Happy or Sad?

51 12 11
                                    

Dipagi harinya mereka berangkat sekolah seperti biasa dengan perasaan bahagia. Meskipun semalam Aera dalam dirundung kesedihan dan kalut tetapi ia tak melunturkan perasaan bahagianya setelah bertemu dengan Aram.

Aera menutupi semua kesedihannya dengan tertawa, Aera tak ingin Aram mengetahui jika semalam dirinya menangis. Karena ini adalah hal yang kecil menurut Aera. Aram tak harus mengetahuinya kan?

Hal kecil? Pukulan dan bentakan sudah biasa Aera terima selama hidupnya, jadi ia menganggapnya ini sebagai hal yang kecil.

.

.

Setelah bel istirahat tiba, mereka seperti biasa akan makan di rooftop dengan diiringi candaan atau sekedar menonton film di ponsel. Mereka menghabiskan waktu istirahatnya di rooftop sampai bel masuk berbunyi.

Mereka masuk ke kelas dan mengikuti pelajaran dengan tekun hingga selesai. Setelah jam bel pulang berbunyi mereka langsung berkemas dengan cepat dan langsung berjalan menuju halte bus.

Sambil menunggu bus, Aram yang melihat sejak tadi pagi Aera yang terlihat sedikit murung dan pucat langsung bertanya.

"Aera-ah?" Panggil Aram sambil melihat Aera yang ada disampingnya.

Aera menoleh, "Ya?" Jawab Aera.

"Hmm, aku akan sedikit bertanya kepadamu. Apakah boleh?" Kata Aram yang ragu-ragu.

"Mwo? Kau ini lucu sekali Aram-ah, tentu saja boleh." Jawabnya dengan tertawa yang tak semangat.

"Apa kau ada masalah kemarin? Apa kau sedang sakit sekarang? Wajahmu pucat sekali." Tanya Aram dengan didampingi rasa khawatir.

"Nee? Tidak Aram-ah, aku tidak sakit. Hanya saja badanku terasa sedikit sakit." Jawab Aera yang memang saat ini badannya sedang sakit.

Hanya saja ia tak mengatakannya jika ia semalam mendapat pukulan menyakitkan dari ayahnya. Aera tak mau jika Aram mengetahui kemarahan ayahnya karena pulang terlalu larut, itu akan mempengaruhi pekerjaannya saat ini. Menurut Aera.

"Kau tak berbohong kan?" Tanya Aram yang masih tak yakin dengan jawaban Aera.

"Ya Aram-ah? Aku sungguh tak apa, jangan khawatir tenang saja aku kan kuat." Kata Aera sambil menunjukkan otot tangannya.

"Hahaha, iya aku percaya padamu. Aku hanya khawatir saja." Jujur Aram yang memang khawatir.

"Percayalah, aku tidak sakit. Wajahku pucat karena tadi aku terburu-buru tidak sempat memakai pelembab bibir dan bedak tabur." Bohong Aera.

"Ahhh begitukah? Baiklah kalau begitu, yang penting kau baik-baik saja." Jawab Aram seadaanya dan dibalas anggukan oleh Aera. Tapi kenapa hatinya tak percaya dengan jawaban Aera?

"Kenapa aku sedikit tak percaya dengan jawabannya? Apa ada masalah di rumahnya? Apa sebaiknya aku mengikutinya pulang saja untuk memastikan setelah selesai bekerja? Ahh iya sebaiknya aku mengikutinya nanti." Dialog Aram dengan batinnya. Melamun sambil mengangguk-angguk.

Aera tiba-tiba membuyarkan lamunan Aram dengan sedikit teriak. "Ya Aram-ah? Kenapa kau tetap duduk di situ? Bus nya sudah datang, kajja!" Kata Aera yang sedikit teriak karena jaraknya sedikit jauh.

"Nee? Eoh? Ahh nee, kajja." Jawab Aram sedikit terkejut.

Akhirnya mereka menaiki bus dan segera menuju café. Selama perjalanan Aera tak banyak berbicara dan sedikit tak bahagia. Aram semakin yakin bahwa Aera ada masalah, karena tidak biasanya Aera seperti ini.

"Aku semakin yakin akan tingkah lakunya sekarang bahwa dia memiliki masalah, tapi sepertinya dia tak ingin menceritakan masalahnya kepadaku." Batin Aram yang kesekian kalinya sambil sedikit melirik Aera yang melihat keluar jendela bus.

Could Happen?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang