Hospital

46 10 28
                                    

Aram duduk disamping ranjang Aera. Menatap sahabatnya itu dengan sangat amat sedih. Ia tak luput berdoa kepada tuhan akan kesembuhan Aera.

Ia tak tega melihat sahabatnya itu terbaring lemah diranjang rumah sakit dengan wajah yang sangat pucat. Banyak alat yang menempel di tubuh Aera. Aram rasanya tak percaya jika akan terjadi seperti ini. Seperti mimpi.

"Aera-ah aku sudah menunggumu dari tiga jam yang lalu, apa kau tak ingin membuka matamu hmm?" Aram menangis sambil mengusap tangan Aera yang tak terkena infus.

"Apa yang sebenarnya mereka lalukan kepadamu, sungguh aku sangat terkejut melihatmu seperti itu tadi." Cerita Aram dengan Aera yang masih setia tak membuka mata. Seolah olah Aera akan mendengarkan ceritanya.

.

.

Aram masih setia menunggu Aera yang masih segan untuk membuka mata. Dengan pakaian yang tak lagi bersih, banyak darah yang menempel dibajunya itu tak membuat Aram meninggalkan Aera. Sedikit menjadi pusat perhatian orang sekitar, tapi Aram tak mempedulikannya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 05.15 dini hari. Sudah lebih dari lima jam Aram duduk disamping ranjang Aera. Sedari tadi Aram menatap sahabatnya itu yang tak menunjukkan reaksi apapun.

Tiba-tiba ada yang mengelus surai Aram lembut, "Ahh bibi lee." Kaget Aram saat salah satu pembantu Aera datang dan mengelus surainya. Namanya bibi lee seukyung.

"Ahh kau sudah tau namaku ternyata." Ujar bibi lee sambil duduk disamping kursi Aram.

"Nee, karena Aera pernah menceritakan tentang bibi dan menunjukkan foto bibi. Jadi aku mengetahuinya." Jelas Aram.

"Kalau begitu baguslah jika kau sudah mengerti," Ucap bibi lee dengan tangannya mengusap surai Aram lagi. "Maaf terlambat untuk datang ke rumah sakit, karena tuan dan nyonya datang kembali ke rumah mengambil koper." Jelas bibi lee yang masih setia mengusap surai Aram lembut.

"N-nee. Tak apa bibi lee." Balas Aram gugup. Jujur saja ia sudah sangat lama tak merasakan tangan lembut seorang ibu yang mengusap surainya.

"Apakah kau tidak tidur? Wajahmu kelihatan sangat pucat, nak. Kau baik baik saja?" Tanya bibi lee. Yakinlah saat ini Aram terlihat sangat tak sehat dan berantakan.

"Tak apa bibi lee, aku masih sehat hanya sedikit lelah saja." Ucap Aram diiringi senyuman dibibirnya.

"Kalau begitu, ini gantilah baju dan istirahatlah," Pinta bibi lee sambil memberikan paper bag yang berisi pakaian bersih milik Aera. "Pakailah baju nona Aera dulu untuk sementara, menurutku ini pas di badanmu." Lanjutnya.

"sekol---" Ucapan Aram terputus.

"Aku sudah izinkan untuk tiga hari saja. Jadi kau bisa menemani nona Aera disini." Bibi lee menjelaskan.

"Lalu bagaimana les tambahan dan soal soal ujian?" Tanya Aram bingung.

"Mereka akan mengirimkan melewati ponselmu, jadi ceklah nanti." Jelas bibi lee lagi.

"Begitukah? Baiklah bibi. Terima kasih banyak atas bantuanmu." Kata Aram sambil sedikit menunduk.

"Iya, sekarang cepat gantilah baju setelah itu makan dan istirahat." Ucap bibi lee berdiri untuk menyiapkan makanan.

"Baiklah." Balas Aram lalu memasuki kamar mandi.

"Nona muda kau sangat beruntung mendapatkan sahabat yang baik dan tulus seperti nona Aram." Batin bibi lee sambil menatap Aera pilu.

.

.

Tak lama Aram keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang bersih dan wangi. Aram langsung duduk kembali di kursi samping ranjang Aera. Ia melihat wajah sahabatnya itu lagi. Yang masih enggan untuk membuka mata.

Could Happen?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang