Samar-samar dering alarm terdengar. Menunjukkan pukul 5 pagi. Segera Farheena berkemas dan sholat shubuh. Hari ini seperti biasa ia masih bekerja di perusahaan Shaquille. Seperti biasa pula, subuh-subuh Shaquille akan menghubunginya dan mengatakan 'aku akan menjemputmu'. Farheena yang sudah biasa mendapatkan pesan seperti itu hanya menghela nafas.
"Kamu kerja?" Tanya Mama Farheena.
"Ya," sembari duduk dan mengambil selembar roti.
"Tapi kamu sebentar lagi udah masuk loh, belum izin?" Farheena bergeming sebentar. Lalu sejenak berpikir ah ya, izin ya? Atau berhenti saja?.
TITT TIIT TIIITTT..
"Tuh, calon suami kamu dateng." Cibir Mamanya sembari senyum-senyum sendiri. Farheena yang melihatnya justru bergedik ngeri.
"Apa sih Ma. Aku berangkat ya," lantas ia langsung mencium sang Mama. Namun Mamanya justru mencegahnya dan menggandengnya ke depan.
"Eh Ma.. Mau ngapain?"
"Mau nyapa calon mantu," lagi-lagi Farheena bergidik ngeri. Farheena terus digandeng oleh sang Mama hingga menuju depan pagar rumah. Terlihat seseorang yang sudah rapi dengan jas tuxedonya berdiri. Tubuhnya yang tinggi dan tegap membuat siapapun yang melihatnya akan terpesona. Tak luput, Mama Farheena.
"Pagi Tante..." Sapa Shaquille ramah kemudian mencium tangan Mama Farheena.
"Pagi Nak, Shaquille. Pagi-pagi sudah mau menjemput Farheena?"
"Iya Tante, apa boleh Tante?"
"Tentu saja. Tiap hari juga boleh." Ucap spontan Mama Farheena yang membuat anaknya malu.
"Mama apaan sih..."
Shaquille yang mendapatkan pernyataan seperti itu hanya tersenyum senang. Menurutnya Mama Farheena menyukainya. Maka ia takkan melewatkan kesempatan seperti ini.
"Kalau begitu saya izin bawa Farheena Tante?"
"Oh boleh-boleh. Hati-hati ya? Tolong jaga putri Tante yang jutek ini!" Cibir Mama Farheena membuat Shaquille tertawa. Sedangkan wanita di sampingnya hanya menggertakkan gigi.
Akhirnya keduanya pun meninggalkan kediaman Farheena. Selama di perjalanan keduanya hanya diam dan menatap fokus jalanan. Hanya terdengar suara mesin dan riwehnya kendaraan menyalip satu sama lain. Hingga tatapan Farheena tertuju pada perban di tangan Shaquille yang terlihat masih sama dan belum diganti.
"Perbannya kok masih sama? Gak kamu ganti?" Tanya Farheena. Shaquille mengangkat tangannya dan menatapnya sekilas.
"Terlalu sayang jika aku menggantinya. Kapan lagi diberikan kenangan seperti ini." Ucapnya lalu kembali fokus menyetir.
"Tapi itu gak baik! Sampe di kantor harus minta ganti!" Ucapnya dengan nada yang sedikit ditinggikan.
"Hmmm... Kamu yang menggantikannya." Farheena menatap tajam ke arah laki-laki yang terlihat senyum-senyum sendiri bak orang gila. Benar-benar! Batin Farheena.
*****
"Selamat Pagi, Pak." Sapa karyawan lainnya. Shaquille hanya menyunggingkan senyum sekilas. Sedang Farheena mengikutinya dari belakang. Setiba di depan lift, Farheena sedikit menjaga jarak dengan Shaquille. Bukan apa-apa, ia merasa tidak enak diperhatikan oleh karyawan yang lain.
TING....
lift terbuka. Shaquille memasuki liftnya. Namun, ia menautkan alisnya tatkala melihat Farheena yang justru berdiam diri di tempatnya. Shaquille melupakan sesuatu. Bahwa lift yang ia gunakan memang lift hanya untuk dirinya bukan karyawan. Hingga ia menarik lengan Farheena untuk segera masuk sebelum lift kembali tertutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Can't Be Forced
RomanceBagaimana jika Tuhan mempertemukanmu dengan banyak lelaki yang mampu menarik perhatian, kepada siapa hatimu jatuh? Bukankah cinta tidak bisa dipaksakan?