Keesokan harinya, seperti biasa semua aktivitas dikerjakan. Farheena juga sudah siap dengan pekerjaannya, seakan-akan ia sudah terbiasa dengan semua pekerjaan, bahkan terkadang ia merasa lebih nyaman bekerja. Hingga dering telepon membuatnya teralihkan.
"Halo, assalamualaikum,"
"Waallaikumsalam, ini Tante Far," Farheena mengernyit berusaha mengingat suara dari seberang sana. Ah, Tante Meira.
"Tante Mei?! Ada apa Tan?"
"Ini, kamu bisa kemari tidak? Supir Tante audah menuju ke sana, jadi nanti kamu ikut dengannya ya,"
"Uhm tapi ada apa ya Tan?"
"Ini Tante lagi buat resep baru, Tante mau kamu bisa mencobanya, sekalian sarapan bersama di sini, ini kan masih jam 6, lagipula Shaquille juga belum berangkat,"
"Aaaa.... Uhmmm... Ba-Baiklah Tante,"
"Alhamdulillah, Tante tunggu ya..." Keduanya lun mengakhiri sambungan. Sebenarnya agak malas untuk datang, tapi karena permintaan Tante Meira, Farheena selalu saja tidak bisa menolaknya. Entahlah.
"Terima kasih ya Pak," ucap Farheena pada supir Shaquille. Akhirnya ia sampai di kediaman Shaquille. Menatap rumah mewah ini selalu saja membuat hati Farheena nyaman dan tenang. Tapi hatinya akan berdegup kencang tatkala ia mulai memasuki lebih dalam rumah itu.
Perlahan tapi pasti, Farheena memasuki rumah besar itu. Sahutan demi sahutan Farheena keluarkan, tidak ada yang menjawab. Ia pun berjalan memasuki rumah. Hingga akhirnya ia melihat seorang wanita paruh baya tengah menyiapkan beberapa makanan yang di meja makan.
"Tante... "
"Far... Udah dateng? Maafin Tante ya, ini Tante lagi repot banget," Farheena mengernyit bingung, rumah Shaquille terlihat cukup banyak barang dan makanan. Seperti ada sebuah acara yang akan diadakannya.
"Tan, kok kayaknya sibuk banget, ada apa?"
"Jadi gini, sebenarnya hari ini peringatan meninggalnya Almarhum ayahnya Shaquille. Maafin Tante ya bohong sama kamu."
"Tapi kenapa harus bohong Tan? Kalau Tante butuh bantuan, Tante bisa bilang sama aku, kalo aku bisa, aku pasti bantu," ungkap Farheena. Meira terharu mendengar pernyataan Farheena. Ia pun terulur untuk memeluk Farheena.
"Makasih ya sayang, Tante bersyukur bisa kenal kamu,"
"Iya Tante, sama-sama," Farheena tersenyum haru menatap Meira di hadapannya.
"Sebenarnya Tante nyuruh kamu ke sini untuk membujuk Shaquille."
"Memang Shaquille kenapa Tante?"
"Shaquille memiliki trauma atas kematian ayahnya. Dia selalu menyalahkan dirinya atas itu semua. Karena saat hendak menolongnya, suamiku jadi mengorbankan nyawanya. Shaquille masih saja menyalahkan dirinya. Padahal ini sudah tahun 6 tahun berlalu. Dia akan mengunci diri saat ada acara seperti ini. Tante khawatir traumanya akan membuatnya selalu menyalahkan dirinya. Tante pengen kamu bisa bantu Tante, bujuk dia, hibur dia ya, cuma kamu yang bisa Tante percaya," Farheena tidak menyangka bahwa seorang Shaquille yang dikenalnya sebagai bos yang ditakuti karena sikap dinginnya. Ternyata ia juga memiliki segudang masalah hingga trauma mendalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Can't Be Forced
RomanceBagaimana jika Tuhan mempertemukanmu dengan banyak lelaki yang mampu menarik perhatian, kepada siapa hatimu jatuh? Bukankah cinta tidak bisa dipaksakan?