Semua orang mulai berkumpul di acara haul almarhum ayahnya Shaquille. Farheena menuruni tangga dengan sedikit lemas. Meira dan kedua anaknya memperhatikan raut wajah Farheena. Mereka pun menghampiri Farheena yang masih terdiam di ujung tangga.
"Sayang... Kenapa? Ada masalah?" Farheena tersentak.
"Uhmm... Ti-Tidak Tante. Oh mereka siapa?"
"Mereka anak Tante yang udah sering Tante ceritakan itu loh, ini Alvredo dan ini Chacha," Meira memperkenalkan kedua anaknya. Cantik dan tampan, sepertinya mereka memang dari keluarga dengan gen bagus, pikir Farheena.
"Haloo.... Salam kenal. Saya Farheena,"
"Kakak cantik," Farheena yang mendengarnya hanya tersenyum tersipu malu.
"Kamu leebbih cantik!"
"A-Apa Kakak pacaran dengan kakakku?" Tanya Alvredo spontan.
"Eh?"
"Vred, kamu nih apa-apaan sih. Oh ya sayang, gimana? Shaquille mau turun?" Ujar Meira.
"Insyaallah dia akan turun, Tan."
"Kamu yakin?"
'sebenarnya aku tidak yakin, tapi aku percaya, dia pasti turun,' batin Farheena. Hingga tak lama suara langkah kaki menuruni tangga terdengar. Terlihat Shaquille dengan setelan kemejanya turun menghampiri yang lainnya. Meira, Farheena, Alvredo dan Chacha terkejut melihatnya. Dia beneran turun? Pikir Farheena.
Segera Meira, dan dua anak lainnya menghampiri Shaquille. Mereka terharu saat melihat Shaquille mau menghadiri acara ayahnya. Meira mengutarakan rasa bahagianya. Lalu mereka memeluk Shaquille. Namun pandangan Shaquille justru mengarah pada Farheena. Ia melepaskan pelukan sang Mama dan berbisik. Hingga kini langkahnya mengikuti arah pandangnya.
Shaquille berjalan menghampiri Farheena, diikuti Meira dan dua adik Shaquille. Farheena sedikit gugup melihat pandangan Shaquille yang tak berpindah menatapnya. Hingga keduanya hanya berjarak beberapa senti saja. Farheena menatap Shaquille begitupun sebaliknya.
Sebuah sentuhan hangat di tangannya memberi gelenyar aneh pada Farheena. Yah, Shaquille menggenggam tangan Farheena lembut. Farheena diam tak bergerak. Seakan-akan hatinya ikut terulur.
"Mau berdoa bersamaku?" Tanyanya membuat Farheena tanla sadar mengangguk. Seulas senyum hadir di bibirnya. Shaquille juga membalas senyuman itu dan membawanya menuju tempat acara. Mereka pun duduk bersebelahan dan membaca tahlil bersama.
*****
Acara sudah selesai dilaksanakan. Semua orang juga sudah meninggalkan tempat. Tinggal beberapa maid yang mulai membereskan satu persatu sisa acara. Tak luput seorang Farheena yang juga membantu merapikan tempat acara. Shaquille menatap Farheena sembari memiringkan kepala dan bersandar di tembok.
Ia memperhatikan Farheena yang tengah membereskan beberapa sisa makanan bersama sang Adik, Chacha. Lagi-lagi seulas senyum terukir di bibirnya. Ternyata aku masih bisa menemukan seseorang sepertimu, batinnya.
"Ekhem..." Seseorang menyenggol Shaquille pelan membuatnya tersadar.
"Diliatin terus.... Kapan nikahnya? Pengen punya ponakan nih," ujarnya tanpa dosa. Shaquille menatap adik lelakinya dengan hembusan nafas berat.
"Dia tidak mudah didapatkan."
"Kenapa? Memang ada yang kurang dari kakakku ini?? Ganteng, pekerja keras, kaya, apalagi?"
"Dia berbeda. Dia tidak mempan dengan itu semua."
"Bukan Rafka Shaquille Zafran kalo gak bisa mendapatkan apa yang dia mau!" Sindir sang Adik membuat Shaquille menatapnya geli. Sungguh sang Adik sangat menjadi sarkis. Mungkin kepalanya terbentur pikir Shaquille.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Can't Be Forced
RomanceBagaimana jika Tuhan mempertemukanmu dengan banyak lelaki yang mampu menarik perhatian, kepada siapa hatimu jatuh? Bukankah cinta tidak bisa dipaksakan?