Happy Reading
***
Aku pernah membaca novel 'Perahu kertas' karangan Dee Lestari saat masih SMA. Ada satu bagian yang menurutku sangat relate dengan hidupku sekarang. Bagian itu ketika tokoh Luhde rela ditinggal pergi oleh Keenan yang lebih memilih melabuhkan hatinya pada Kugy. Dan di dunia nyata Kak Rama tahu di mana harus melabuhkan hatinya. Iya, kepada Kak Carissa, bukan aku. Usai acara wisuda aku pulang dengan langkah gontai ke kost. Lututku yang berdarah rasanya sudah mati rasa diguyur air hujan yang dingin menusuk. Jemariku memucat hingga kuku-kukuku warnanya berubah menjadi biru keunguan. Hujan di Kota Malang memang sangat menggila akhir-akhir ini.
Setibanya di kost, aku sendirian. Baru ingat kalau ini masih liburan. Para penghuni kost lainnya masih di kampung halaman mereka. Aku langsung membersihkan badanku di kamar mandi. Kunyalakan shower hingga memancarkan air panas yang mampu mengapus dingin air hujan tadi. Aku merasakan sedikit ketenangan saat air hangat menyentuh kulit kepalaku. Namun, tetap saja aku masih tak mampu menahan desakan air mata saat teringat Kak Rama. Air mataku menyatu dengan air hangat yang mengguyur wajahku.
Usai membersihkan diri dan mengeringkan rambut dengan hair dryer, aku baru merasakan perih di lututku yang berdarah tadi. Luka ini mungkin akan meninggalkan bekas di lututku, tapi bekas luka ini tidak sedalam luka di hatiku. Gini amat ya rasanya broken heart. Nyesek, sakit, sedih, putus asa, insecure campur aduk jadi satu. Hancur sehancur-hancurnya. Tiap menit tiap detik rasanya pengin nangis. Demi Tuhan, aku rasanya pengin minum racun tikus.
"Nayra?" Aku mendengar suara dari luar kamarku. "Ini aku, Meidina. Keluar gih, Nay."
Kak Meidina? Kok bisa ada di sini? Pasti dia ke sini sama Kak Devan. Aku bergerak menuju arah pintu kamar. Kubuka pelan pintu kamarku. Dan benar saja di luar kamar ada Kak Devan dan Kak Meidina. Mereka tersenyum begitu melihatku menyembul dari balik pintu.
"Hai, Nay. Kita bawa brownies Amanda nih buat kamu," ujar Kak Meidina.
"Ayo kita makan brownies, Nay," ajak Kak Devan yang langsung aku balas dengan toyoran di kepala.
"Brownies-nya kan buat gue! Ngapain ngajakin makan bareng!"
"Yassalam ... galak amat."
Aku terkekeh, berusaha menyembunyikan semua kesedihanku di depan mereka. Aku sendiri tidak tahu maksud kedatangan mereka ke sini, tapi aku mau saja saat diajak makan brownies bareng. Aku menyeduh teh hangat untuk melengkapi sesi obrolan kami di ruang tamu sambil makan brownies.
"Sini gue obatin dulu luka lo." Kak Devan mengeluarkan kotak P3K andalannya.
"Nggak usah," tolakku.
"Nggak apa-apa, Nay. Biar diobatin Devan. Biar nggak infeksi," sahut Kak Meidina.
Kak Devan tahu aku habis jatuh saat bertemu dengannya di jalan tadi. Aku sudah sangat kacau di jalan tadi. Aku pulang ke kost nebeng mobilnya Kak Devan. Barengan sama Ibu kost dan Bapak kost. Untung tadi wajahku basah kena air hujan. Jadi, Kak Devan, Ibu dan Bapak kost nggak curiga kalau aku habis menangis. Cuman ... sekarang Kak Devan dan Kak Meidina menatapku aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Carpe Diem (Sudah Terbit)
RomanceShanayra Indica, atau yang biasa dipanggil Nayra. Ia seorang pengacara muda yang cerdas dan sukses. Semasa kuliah ia pernah mengukir kisah indah bersama seorang pria yang sangat berharga di masa lalunya, tapi kisah indah itu berakhir begitu saja saa...