Pagi hari ini mereka bersiap menuju tempat dimana upacara pemakaman ayah Aram dilaksanakan. Mengenakan baju formal dan membawa foto ayah Aram.
Aram mendekati peti ayahnya sebelum benar-benar tertutup rapat. Langkahnya sangat berat untuk menghampiri peti ayahnya. Sungguh. Ini sangat menyakitkan.
Aram menangis melihat ayahnya mengenakan pakaian serba putih termasuk jas. Aram meletakkan setangkai bunga mawar ungu disamping tangan ayahnya. Aram mengusap tangan ayahnya dan menciumnya.
"Maafkan aku appa, jika selama ini aku menyusahkan appa." Ucap Aera dalam kesedihan. Bibirnya menempel kembali pada punggung tangan ayahnya.
Air mata Aram tak bisa dibendung lagi. Baginya seorang ayah yang dulunya sangat ia cintai telah tiada meninggalkannya sendiri. Meskipun ayahnya selama ini bersikap kasar padanya tetapi ia adalah tetap ayah kandungnya. Dan sekarang ia sudah meninggalkannya untuk selamanya. Itu sangat menyakitkan. Suara tangisan selalu keluar, tak bisa ditahan. Aera hanya bisa mengusap punggung Aram untuk menenangkannya.
"Selamat tinggal appa, aku selalu menyayangi appa." Ucapan terakhir Aram kepada ayahnya sebelum petinya benar-benar tertutup.
Setelah peti di tutup rapat saat itu juga upacara penghormatan terakhir dilaksanakan. Selang beberapa menit setelah upacara selesai, Aram dan Aera pergi ke rumah sakit untuk mengambil barang-barang ayah Aram di ruang pemeriksaan.
"Jangan bersedih, ada aku yang bersamamu." Ucap Aera yang melihat Aram melamun saat menunggu bus di halte.
"Gomawo." Balas Aram dengan senyuman, dibalas senyuman pula oleh Aera.
Tak lama bus datang, langsung saja mereka naik dan menuju rumah sakit. Rumah sakit utama Seoul. Tak ada canda dan tawa. Saat ini hati Aram masih sangat sakit mengingat kejadian semalam yang dimana kabar mengejutkan terdengar ditelinganya. Sakit. Menyakitkan.
Dengan perjalanan 30 menit akhirnya mereka sampai di depan rumah sakit utama Seoul. Mereka langsung berjalan kedalam untuk mengambil barang ayah Aram.
"Permisi, aku akan mengambil barang ayahku? Apakah pemeriksaannya sudah selesai?" Tanya Aram pada laki-laki yang notabene nya adalah dia seorang detektif yang mengurus kecelakaan ayah Aram.
Laki-laki itu menoleh, "Ahh iya, kau putrinya tuan So?" Tanya detektif.
"Nee." Singkat Aram.
"Baiklah, ini semua barang-barang ayahmu. Termasuk baju dan lainnya, ponselnya masih bisa digunakan." Jelas detektif sambil memberikan kantong plastik kepada Aram.
"Nee. terima kasih atas bantuanmu." Balas Aram sambil membungkukkan badannya.
"Sama-sama. Jangan bersedih dan bersabarlah." Ucap detektif.
"Hmm nee, terima kasih." Jawab Aram lagi dibalas anggukan.
Setelah mendapatkan barang-barang ayah Aram, mereka akan pulang ke rumah masing-masing. Awalnya Aera mau menemaninya saja. Tetapi Aram mengatakan jika ia ingin sendiri, jadi Aera tak mau memaksa. Ia tau saat ini Aram dalam keadaan kacau.
.
.
Saat ini Aram duduk di balkon kamarnya. Menatap pemandangan luar sambil menikmati angin. Air matanya tak berhenti menetes. Ia masih tak percaya jika akan seperti ini.
"Kenapa kau selalu membuatku menangis tuhan? Kemarin aku bahagia yang tak tertandingi akan kelulusan yang ku terima, tapi kau menariknya kembali dan menukarnya dengan kesedihan." Ucap Aram seorang diri.
Hari sudah semakin malam. Aram beranjak dari duduknya dan pindah ke ranjangnya untuk merebahkan badannya. Mereka tak bekerja malam ini. Dalam hitungan waktu Aram mengingat sesuatu jika ia belum membereskan barang-barang ayahnya yang diambilnya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Could Happen?
Short StoryGAUSA DI BACAAAA NANTI NYESEL penasaran engga guys? baca aja, gapapa. Author nya ga gigit ko. jan lupa Voment ya. makasih, borahae yorobun:3