"Woi, Kak! Udah pulang, nih? Tumben lo nggak seliweran dulu." sapa cowok SMP, Haruto namanya, tetangga Ryujin dari delapan tahun lalu.
Ryujin nyengir, sebelum rautnya berubah mendatar. "Emang kenapa, sih? Gue pulang cepet diheranin, pulang sore dijulid-in. Mau lo apa, hah? Emang dasar netizen maha benar."
"Selow, Kak, selow. Gue cuma nanya padahal, udah dicerocosin aja." Hartono Rudi Hidayat atau sering disingkat Haruto, mendelik dengan mata penuh sirat dendam kesumat. Merasa serba salah, kayak judul lagu.
"Ngomong-ngomong, lo ngapain berdiri di depan pager kayak gitu? Cosplay jadi patung, atau nunggu dikasih recehan? Duh, maaf, To, tapi duit gue udah ludes dibeliin bakwan tadi." cerocos Ryujin dalam sekali tarik napas, bikin Haruto yang dengar merasa pengap sendiri.
"Siapa juga yang bilang gue ganti profesi jadi pengemis, sih? Gue lagi nungguin Abang gue, mau dateng dia sekarang." Haruto mendengus. "Harusnya sih, udah sampe. Tapi nggak tahu dia melipir kemana dulu."
Ryujin mengedikkan bahu acuh. "Emang gue nanya?"
"Sialan."
Ryujin ngakak, baru aja mau membombardir Haruto dengan ejekan-ejekannya, sebelum maniknya menangkap jelas presensi Asahi dengan rentang jarak sepuluh meter. Cowok berkulit pucat itu berjalan dengan langkah santai dan wajah datar yang sama, menuju ke arah Ryujin sampai membuat cewek itu agak salting sendiri.
Eh tapi ternyata nggak, karena Asahi justru berjalan ke arah Haruto. Menodongkan tangan seolah meminta sesuatu yang langsung dihadiahi kunci oleh si cowok tinggi. Bisa-bisanya Ryujin mengira cowok itu bakal kasih sapa, tapi mungkin memang dasarnya dia aja yang kepedean ditambah banyak halu. Duh, Ryujin mau malu, tapi urat malunya sudah sejak lama putus.
"Eh, itu Abang lo, To?" tanya Ryujin saat Asahi sudah hilang ditelan pintu rumah Haruto. Bahkan cowok berwajah kelewat tampan itu nggak sama sekali menyapa atau minimal senyum, dia cuma berlalu melewati Ryujin seolah cewek itu cuma patung pajangan. Bikin Ryujin total cuma bisa senyum miris, kayaknya bakal susah.
"Iya, kenapa? Lo baru tahu, ya? Eh tapi wajar, sih, dia baru balik lagi ke Indonesia." jawab Haruto santai. "Kalo lo mau tahu, namanya–"
"Argas Syafiq Hidayat. Udah tahu, kok, santai aja," sela Ryujin.
Haruto membelalak. "Lho, kok udah tahu duluan? Wah, kayaknya lo emang ada bakat dasar jadi cenayang deh, Kak."
"Apaan, sih, ini bocah? Gue sekelas sama dia, dia jadi anak baru pagi ini yang bikin satu sekolah gempar." sinis Ryujin. "Ganteng, To. Lo mah lewat kalo dibandingin sama dia, seriusan nggak bohong."
"Banyak omong banget ini cewek satu. Jadi Abang gue gimana menurut lo? Cocok, nggak?"
"Cocok banget sama gue, tapi nggak tahu dia bakal mau sama gue apa nggak. Jadi, langkah pertama untuk mendekati seorang Argas, bagi nomornya dong, To." todong Ryujin dengan wajah yang dibuat semanis mungkin.
"Astaghfirullah tetangga gue ngegas juga, tapi nggak apa-apa, lanjutkan. Papa bangga sama kamu, Nak."
***
Setelah selesai bernegosiasi ini dan itu dengan Haruto mengenai pemberian nomor Asahi, akhirnya Ryujin dapat hasil yang bagus. Tentu nggak gratis sama sekali. Karena Haruto harus disogok pakai es krim dan antek-anteknya. Tapi nggak apa-apa, Ryujin mau rasain rasanya berjuang.
Sudah pernah dibilang belum, kalau Ryujin itu super ngegas? Karena buktinya, nggak pakai chat atau pendekatan lewat pesan singkat, cewek itu justru langsung memilih opsi telepon. Tanpa ragu, bahkan dengan santainya menampilkan raut wajah paling songong yang dia punya.
"Halo? Ini siapa?" Suara dari seberang telepon terdengar parau.
Sebisa mungkin Ryujin menahan diri agar nggak teriak saat itu juga saat mendengar suara parau yang justru terdengar serak seksi. Cewek itu mengatur napasnya sebentar sebelum menyiapkan diri untuk menjawab. Biasa, berusaha menjaga image meski dia tahu pada akhirnya pasti akan gagal karena terkadang, jiwa maung Ryujin sering meminta untuk dilepaksan.
"Halo. Gue Ryujin, temen sebangku lo. Gue ganggu nggak?" Ryujin pegal, karena demi apapun bibirnya nggak mau diam dan terus-terusan berkeinginan senyum. Karena nggak mau dianggap gila karena kelihatan senyum-senyum sendiri di dalam kamarnya, terpaksa Ryujin tahan senyum sampai empet dan berakhir pegal.
"Hmm."
Batin Ryujin sudah berisik karena menjerit nggak karuan. Padahal Asahi cuma berdeham biasa, tapi efeknya serasa menusuk sampai tulang sum-sum belakang. "Kenapa, Gas?"
"Hmm."
"Hah? Lo ngomong apaan, sih? Maaf, tapi gue nggak pernah terlatih buat memahami bahasa kalbu." cerocos Ryujin, meruntuhkan image kalem yang berusaha ia bangun beberapa saat lalu.
"Lo jadi cewek berisik banget, sih?"
Ryujin justru ngakak setelah mendengar dengan jelas nada ketus dari kalimat Asahi barusan. "Duh, lo gemes banget ya ampun. Itu kalimat terpanjang yang pernah gue denger selama kenal lo. Kayaknya patut diadakan selebrasi biar lebih meriah, deh, hahaha."
"Nggak usah sok asik, lo baru kenal gue tadi, lagaknya udah kayak lengket bertahun-tahun. Annoying,"
Ryujin tertegun sesaat, sebelum kemudian menyahut lagi dengan suara yang nyaringnya nggak ada lawan. "Nggak apa-apa deh, lo cuma ngomel-ngomel doang. Yang penting gue bisa denger suara lo lebih lama, bikin adem soalnya."
"Lo jadi cewek bener-bener nggak tahu malu, ya?"
"Urat malu gue udah raib nggak tahu kemana sejak brojol, kayaknya kebawa bareng ari-ari. Jadi ya, maklumin aja ya, Pangeran."
"Cepet ngomong lo maunya apa? Kalo nggak penting mau gue tutup."
"Gue nggak mau banyak, kok. Nggak mau minta uang tebusan juga karena bukan penculik. Gue cuma minta satu, tapi nggak tahu lo bakal kasih apa nggak."
Ryujin memberi jeda demi hasrat ingin mendengar respon dari sang lawan bicaranya, Asahi. Tapi apa daya, karena cowok itu justru terdiam kayak nggak minat. Tapi memang dari awal sudah kelihatan jelas kalau dia nggak minat, kok.
"Gue mau hati lo aja, dengan ekstra cinta dan pelukan sebagai toping. Boleh, nggak? Cuma sesederhana itu, kok."
Nggak ada sahutan, lagi. Ryujin pikir, Asahi lagi salting di seberang sana, jadi dia masih setia menempelkan ponsel di telinganya. Tapi setelah ia tunggu-tunggu sepuluh menit, kok nggak kunjung ada jawaban? Jadi dengan segenap rasa penasaran yang meronta ingin dibebaskan, Ryujin melihat layar ponselnya dan langsung badmood setelahnya.
Karena ternyata, Asahi sudah memutuskan panggilan itu secara sepihak. Dan bodohnya Ryujin nggak sadar.
Watanabe Haruto as Hartono Rudi Hidayat
Moy's Note: Karakter setiap cast bakal beda dari aslinya, dan bakal banyak switch age dan lain-lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Support System ; AsaRyu ✔
RomanceAsahi X Ryujin Fanfiction | Romantis | School Life | Non-Baku | Lokal | AU Tentang Asahi, yang tanpa disadari membutuhkan seseorang. Dan Ryujin, dengan tanpa syarat mengajukan diri demi menjadi support system untuk pemuda itu. Tapi, nggak ada yang m...