13 - Menginap

883 204 33
                                    

Aku ultah, gada yang mau ucapin? Wks ngarep bgt. Happy reading sayang-sayangku, ati ati gumoh! Plis bgt aku gabisa bikin yang manis manis.

 Happy reading sayang-sayangku, ati ati gumoh! Plis bgt aku gabisa bikin yang manis manis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Udah sini, gue aja yang suapin. Tangan lo pasti masih nggak kuat, 'kan?"

Asahi mendelik sebal. "Nggak, pasti lo mau modus, 'kan?"

Kali ini, Ryujin yang mendelik. "Gue nggak sejahat itu buat modus sama orang sakit, ya! Udah sini, gue suapin biar cepet." Karena nggak sabar, Ryujin ambil alih langsung mangkuk berisi sup buatannya tadi. Mengarahkan sendoknya ke hadapan Asahi yang masih memasang wajah sangsi.

"Lo nggak kasih racun sianida, 'kan?" tanyanya sebelum membuka mulut dengan ragu.

Kalau nggak ingat Asahi sedang sakit, mungkin kepalanya bakal benjol kena bogem Ryujin. "Lo pikir gue pemeran antagonis di sinetron, hah? Lagi pula, stok sianida gue abis, jadinya gue pake racun tikus aja." ujarnya santai.

Asahi melotot panik sampai tersedak wortel, kemudian berhenti mengunyah. "Serius?!"

Kontan aja Ryujin ngakak sejadinya. "Percaya aja, idih. Mana mungkin, sih, gue tega racunin calon masa depan gue sendiri? Ngaco lo."

"Lo yang ngaco! Emangnya gue mau jadi masa depan lo?" sinis Asahi, membuang pandangannya ke sembarang arah sambil mengusap lehernya yang masih sakit karena tersedak. Setelahnya, keduanya diam nggak ada percakapan lagi. Cuma Asahi yang masih menerima suapan dari Ryujin yang ikut-ikutan bengong.

"Harto gimana?" tanya Ryujin, mengalihkan atensinya pada mangkuk sup yang sudah kosong. "Dia dimana? Gue lihat tadi rumah lo sepi."

Asahi mengedikkan bahu, berlagak acuh sampai Ryujin nggak berani berkutik. Cewek itu mengangguk maklum, membereskan peralatan makan dan beranjak ke dapur. Tepat sesaat setelah membenahi posisi Asahi. Kali ini, cowok itu sama sekali nggak protes atau berontak, dan Ryujin rasa dia sudah salah mengambil topik pertanyaan.

"Tidur aja, mumpung besok libur. Lo nginep aja disini, ntar tidur di kamar tamu. Nggak apa-apa, 'kan?" ucap Ryujin, menatap hati-hati ke arah manik kelam yang tampak semakin kelam Asahi.

"Gue pulang aja deh," lirih cowok itu, membalas tatapan Ryujin.

Ryujin tersentak. "Lo kenapa? Ada masalah?"

Asahi diam, Ryujin juga tahu, dia kembali melayangkan pertanyaan retorik yang seharusnya nggak perlu dijawab lagi. Tapi, melihat Asahi yang kayak nggak ada semangat hidup bikin mulut Ryujin gatal buat nggak tanya-tanya. Lagi pula, tatapan Asahi total seratus persen beda, Ryujin cuma mau bantu.

"Banyak." Asahi kembali mendelik, kembali pada sifat aslinya yang Ryujin kenal. Kemudian setelahnya, menukas pedas. "Lo nanya mau ngapain? Kalo cuma kepo mending nggak usah, soalnya lo juga belom tentu bisa bantu."

Ryujin mengerjap, kemudian mendudukkan diri di sebelah Asahi yang sekarang sudah memejamkan mata dan bersandar pada punggung sofa. Cewek itu sempat menggigit pipi dalamnya ragu, tapi kemudian kembali yakin setelah melihat raut wajah lelah cowok di sampingnya. Tanpa aba-aba lagi, Ryujin menarik kepala Asahi sampai menempel di bahunya, sementara lengannya melingkar di pundak cowok keturunan Jepang itu.

"Lo apa-apaan, sih?!" teriak Asahi sambil berusaha berontak dari pelukan Ryujin, kentara sekali kalau dia kesal. Tapi sekali lagi, jangan remehkan tenaga Ryujin.

"Diem dulu. Katanya, pelukan yang baik bisa membantu meringankan beban pikir—"

"—lo mah justru nambah beban pikiran, bukan meringankan!" sela Asahi. Cowok itu masih berusaha meronta yang kemudian akhirnya Ryujin lepaskan karena kasihan juga.

"Gue nggak bakal paksa lo cerita, tapi coba sini. Gue mau coba bantu biar seenggaknya lo rileks. Gue nggak ada niatan mau modus. Suwer."

Asahi masih menatap sinis dengan bibir bawah maju, bikin Ryujin harus mati-matian biar nggak keceplosan teriak gemas. Detik selanjutnya, Asahi melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Ryujin padanya sebelumnya. Cowok itu pasrah, menyembunyikan wajahnya di bahu kokoh mantan teman sekelasnya itu, dengan tangan merengkuh bahu Ryujin. Memeluknya erat sampai Ryujin bisa rasakan napasnya mulai sulit keluar. Ryujin memang nggak bisa melakukan hal lebih untuk masalah Asahi. Cewek itu cuma mengelus kepala Asahi yang masih tenggelam dalam bahunya. Membiarkan situasi hening menyelimuti selama beberapa saat setelahnya. Sampai Ryujin sadar bahunya basah, membuat cewek itu kembali panik.

"Gas? Lo nangis?"

Pertanyaan nggak penting Ryujin lagi-lagi diabaikan, Asahi masih diam dengan air mata yang turun tanpa diperintah. Akhirnya Ryujin nggak bisa berkutik, cuma bisa melakukan apa yang telah dia lakukan sebelumnya.

"Bokap gue, Ry...," lirih Asahi, Ryujin yang kaget langsung siap siaga memasang telinga baik-baik. "Dia balik lagi. Gue capek sumpah, Ry. Gue nggak mau ketemu bokap lagi, tapi gue juga nggak tega kalo Harto yang bakal jadi korban seandainya gue egois. Harto pergi, gue juga mau pergi. Gue mau pergi jauh biar nggak bisa dijangkau bokap, boleh ya, Ry?"

Ryujin mengernyit nggak paham sama kalimat Asahi yang terkesan ambigu. "Bokapnya balik? Bukannya justru bagus? Harto pergi, dia mau pergi, maksudnya? Yaelah, kenapa otak gue mampet banget, sih?!"

"Maksud lo? Pergi gimana?"

"Gue mau mati aja, boleh ya?"

Ryujin kaget, spontan melepaskan pelukan Asahi sampai cowok itu harus kembali merasakan pening yang sebelumnya sempat mereda. Ryujin nggak sadar akan tindakan spontannya barusan, cewek itu cuma langsung kesal waktu Asahi dengan gampangnya ngomong sepasrah itu. "Heh, lo nggak inget waktu itu gue pernah bilang apa?"

Mendengar kalimat bernada hardikan Ryujin, Asahi mengernyit. "Emang lo pernah ngomong apa aja? Lo, 'kan, cerewet."

"Lah, iya juga." Ryujin membatin, tapi kemudian kembali memasang ekspresi serius. "Gue bakal selalu ada buat lo meski lo nggak nganggep gue ada. Jadi, NGGAK USAH MACEM-MACEM! Gaya banget mau mati, emang amal lo udah cukup?"

Asahi meringis kala merasakan telinganya pengang diteriaki dari jarak kurang dari tiga puluh senti. "Gue nggak mau hidup kalo cuma buat disiksa, Ry."

Melihat tatapan kosong nggak semangat dari Asahi ditambah dengan nada lirih dari setiap ucapan yang keluar, mau nggak mau Ryujin otomatis melunak juga. Cewek itu kembali menarik Asahi ke dalam rengkuhannya sewaktu sadar pundak Asahi mulai bergetar. Dari sikap tubuh Asahi, Ryujin bisa menyimpulkan kalau masalah yang dialami temannya ini nggak ringan.

"Nangis dulu aja, anggep gue nggak lihat apa-apa."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Support System ; AsaRyu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang