5. Suami

54 4 0
                                    

"Menjadi istrimu lalu memiliki anak bersamamu adalah sebuah mimpi bagiku."   ~Farheena Angie
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Shaquile POV

Kulajukan mobilku menuju sebuah tempat makan. Sebuah restoran klasik. Kuparkir mobilku dan memasuki restoran itu.

"Akhirnya datang juga..." Sapanya padaku. Aku segera duduk di hadapannya.

"Kau menguntitku brother?"

"Sudah kukatakan aku tidak menguntitmu!"

"Lalu?"

"Aku hanya khawatir. Lagipula aku yang membawanya ke kantor. Bukankah aku juga yang harus bertanggung jawab atas dirinya?" Dia sedikit berpikir. Aku berusaha biasa saja. Sebenarnya aku takut jika dia membuat hal-hal yang tidak diinginkannginkan. Mateo, seorang lelaki muda nan kaya dengan wajahnya yang juga cukup tampan. Terkenal fakboi. Ah, fuckboy lebih tepatnya.

"Oh ayolah, Quile. Aku tidak akan seperti itu. Lagipula aku tahu dia wanita baik-baik. Kau tahukan jika aku hanya bermain dengan wanita yang, yah begitulah," ucap Mateo santai.

"Hmm .. aku hanya khawatir. Jika aku mendengar kau menyakitinya. Kau akan langsung berhadapan denganku." Ancamku padanya.

"Wait, santai bro. Apa jangan-jangan kau menyukainya?" Tanyanya dengan mata yang mengintrogasi.

"Aku? Tidaklah. Mana mungkin. Ck! Lagipula aku baru mengenalnya. Jadi tidak mungkin aku menyukainya. Kita hanya teman dan sebatas hutang budi. Itu saja."

"Baiklah, berarti aku bisa mendekatinya. Jika sudah waktunya, aku akan melamarnya mungkin," santai Mateo. Entahlah, semoga dia tidak mempermainkan Farheena. Aku tidak menyukainya. Tidak sama sekali. Jika itu berhubungan dengan cinta. Maka aku tidak menyukainya. Aku hanya sedang trauma. Itu saja.

"Terserah kau saja."

"Aku sayang padamu." Ucap Mateo dan mendekat dengan melebarkan kedua tangannya untuk memelukku. Segera kuhadang dengan menempelkan tanganku di dahinya. Dia merengut sebal.

"Jangan macam-macam. Aku masih normal." Ucapku tegas. Dia melangkah mundur dan kembali duduk.

"Jadi apakah kau tidak ingin mencari pasangan?"

"Sedang tidak ingin."

"Why Bro? Lu mau mati jadi perjaka tua?"

"Enak aja lu!" Sontak kutoyor dahinya lagi. Dia mengelus pelan dahinya yang sakit akibat diriku.

"Ya Allah, tega banget sih. Sakit tauk. Kan cuma bilang?" Ucapnya kesal. Aku hanya memainkan bola mataku malas.

"Lu antara cuma bilang sama ngedoain gak jauh beda."

"Oh no. Gue cuma bisa doain lo, supaya lo mendapatkan orang yang bener-bener lo cintai dan wanita itu tulus sama lo."

"Semoga saja. Aamiin." Entah kapan waktu itu akan tiba padaku. Membayangkan seorang wanita yang mampu meluluhkanku. Wanita yang bersedia menerimaku apa adanya. Wanita yang berani menjalani bahtera rumah tangga bersamaku. Tapi, trauma ini juga mengganjal di hatiku. Sedang kuusahakan untuk menghilangkan trauma ini. Lebih tepatnya kepercayaan pada seseorang. Itu saja.



*****

Farheena POV

Rumah mewah namun minimalis membuatku terperangah. Sebuah tawa menggema. Kulangkahkan kakiku mencari suara tawa itu. Sebelum kulanjutkan, aku terpaku melihat sebuah bingkai berukuran besar. Terlihat sepasang manusia tengah berbahagia, sang lelaki menggunakan tuxedo hitam dan sang wanita menggunakan gaun putih. Keduanya sama-sama memperlihatkan deretan gjgj putih. Hingga aku kembali memperjelas wajah keduanya.

Love Can't Be ForcedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang