Story 2

76 12 10
                                    

"pada saat aku duduk dibangku 4 SD aku sudah ditinggal oleh ibuku. Ibuku meninggal dunia dan aku hidup dengan ayahku. Semua berjalan baik-baik saja tidak ada yang aneh." Aera menceritakan dengan menundukkan kepala. ia tak ingin wajahnya dilihat oleh temannya itu karena wajahnya pasti sudah terpampang jelas emosinya.  

"Ayahku sangat menyayangiku, ayahku baik sekali tak pernah membentak atau memukulku, ayahku selalu melakukan hal-hal yang selayaknya seorang ayah kepada anaknya. Dia memberikan banyak kasih sayang kepadaku sebelum ibu tiriku masuk ke kehidupan ayahku." Aera masih menunduk sambil menahan sakit di dadanya.

"pada suatu hari saat aku pulang sekolah hal yang mengejutkan masuk kedalam telingaku. Ayahku ingin menikah lagi dengan wanita yang tak menyayangiku. Saat aku menduduki kelas 1 SMP" Dadanya terasa semakin sakit. Aera mengangkat kepalanya dan menatap teman yang ada didepannya. 

"wanita itu sangat kejam dia menikahi ayahku hanya ingin memeras harta ayahku dan perlu kau ketahui bahwa ibu tiriku tidak mempunyai hati sama sekali terhadap manusia, dia sangat menyiksaku." Aram melihat mata Aera yang menyiratkan rasa sakitnya selama ini. 

"oh Ya tuhan rasa sakitnya terlihat nyata sekali."  Batin Aram melihat mata Aera yang menyiratkan rasa sakit yang nyata. 

"Saat mereka sudah menikah kehidupanku mulai berubah menjadi gelap, sangat gelap. Ayahku tidak lagi memberiku kasih sayang sidikitpun. Setiap ayahku tidak ada dirumah wanita itu selalu melakukan hal yang mengandung kekerasan kepadaku. Memukulku dengan kayu dan besi lonjong, bahkan aku pernah dikurung di kamar mandi kamarku selama dua hari. Aku juga dijadikan seperti pembantu yang di suruh-suruh setiap hari." Aera ingin menangis. Tapi tidak, ia menahannya.

"mereka menikah sudah 1 tahun saat itu, dan 1 tahun juga aku di siksa oleh ibu tiriku. Dan ayah kandungku, mungkin. Setelah pernikahan itu berlangsung perlahan sifat ayahku berubah. Meskipun ayahku tak memberiku kasih sayang saat menikah lagi tetapi dia tak melakukan kekerasan kepadaku. Tapi hari demi hari ayahku mulai melakukan kekerasan kepadaku. Tentu saja itu pengaruh dari ibu tiriku. Aku benar-benar seperti pembantu dirumah itu, setiap hari akupun mendapat pukulan benda keras termasuk ayahku yang memukulku. Tapi aku masih menganggapnya sebagai ayah kandungku dan berbakti kepadanya. Pesan ibumu tak beda jauh dengan pesan ibuku." Aera menatap Aram yang sedang mendengarkan ceritanya. Aera tersenyum miris.

"lanjutkanlah, aku akan setia mendengar semua keluhanmu." Aram membuka suara menatap Aera yang hendak menangis tapi ditahan. Menggenggam erat tangan Aera.  

"sejak ayahku berubah hatiku sudah sangat keras, semuanya aku tak mempedulikannya. Seberapa sakitnya pukulannya aku selalu acuh, itu karena apa? Hatiku sudah sangat mati rasa dengan semua itu. Ucapannya yang seperti tidak ada dosa menghinaku, mencaci-makiku, menyuruhku, hatiku sudah keras dengan perilaku yang seperti itu. Aku menutup diri untuk menutupi semua masalah yang terjadi. Sehingga tetangga dan semua murid yang ada disekolah lamaku berpikiran buruk tentangku. Pukulan dan mendapat luka itu terasa menyakitkan, tapi tidak bisa dibandingkan dengan sakitnya hatiku yang selalu disakiti oleh omongan orang termasuk ayah dan ibu tiriku. Tetapi saat ini hatiku sudah sangat mati rasa, hatiku mengeras, hatiku seperti sudah tak bernyawa." Aera menatap Aram dengan tatapan yang mengandung kepedihan. Hatinya sakit.

"gwenchana, aku juga bersamamu." Kalimat yang membuat hati Aera bergetar.

"saat ini mungkin hatiku yang mengeras sudah mencair kembali karena bertemu denganmu. Terima kasih sudah mendengar ceritaku." Ucap Aera dengan senyuman.

"terima kasih kembali, tapi kenapa kau tak menangis?" tanya Aram yang melihat Aera sejak pertama cerita tidak mengeluarkan air mata. Ia melihat jika Aera ingin menangis tetapi terlihat seperti ditahan olehnya.

"tak apa." Singkat Aera lalu berlari keluar meninggalkan Aram sendiri di kelasnya tanpa mengatakan apapun lagi.

"tunggu! Di luar sedang hujan!" teriak Aram dari dalam kelas.

"ada apa dengannya? Apa dia menahan tangisan? Tapi kenapa?" Aram yang berbicara sendiri dengan batinnya.

Disinilah Aera berada, ditempat yang selama ini ia melampiaskan sakit hatinya. Sebuah jembatan yang memang sepi tidak banyak kendaraan yang lewat dijembatan itu. Hujan deras membasahi baju sekolahnya, ia menangis dalam keadaan hujan mengguyurnya. Sakit hatinya sedikit terlampiaskan dengan turunnya hujan deras. Ia menangis sejadi-jadinya, air mata yang sejak tadi ingin ia keluarkan.

"ARGHHHHH!!! Kenapa tuhan! Kenapa kau selalu membuatku seperti ini? Saat ini hatiku sangat sakit!!" teriak Aera sekeras-kerasnya untuk melampiaskan sakit hatinya. Ia terduduk ditanah dan menangis. Sekarang yang mendengarkan teriakan hanya tuhan dan ada satu orang? mungkin.

"Tuhan, kau mendengarkan suaraku kan? Aku berdo'a kepadamu tolong berikanlah satu kebahagiaan saja, hanya satu tidak lebih. Kumohon, jeball." Menangis sendiri itulah yang selalu dilakukan Aera.

"sekarang aku mempunyai seorang teman, perasaan aneh yang tiba-tiba datang saat dia dekat denganku. Aku sungguh tak mengerti, kenapa sangat menyesakkan sekali. Perasaan apa ini tuhan! Perasaan apa yang kau berikan kepadaku!" Aera frustasi, sakit hati, dan perasaanya yang saat ini tak karuan.

Saat Aera menangis dalam diam dengan guyuran hujan yang deras. Seseorang melihat Aera dari kejauhan dan mendengar semua keluhan Aera yang dilampiaskan dialam luar dengan teriak. Aram yang mengikuti Aera hingga ke jembatan tersebut. Do'a Aera sama persis dengan Do'a nya yang hanya meminta 'kebahagiaan'.

"Ya tuhan apakah sulit kau mengabulkan permintaan kami?" Ucap Aram yang memilukan. Aram yang melihat Aera seperti itu hatinya benar-benar tersentuh. Hatinya sakit jika melihat Aera yang menangis dalam diam.

Dengan segenap jiwa dan raga, Aram memutuskan untuk menghampiri Aera yang sedang menangis pilu dengan berlutut di tanah. Berjalan pelan kearah Aera yang sedang berlutut, semakin dekat Aram dengan Aera semakin menyesakkan yang terasa dihatinya. Saat tepat dibelakangnya Aram memegang pundak Aera yang sudah sangat basah. Aera menolehkan kepalanya kearah Aram.

"kanapa kau disini?" kaget Aera.

"berdirilah, kenapa kau menangis dalam diam seperti ini? Bukannya sekarang kau punya teman? berdirilah" jelas Aram yang memegang tangan Aera untuk membantunya berdiri.

"bukannya sekarang kau punya teman? Kenapa kau menahan tangisanmu saat bersamaku? Tak apa jika kau menangis, aku akan tetap bersamamu." Lanjut Aram saat Aera sudah berdiri di hadapannya.

Ia mengusap air mata yang bersatu dengan air hujan di pipi Aera. Dengan percaya diri seorang Aram menarik Aera kedalam pelukannya dan memeluknya dengan erat. Hati Aera bergetar saat Aram memeluknya, darahnya berdesir, ia rasanya ingin menangis lebih kencang dipelukan temannya itu. Aera memeluk Aram sangat erat, pelampiasan seorang Aera kepada Aram yang menimbulkan perasaan yang sangat tidak asing.

"tak apa, menangislah sepuasmu di pelukanku." Perkataan Aram yang membuat Aera semakin menangis.

Hujan deras mengguyur tubuh kedua gadis yang sedang menangis dalam kesedihan. Aera menangis melampiaskan sakit hatinya kepelukan seorang teman. Aram menangis karena hatinya tak kuat melihat temannya menangis pilu. Keduanya merasakan kehidupan ini memang sangat menyakitkan.  




TBC

-Caramel

-Carol   

jangan lupa Voment ya...

Could Happen?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang