan tinggi nih suhu lo, Nay. Nih, 38 derajat celcius." Kak Devan lantas menempelkan plester penurun demam di dahiku. Dia juga ngasih obat flu. "Diminum obatnya! Biar cepet sembuh. Udah gue tulisin sehari berapa kali minumnya."

Carpe Diem (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang