30. Carpe Diem

746 93 56
                                    

Bantu cek typo ya, Readers. Ini 2k words lho! Panjang, guys. Jadi tolong vote dan comment. Saya nulis chapter ini butuh beberapa hari untuk menyelesaikannya. Apalagi waktu nulis surat cintanya Rama mikir banget. Asli menguras pikiran bikin chapter ini. Jadi, tolong hargai usaha saya dengan vote dan comment sebanyak-banyaknya, terutama yang biasanya jadi silent reader. Maaf agak maksa. Hahaha

Happy Reading.

(Source: Pinterest)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Source: Pinterest)

***

Mataku rasanya sudah berair waktu tahu Kak Rama dimutasi. Aku mencoba menghubunginya lagi. Aku meneleponnya, tapi nggak diangkat juga. Aku semakin kebingungan, takut dan kalut. Aku nggak mau dia pergi tanpa tahu bahwa aku masih mencintainya. Aku akhirnya keluar dari lobi depan gedung kejaksaan. Tubuhku terduduk lemas di tangga teras gedung kejaksaan. Aku menangkup wajahku, lalu mengusap air mata yang mulai menetes. Aku jadi cengeng banget kalau sudah berurusan sama pria yang bernama Rama Putra Damasena. Padahal kalau di persidangan aku selalu tampil tegas dan percaya diri. Iya, aku selalu jaga image di persidangan, tapi kalau sudah berurusan dengan Kak Rama image-ku sebagai perempuan pantang nangis langsung ambyar.

Aku masih terduduk dengan posisi kaki di tekuk di depan. Aku memeluk lututku sendiri seraya menghela napas berkali-kali. Kehilangan orang yang kita sayangi sangat menyesakkan. Aku sangat terlambat. Aku merasa gagal dalam urusan percintaan untuk ke sekian kalinya. Kalau di sini ada racun tikus, mungkin aku sudah menenggaknya.

"Shanayra! Kamu ngapain duduk di sini?" tanya seseorang. Suara itu tepat di depanku. Jantungku lamgsung berdetak lebih cepat saat mendengar suara itu. Tentu saja aku nggak asing sama suara berat itu. Aku segera menoleh untuk memastikan siapa yang memanggilku. Dan benar saja aku melihat Kak Rama. Aku mengerjap beberapa kali untuk memastikan bahwa orang yang di depanku ini benar-benar Kak Rama.

"Kak Rama?"

"Iya, Nay. Kamu kenapa duduk di sini? Kayak anak kecil ilang aja."

Aku nggak mempedulikan ledekannya yang mengatakan aku seperti anak hilang, yang penting aku sudah menemukannya. Aku menangkup kedua pipi Kak Rama untuk memastikan bahwa ini bukanlah mimpi. Dan ternyata ini kenyataan. Sontak saja aku langsung memeluknya. Kusandarkan kepalaku pada dada bidangnya. Aroma parfum maskulinnya bisa aku cium. Wangi ini sangat kusukai. Aku benar-benar merindukan jaksa ganteng satu ini.

"Eh, kamu kenapa?" tanya Kak Rama. Sadar bahwa ini tempat umum, aku langsung melepasnya.

"Kakak nggak dimutasi?"

Carpe Diem (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang