24 - Maaf

718 164 12
                                    

"Lho? Ini nggak jadi ke tempatnya Argas?"

Pertanyaan Hyunjin dibalas gelengan kepala yang nggak pasti dari Ryujin. Cewek itu bahkan nggak menoleh, sibuk merapikan banyak barang ke dalam tas ranselnya. Mengabaikam tiga konconya yang sekarang terheran-heran dengan perubahan sikap Ryujin beberapa saat lalu.

Pertama, kesal nggak ketampung, tanpa alasan pula. Selepas Haruto pulang, Ryujin melampiaskan emosinya dengan merengut dan malas jawab pertanyaan apapun yang ditanya Jaehyuk. Tumben, biasanya kalau Jaehyuk yang nanya, dia nggak sebegininya. Bukan sesuatu yang bikin pusing, sih, tapi tetap aja nggak biasanya.

Kedua, jadi suka melamun, persis kayak habis putus cinta padahal jadian aja nggak. Masih biasa aja, sih. Setidaknya belum sampai tahap yang aneh-aneh.

"Terus sekarang lo mau kemana?" kali ini Yeonjun.

Ryujin menengadah, menghentikan sebentar mengemasi entah apa pada ranselnya. Ia berkacak pinggang, menghela napas nggak tahu apa alasannya, menghempaskan bokongnya jatuh ke sofa. Paham betul kalau Yeonjun mungkin nggak bakal berhenti bertanya sebelum pertanyaannya dijawab, cewek itu langsung buka suara.

"Anterin gue ke rumah Jihan bentar, abis itu nyamper Soraya." ucap Ryujin sebelum kembali sibuk.

Hyunjin mengernyit. "Ngapain? Bukannya lo udah ada janji sama si bocah SMP itu?"

Ryujin ngangguk. "Tapi malem, sekitaran jam tujuh. Sekarang masih sempet kalo ke rumah mereka dulu, 'kan?"

"Iya, sih, tapi emang lo udah yakin? Udah siap kalo semisal mereka masih--" Yeonjun nggak tega nerusinnya.

"Bagusnya, gue udah lebih dari sekedar siap. Gue nggak selemah itu," tukas Ryujin, sempat-sempatmya mendelik. "Udah ah, kenapa kalian jadi overprotective begini, sih?"

Jaehyuk menggaruk tengkuk, menyengir canggung. "Nggak tahu, ya? Mungkin karena gue nggak pengin lihat lo nangis kayak waktu itu."

"Aduh, terharu. Jadi pengin nangis, huweeee...."

Dan yang ketiga sekaligus yang terakhir, Ryujin menjelma jadi cewek dengan kadar sensitivitas tanpa batas. Fix, kalau Hyunjin pikir, memang ada yang nggak beres.

"Ya udah cepetan ah, lebay banget. Sini gue anter," sela Yeonjun yang mulai memanaskan motor. Nggak tahu dari kapan cowok itu mulai keluar rumah.

"Oghey."

Memang dasar ceroboh. Ryujin langsung keluar dari rumah dan nangkring di atas motor Yeonjun tanpa mengunci pintu, ditutup juga nggak. Jelas-jelas bikin Hyunjin berdecak sebal lalu menarik Jaehyuk untuk cepat-cepat keluar biar dia bisa kunci pintu.

"Heh, kunci rumah lo bawa kemana?" tanya Hyunjin yang sadar ini bukan rumah dia.

Ryujin yang sudah kepalang nyaman di motor cuma nyengir. "Masih di dalem, di meja deket jendela."

Hyunjin mendengus sebelum menggumam. "Panjul."

***

"Permisi Tante, Jihannya ada?" tanya Yeonjun sopan, mewakili Ryujin yang justru terbengong melihat interior rumah Yeji. Padahal ini bukan yang pertama kalinya dia datang, norak kalau aja Hyunjin ada disini dan tahu tingkah Ryujin.

Omong-omong soal Hyunjin, cowok dengan bibir seksi itu justru tertinggal di belakang, terpaksa naik taksi bareng Jaehyuk. Karena sebenarnya, sewaktu mereka berangkat buatke rumah Ryujin, mereka cengtri alias bonceng trio. Dan karena motor Yeonjun dipakai buat nganter 'nyonya', ya akhirnya pilih ngalah aja.

"Nggak usah formal begitu, ah. Kamu udah sering main kesini juga," sergah wanita paruh baya yang diyakini sebagai ibu dari Yeji sambil senyum ramah. "Kamu juga Ryana, gaya banget padahal bukan sekali dua kali kamu nginep."

"Hehe, basa-basi, Tan." jawab Yeonjun tanpa malu, dan sepaket sama Ryujin yang malah cengengesan nggak tahu tempat.

"Ya udah deh, kamu berdua kalo dibiarin makin lama makin ngawur. Masuk aja, Jihan ada di taman belakang, ada temennya juga itu nggak tahu siapa."

"Siapa, Tan?"

"Ya mana Tante tahu? Lihat sendiri aja sana, ngomong-ngomong Hafizhan mana?"

"Ada di belakang, sengaja kita tinggal."

"Oalah."

Ryujin terkikik, kemudian mengikuti langkah besar Yeonjun yang sudah lebih dulu masuk. Sedangkan Mama Yeji lebih memilih melipir ke taman depan rumah, menyiram tanaman sekaligus menunggu Hyunjin pulang agaknya.

"Lho? Ry?"

Wah, sepaket sama Somi ternyata. Ryujin menyipitkan mata, menelisik ke arah taman belakang dan nemuin satu orang yang benar-benar nggak asing. Alias, plis deh, itu Winter!

"Hai?" canggung juga ternyata, "Lagi pada main? Gue ganggu, ya?"

Di belakangnya, ada Yeonjun yang sudah menahan cekikikan. Ingatkan Ryujin agar memberi cowok itu sikutan selepas ini.

"Nggak, kita nggak lagi main, kok. Cuma lagi ngeladenin dedemit satu." sahut Yeji sambil mengerlingkan matanya ke arah Winter yang masih duduk membelakangi mereka.

"Win. Inget apa yang gue bilang tadi, minta maaf cepet." sergah Yeji, berbalik arah sambil berkacak pinggang ke arah Winter, cewek itu mulai menggertak menaikkan nada suara.

Yang digertak hanya mengangguk, kemudian berjalan mendekati Ryujin dan menyodorkan tangan. Ryujin yang bingung harus apa akhirnya hanya mengikuti alur, menerima sodoran tangan itu, berjabat setelahnya.

"Maaf, gue udah keterlaluan." katanya.

Ryujin dengan kaku mengangguk, "Iya, nggak apa-apa, santuy."

Winter mengedikkan bahunya tak acuh. Beralih pada Yeji dan Somi yang masih menatapnya sinis, kemudian berpamit pulang. Menyisakan gurat heran dalam air muka Ryujin.

"Tadi itu..., apa-apaan?"

"Lo yang apa-apaan! Kenapa langsung dimaafin begitu aja? Apa lo nggak ada niatan balas dendam buat dia?" semprot Somi.

Ryujin mencebik, "Balas dendam terbaik itu, dengan lo ngebaik-baikin dia sampe dia ngerasa bersalah."

Dia udah bikin nama lo tercoreng, lho." tambah Yeonjun yang dari tadi kerjanya cuma jadi tim nyimak. "Berkelitnya bisaan lagi."

"Iya. Dan mereka berdua juga sampe percaya, 'kan? Emang Wina itu berarti jago ngomong." tukas Ryujin setengah menyindir.

Yeji sama Soraya nggak pakai lama langsung teriak sambil merengek, "HUWEE MAAFIN KITAAA."

Katakan selamat tinggal untuk kewarasan telinga Yeonjun. Cowok itu lebih pilih nyerah dan mundur dari area ciwi-ciwi rempong itu, dan mengasingkan diri ke depan. Siapa tahu Jaehyuk dan Hyunjin memang sudah datang.

Oh, memang sudah datang. Lagi duduk lesehan dengan pandangan teredar. Langsung aja dia samperin.

"Kenapa muka lo sepet banget?"

Itu Jaehyuk yang memang peka dalam seribu satu keadaan. Dan Yeonjun cuma mengedikkan bahu, mengerling ke arah dalam rumah sebelum ikut duduk lesehan di tengah-tengah Hyunjin dan Jaehyuk. Menyempil seenaknya, membuat Hyunjin misuh-misuh.

"Jangan disini, ah! Lo nyempil-nyempil begitu dikata kecil kali!?" omelnya sambil sesekali mendorong tubuh temannya itu.

"Kata Pak Ustadz, nggak boleh berduaan. Ntar yang ketiganya setan." ujar Yeonjun sambil menaikkan kaki untuk dipeluk.

Hyunjin memberengut. "Lo setannya!"

Yeonjun menyengir, sedangkan Jaehyuk yang dari tadi cuma nonton akhirnya buka suara. "Gimana mereka?"

"Udah baikan, gampang banget anjir maap-maapannya. Gue udah pasang posisi paling mantep kalo semisal ada adegan jambak-menjambak, ternyata cuma peluk-peluk sambil nangis." gerutu Yeonjun. "Ini berarti kitanya aja yang terlalu heboh kemaren, drama banget heran."

***

Moy's Note : Hai! Kembali berteu dengan Moy, yang baru selesai dari sesi meleyot gara gara Teteh Ryu, asjgdkl.

Semangat streaming semua!

Support System ; AsaRyu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang